Mohon tunggu...
Nurul Mahmudah
Nurul Mahmudah Mohon Tunggu... Guru - Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Si sanguinis yang sering dibilang absurd. Aku tukang rebahan yang berharap bisa memberikan perubahan untuk Negara.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nadi Kartini

21 April 2020   13:00 Diperbarui: 29 April 2020   04:33 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari tu sepanjang tayangan TV

Selalu disuguhkan dengan kalimat-kalimat ber-tagline "Kartini"

Seketika aku mengingat kembali sejarah Indonesia

Bagaimana perempuan-perempuan Indonesia kala itu.

Tidak merdeka seperti sekarang

Perempuan yang secara tendensi tersudutkan,

Seakan makhluk yang paling lemah

Jangankan berperang ikut mengangkat senjata untuk mengusir penjajah

Untuk sekadar belajar berpendidikan tinggi dan urusan memilih jodoh pun

Perempuan tidak di berikan hak yang luas

Sempat berfikir, bagaimanaya, Perasaan perempuan Indonesia waktu itu.?

Sedikit aku mencoba menebak-nebak

Hmmm, perempuan waktu itu didapur? Mungkin

Perempuan disumur?, bisajadi

Dan mungkin tugasnya hanya mandi

Mencuci baju, piring, perabot, dan apalah itu,

Bila perlu mencuci seluruh aggota tubuh laki-lakinya

Perempuan sebagai objek permainan laki-laki saja ditempat tidur?

Ya, mungkin

Perempuan hanya disetting untuk pintar

Didapur, sumur, dan ditempat tidur saja

Seketika itu aku membenci laki-laki

Setiap membuka kembali lembaran sejarah

Belenggu patriarki yang tidak saja membatasi hak perempuan dan di nomor sekiankan.

Tetapi patriarki adalah pembunuh

Tuan itu berhasil membunuh pemikiran perempuan dan dijadikannya kerdil

Tanpa sedikitpun diberikan hak atas memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki.

Namun Indonesia dimasa sekarang

Perempuan berpendidikan tinggi sudah jadi hal lazim, banyak sekali ditemukan

Layaknya seorang laki-laki yang sudah lebih dulu merasakan hal tersebut

Secara posisi dan kedudukan sudah seimbang adanya

Budaya kolot jaman dulu sudah tidak relevan lagi

Terlebih sekarang kita sudah memasuki revolusi digital katanya

Industry 4.0 keren kan?

Ya mungkin budaya kolot jaman itu bakal terus ada

Kalau tidak ada yang memutus

Putus.. memutus..

Ya generasi pemutus itu memang harus ada

Sedikit aneh memang istilah generasi pemutus

Dan aku yakin generasi itu ada

Generasi yang berhimpun, bergerak dalam sebuah perjuangan

Berjuang untuk memutus, memberangus bahkan

Dan menghapus posisi dan kedudukan perempuan pada tempat terpinggirkan

The second man lebih bahayalagi

Perempuan pada posisi yang marjinal

Dan mengakar paham marjinalisasi perempuan

Tendensinya sangat mendeskreditkan kaum perempuan kala itu

Miris

Tokoh generasi pemutus itu adalah kartini

Pemilik semboyan "habis gelap terbitlah terang"

Yang menggugah hati dan pergerakan kaum-kaum perempuan setelahnya

Dikembalikannya hak-hak yang sama bagi perempuan, kemerdekaan yang luas

Kini,

Siswa, guru, polisi, TNI, menteri, Presiden sekalipun

Dan masih banyak lagi posisi strategis lainnya di Indonesia maupun Internasional

Dan perempuan ada didalamnya

Tetap semangat perempuan Indonesia, jangan lemah karena kartini masih hidup di setiap aliran nadi kita perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun