Di tengah guyuran hujan deras yang belakangan sering menyapa Jakarta, Alfa bercerita tentang studinya di negeri Belanda. Sudah lama saya tidak bertemu kawan lama ini. Terakhir, hampir 3 tahun lalu di sebuah mal di dekat Budaran HI, Jakarta. Pertemuan di sebuah warung kopi di Senopati itu seakan memupuk semangat untuk semakin cinta dan berbakti kepada tanah air. Bukan membangga-banggakan masing-masing pribadi, obrolan kami justru menyentuh hal klasik di negeri ini, pendidikan!
Jika mengingat bunyi pasal 31 UUD, kita dengan bangga hati dan yakin akan pendidikan setiap anak manusia yang terlahir sebagai warga negara Indonesia yang sudah terjamin. Semua ditanggung dan menjadi kewajiban negara! Tetapi, bukan Indonesia kalau semua dimplementasikan secara nyata. Sebagian orang---termasuk saya---menganggap bunyi pasal tersebut hanyalah kicauan semu sebuah negara yang masih memiliki ribuan sekolah dengan loteng dan bangku keropos ini.
Kembali ke obrolan malam itu. Singkat kata, Alfa cerita banyak soal pendidikan---sekaligus bertanya tentang perkembangan organisasi yang saya rintis, Komunitas Teplok. Bersama teman-temannya di Jogja, tempatnya kuliah dan tinggal, dia membuat suatu lembaga atau yayasan yang memiliki tujuan membantu anak-anak kurang mampu dalam mengakses pendidikan formal.
[caption id="attachment_321939" align="aligncenter" width="500" caption="Camp Foundation Booklet/Dok. Alfa"][/caption]
Yayasan tersebut diberi nama Camp Foundation. Yayasan pendidikan yang didirikan di penghujung tahun 2013 ini memiliki visi dan misi yang seharusnya diemban oleh negara, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jangan berpikir muluk dulu. Kekuatan dan skala yayasan ini belum sekuat dan sebesar Kementerian Pendidikan atau lembaga pendidikan lainnya. Niat dan tujuan mereka lah yang menjadikan Camp Foundation pantas memiliki visi dan misi tersebut.
Dari Belanda ke Jogja
Satu hal yang membuat saya tertarik dengan anak-anak muda yang sebagian besar menghabiskan waktu semasa sekolahnya di negeri kincir angin ini adalah tekad untuk berbakti kepada masyarakat. Meskipun mereka kerap berada jauh di benua biru, hati dan cita-citanya masih terurai di Indonesia, tepatnya di Jogjakarta.
Alfa, Anggia, Chita, Diah Paramitha dan Joshua adalah lima serangkai pendiri Camp Foundation dan sebagian besar dari mereka sebelumnya tidak berada di Jogja sebagai basecamp yayasan ini, tapi di Belanda. Dengan merekrut para relawan yang memiliki visi dan misi yang sewarna, Camp Foundation akhirnya dapat dikelola dengan baik oleh tangan-tangan yang profesional.
[caption id="attachment_321935" align="aligncenter" width="614" caption="Founder Camp Foundation: (dari kiri ke kanan) Dyah Pramitha, Alfa, Joshua, Anggia dan Chita"]
Menggali ilmu di negeri orang bukan berarti melupakan jasa negeri sendiri. Mungkin begitu arah pikiran mereka sehingga berbakti dan mengabdi ke masyarakat adalah pilihan dan tugas yang mulia sekaligus sebagai suatu bentuk balas budi.
Belajar dari Kegagalan