kekerasan seksual baik itu laki-laki maupun perempuan masih memilih untuk bungkan dan takut untuk bersuara, entah sekedar bercerita maupun melaporkan kasusnya untuk mendapat pertolongan.Â
Sampai hari ini saya yakin masih banyak korban kasusUntuk hal yang satu ini, siapa yang bisa disalahkan?. Jawabanya adalah lingkungan kita. Masyarakat cenderung memberikan stigma negative pada korban KS, bahkan menyudutkan (korban). Ini merupakan momok menyeramkan dan atmosfer yang tidak sehat bagi para korban.
Bukan sekali dua kali saya mendengar korban ditanya, "apakah anda menikmati?"
"mengapa anda diam, apakah menikmati?"
Atau bahkan korban disalahkan karena "kok anda diam saja, tidak melakukan perlawanan?"
Sekalinya perlawanan itu menimbulkan cidera pada pelaku, justru yang bisa diusut terlebih dahulu sikap pertahanan diri korban yang diputar balikkan menjadi penyerangan. Korban menjadi pelaku, dan pelaku menjadi korban, miris !
Alasan Korban Diam
Tidak bisa menjadi bahan pembelaan pelaku jika korban tidak melakukan perlawanan saat menghadapi kasus KS, jangankan korban bahkan orang disekitarnya pun yang mungkin 'memergoki' kasus KS juga bisa saja terdiam. Bukan karena menikmati, bukan juga sinyal persetujuan, tapi ada yang disebut dengan 'Tonic Immobility' yang bekerja dalam tubuh manusia.
Tonic immobility adalah suatu reaksi yang terjadi pada seseorang ketika mereka menghadapi situasi yang sangat menakutkan atau traumatis. Reaksi ini bisa terjadi pada korban kekerasan seksual, terutama ketika korban merasa bahwa mereka tidak dapat melawan atau melarikan diri dari pelaku kekerasan.
Tonic immobility merupakan suatu keadaan ketika tubuh menjadi kaku dan tidak mampu bergerak, seperti kejang otot yang terjadi pada tubuh manusia. Korban mungkin merasa terpaku pada tempat mereka berada dan merasa takut serta tidak dapat mengontrol tubuh mereka.Â
Ini adalah respons psikologis yang normal dan alami dalam situasi yang sangat menakutkan. Respons ini dapat membuat korban merasa terlindungi dari bahaya, karena tidak bergerak dan menarik perhatian pelaku kekerasan.
Namun, reaksi ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan seksual yang lebih berat dan lama. Sebagian besar korban yang mengalami tonic immobility merasa sangat terancam dan trauma yang berat, dan ini dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka dalam jangka Panjang.Â
Korban yang mengalami tonic immobility memerlukan dukungan dan pengobatan yang tepat agar bisa pulih dari trauma tersebut. Terapi dapat membantu korban mengatasi gejala yang terkait dengan reaksi ini, seperti kecemasan, kegelisahan, dan stres pasca-trauma.
Korban Perlu Dirangkul
Sebagai korban kekerasan seksual, penting untuk mencari dukungan dari orang yang dapat dipercaya, seperti keluarga, teman, atau profesional kesehatan mental. Jika korban tak mampu bersuara, maka kita tetap bisa membantunya, dengan bersikap lebih peka kepada perubahan orang sekeliling kita. Dengan bantuan dan empati kita dapat membantu korban memproses perasaan dan trauma yang terkait dengan reaksi ini, serta memberikan dukungan emosional dan praktis.
Jika kamu atau seseorang yang Anda kenal mengalami tonic immobility akibat kekerasan seksual, segera mencari bantuan profesional. Ada banyak sumber daya dan program yang tersedia untuk membantu korban kekerasan seksual pulih dari trauma, seperti konseling, terapi kelompok, dan dukungan melalui jaringan korban kekerasan seksual.
Korban kekerasan seksual harus diberikan perlindungan dan dukungan yang tepat agar dapat pulih dari trauma dan menjalani kehidupan yang sehat dan bahagia. Dalam hal ini, masyarakat harus mengambil peran aktif untuk memerangi kekerasan seksual dan memastikan bahwa korban mendapat perlindungan dan dukungan yang mereka butuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H