Di satu sisi, dia sedang membawa berita, mengabarkan fakta kepada seluruh penjuru dunia khususnya Indonesia umumnya Global. Tetapi di sisi alin, alih-alih ikut membantu mengurangi angka pelecehan seksual, laman berita domestic ini justru melakukan sebaliknya. Entah dengan sengaja atau tidak, ia secara tidak langsung memberi "consent" (persetujuan) pada narasi "perempuan cantik wajar/boleh menjadi korban pelecehan seksual,"
Media yang harusnya membantu campaign #antikekerasanseksual malah melanggengkan budaya objektifikasi perempuan, melegalkan labelisasi cantik pada korban kekerasan seksual. Speechless :(
Terus kenapa kalau korbannya cantik? Dalam kesempatan yang memperlihatkan mirisnya wajah pendidikan dan moral di Indonesia, mengapa media ini masih sempat-sempatnya meletakkan labelisasi yang menumbuhkan rasa takut karena terlahir menjadi perempuan. Seolah berpesan kepada setiap pembaca bahwa keamanan hidup perempuan didasarkan pada standart kecantikan????.
Pesan untuk bapak reporter dan ibu redaktur....
"Kecantikan bukanlah pencapaian, dan bukanlah prestasi. Setiap perempuan memiliki kecantikan yang Tuhan telah tetapkan sejak lahir, maka cantik bukanlah pemberian manusia apalagi standart media,".