"yang lain udah main ke video, lo masih aja nulis"
"kira-kira kalau Kompasiana pivot (mengubah arah bisnis) jadi platform komunitas aja gimana?"
"Gimana kalau Kompasiana jadi platform komunitas meme seperti 9Gag?"
Periode 2018-2019, tiga pertanyaan di atas sering kali masuk ke telinga saya pada tiap pertemuan rutin dengan pimpinan di PT. Kompas Cyber Media yang menaungi Kompasiana sebagai produk blog sosial.Â
Pertumbuhan awal yang sangat masif dari platform berbasiskan audio-visual seperti Youtube, Instagram dan TikTok pada saat itu berimbas ke performa produk dan bisnis Kompasiana dengan aktivitas menulis sebagai layanan utamanya.
Ada kekhawatiran Kompasiana tidak akan bertahan di tengah tren yang hype hingga detik ini. Apalagi, Kompasiana dianggap sudah terlalu lama merugi dari sisi bisnis.Â
Menurut laporan keuangan, sejak pertama kali "disapih" pada 2011 Kompasiana masih harus mendapatkan dukungan finansial dari induknya, KOMPAS.com alias selalu merugi. Baru pada 2019 Kompasiana mencatatkan laba.
Berbagai upaya terus dilakukan agar produk ini tetap bertahan dan terus berkembang di tengah tumbangnya platform sejenis Kompasiana di Indonesia.
Memperbaiki UI/UX terutama dalam proses pembuatan konten, mengedukasi Kompasianer dalam pembuatan konten yang baik, mengoptimasi mesin agar menjadi stabil, hingga upaya promosi dengan mengoptimalkan pemberian rewards baik berupa materi maupun yang memiliki social value yang besar kepada Kompasianer dan komunitas kami lakukan.
Saya sangat yakin bahwasanya dengan berbasiskan platform menulis dengan berbagai fitur yang interaktif dan kesolidan komunitasnya, Kompasiana masih bisa tumbuh.
Meskipun dalam mempertahankan argumen tersebut, saya sempat jadi "bulan-bulanan" bos-bos di Palmerah hingga harus menekan biaya organisasi dengan mengambil langkah resizing (pengurangan karyawan) hingga seperempat dari total karyawan Kompasiana pada 2019.
Kalaupun harus pivot, saya pikir akan sangat menguras energi dan membutuhkan banyak modal karena akan berkompetisi dengan platform yang sudah sangat besar seperti Google, Meta dan TikTok.
Tantangan tidak berhenti sampai di situ. Setahun setelah resizing, Covid-19 melumpuhkan banyak aktivitas luring yang menjadi unggulan Kompasiana setelah aktivitas menulis.Â
Kegiatan kopdar seperti Kompasiana Nangkring, Blogshop, hingga acara tahunan Kompasianival harus dilakukan secara daring. Minat pengiklan pun mulai turun. Seturut dengan hal tersebut, bisnis Kompasiana pun kembali menghadapi tantangan yang juga dialami oleh produk digital lainnya.
Namun, berbanding terbalik dengan produk Kompasiana yang mengalami pertumbuhan. Jumlah member dan konten tayang mengalami pertumbuhan yang eksponensial setelah terkoreksi (turun) selama tiga tahun berturut-turut (2015-2017).
Hal inilah yang kami manfaatkan untuk menyesuaikan cara berbisnis dari penyelenggaraan kegiatan luring atau offline event menjadi content marketing dan micro-influencer program.
Hal tersebut mendapat respon positif dari pengiklan dan Kompasiana dapat memberikan keuntungan finansial langsung ke Kompasianer dari program kerjasama tersebut.Â
Jadi, kalau ada yang bertanya, "Kok Kompasiana sekarang jarang bikin event?". Salah satu jawabannya karena permintaan pasar di atas.
Meskipun begitu, kami tidak akan menghilangkan kegiatan luring yang menjadi ruh para blogger atau Kompasianer. Serangkaian kegaitan luring atau kopdaran masih tetap kami selenggarakan, baik dengan atau tanpa sponsor.Â
Dalam pengelolaan finansial Kompasiana memang sedikit unik dibandingkan produk digital lain atau mainstream media. Kami harus menyisihkan lebih besar biaya untuk program-program yang keuntungannya harus langsung dirasakan Kompasianer.
Meskipun profit, Kompasiana tetap harus bijak mengelola keuangannya karena sebagian besar keuntungan harus dikembalikan ke Kompasianer melalui berbagai program, seperti K-Rewards, Infinite, content creation workshop hingga menjaga situs web Kompasiana agar tetap stabil dengan menyediakan ruang penyimpanan yang super besar dan mahal di Amazon Web Service.
Sudah tiga tahun belakangan para mahasiswa dan pelajar ramai menulis di Kompasiana, baik karena tugas sekolah maupun yang berbagi gagasan atau sekadar curhatan. Kehadiran generasi muda tersebut menjadi sebuah peluang bagi Kompasiana agar dapat terus diterima publik meskipun zaman berganti.
Kami pun mulai serius untuk mengembangkan kategori video yang dapat ditayangkan di platform KG Now bagi video terpilih agar mendapatkan jangkauan yang lebih luas dan tentunya Kompasianer pemilik video tersebut akan mendapatkan keuntungan finansial alias honor seperti program ekstensi konten (Infinite) di Kompasiana ke KOMPAS.com yang lebih dulu diimplementasi.
Begitu juga dengan program Kampusiana yang sudah berjalan sejak 2022. Dalam program ini terdapat banyak beragam kegiatan seputar kampus, mulai dari workshop, kompetisi hingga kopdaran ala mahasiswa.
Hingga hari ini, jumlah konten yang tayang telah melampaui 3,9 juta artikel dengan jumlah Kompasianer yang mencapai  lebih dari 4,9 juta akun.
Artikel ini adalah mukadimah dari cerita "menulis itu istimewa" yang akan saya sampaikan di bagian berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H