"Self Acceptance"
Sebuah kata yang sangat mudah diucapkan, bahkan aku dengar hampir ribuan kali dari orang-orang disekelilingku. Tapi jujur, bukanlah hal mudah untuk menerapkannya.
Meski tak menjadi saksi langsung, kurasa sudah sangat banyak yang mengetahui tentang kisahku, siapa aku, baik dimasa lalu maupun masa sekarang. Ada yang mengenalku dengan telinga mereka, dan ada juga yang memahamiku dengan mata sebagai saksi.
Sebuah kisah luar biasa menghantamku diusia yang (menurutku) masih sangat muda. Sweet Seventeen, 17 tahun, adalah usia paling ditunggu-tunggu bukan?. Tapi, tidak untukku. Bagiku, 17 tahun adalah tahun tergelap dan penuh badai yang berhasil aku lalui.
Ketika aku berkata, "Self Acceptance" bukanlah hal yang mudah, bukan berarti aku tidak bisa melaluinya. Hanya, dari pengalamanku, aku membutuhkan waktu yang cukup panjang sampai akhirnya bisa menyelami makna "self acceptance" dan berdamai dengan masa lalu.
Pernah dengar kalimat ini?
"Sebuah kaca yang pecah tidak akan bisa kembali seperti bentuknya yang semula".
Dulu, aku menggunakan kalimat ini untuk membela posisiku yang rapuh, seolah aku memang tidak akan benar-benar bisa bangkit dan pulih. Kali ini, ku akui bahwa kalimat itu dulu kugunakan hanya sebagai alibi karena aku enggan menatap masa depan. Karena aku enggan beranjak dari keterpurukan, dan aku tak memiliki semangat untuk menjadi lebih baik. Itulah alasan kenapa kugunakan kalimat diatas setiap bab terakhir aku menceritakan kisahku.
Perlu beberapa tahun hingga akhirnya aku bisa menerima ini semua. Banyak fase yang harus kulewati. Fase pertama dengan tahun penuh tangis, berganti menjadi penuh amarah, hingga akhirnya berujung penyesalan dan menyalahkan diri sendiri atas semua yang sudah terjadi. Memulai bangkit dengan masuk ke fase memaafkan semua yang telah berlalu, dan akhirnya bisa berdamai dengan yang kusebut masa lalu itu.
Hari ini, semuanya sudah berbeda.
"Sebuah kaca yang pecah memang tidak akan bisa kembali semula, tapi.... Ditangan orang yang tepat dia akan menjadi karya baru yang lebih indah,"
Proses yang berhasil aku lalui itu adalah pertolongan Tuhan dalam bentuk pendewasaan. Aku mulai memahami, aku yang dulu tetaplah aku. Aku yang dulu adalah yang membentukku menjadi aku yang sekarang. Aku dimasa depan adalah aku yang sukses menaklukkan masa lalu dan berhasil melewati masa sekarang.
Jadi, sekeras apapun hari ini, semua pasti terlewati. Seberat apapun hari yang kamu jalani semua akan berlalu, karena kita hidup berdampingan dengan waktu. Cintai diri kamu dengan menerima semua yang sudah kamu lalui. Tanpa semua masalah itu, kamu tidak akan tumbuh sehebat ini. #loveyourself #speakyourself
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H