Mohon tunggu...
Nurul Mahmudah
Nurul Mahmudah Mohon Tunggu... Guru - Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Si sanguinis yang sering dibilang absurd. Aku tukang rebahan yang berharap bisa memberikan perubahan untuk Negara.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Dalam Perjalanan Mengejar Kebahagiaan

8 Juni 2021   14:57 Diperbarui: 8 Juni 2021   15:10 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku, kamu, dia, dan mereka.

Jutaan atau bahkan miliaran manusia di dunia ini sedang berjuang dalam hidupnya. Meski kesedihan selalu diimbangi perasaan bahagia, tapi aku rasa semua orang akan setuju jika aku bilang terlalu banyak hari sedih yang kita ingat. Bahagia seolah lewat begitu saja dengan jejak yang mudah di gusur waktu, tapi elemen kesedihan tak demikian. Ia membekas dari mulai yang jangkat sampai yang menorok begitu jeluk.

Setiap rasa sakit itulah, yang ibu bilang sebagai alasan manusia untuk bisa terus bertumbuh. Setiap detik dari perjuangan itu yang kata ayah adalah anak tangga menuju kedewasaan.

Jika mau dipikir, ternyata lebih banyak hari bahagia dalam hidup kita loh!. Hanya saja, baik aku dan kamu, kita sebagai manusia selalu menuntut 'bahagia' untuk menjadi bagian dalam setiap hembusan nafas. Lalu menggantungkan setiap harapan dan menjadikan bahagia sebagai tujuan hidup.

No, I don't blame you for making happiness as goal.

Hanya saja, seandainya kita mau memahami apa itu bahagia, sesederhana apa bahagia, maka kita akan menyadari betapa terlalu sering kita mendapat kebahagiaan tanpa sadar dan berakhir dengan melewatkannya begitu saja. Karena ekspektasi kita tentang bahagia terlalu berlebihan, terlalu "muluk" rasanya dan terlalu luar biasa. Itu yang membuat kita tak dapat merasakan kehadirannya. Jika kita mau sedikit lebih relaks mungkin kita akan menemukan makna bahagia dalam hidup kita.

Mari sejenak beri waktu untuk diri kita, pejamkan mata, tarik nafas yang dalam, dan mulai pikirkan bahwa kamu sudah berhasil berjuang sampai titik ini. Melihat kembali bagaimana perjalanan beberapa hari yang lalu, yang pernah kamu bilang melelahkan atau kamu mungkin hampir memilih untuk menyerah. Di detik ini, hal yang kamu pernah sebut melelahkan itu berhasil kamu lalui, lihatlah itu sebagai sebuah keberhasilan, sebuah kebahagiaan.

"Beri selamat dan terimakasih pada dirimu sendiri karena akhirnya bisa menaklukkan semuanya,"

Ternyata baik aku maupun kamu telah bertumbuh sejauh ini, bukankan terlalu rugi jika kita lepas begitu saja?. Setelah puluhan kali jatuh dan bangkit, ratusan atau bahkan ribuan kali menitikkan air mata lalu menyekanya, bukankah ada hal baru yang kita pelajari?. Dari rasa sakit itulah, kita mulai berharap untuk bisa memiliki hari yang lebih baik. Itulah yang membuat kita bermimpi, maka itulah yang bisa menjadikan kita hidup. Menggenggam keinginan untuk kehidupan yang lebih baik, agar bisa mengulang bahagia yang sempat di renggut sedih.

Akan aku tutup tulisan ini dengan sebuah pesan yang pernah kudengar dari mentorku mungkin tepatnya 3 tahun lalu (2018),

"Jika kamu merasa diberi kesusahan, itu pertanda Tuhan tak cuek padamu, Dia sedang memperhatikanmu, sambal menunggu kamu memberiNya kejutan dengan kemampuanmu bertahan dan menyelesaikan semuanya,".

Ingat ini jika kamu merasa sangat tertekan atau merasa sendirian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun