Mohon tunggu...
Nurulloh
Nurulloh Mohon Tunggu... Jurnalis - Building Kompasiana

Chief Operating Officer Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Think Before Thinking !

13 Januari 2011   13:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:38 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1294921720883767402

Biasanya sebelum kita melakukan suatu tindakan atau mengucapkan sesuatu, kita diwajibkan untuk berpikir terlebih dahulu agar setiap tindakan atau ucapan tidak menimbulkan masalah dan bermanfaat sesuai tujuan. Dalam menulis, kita dituntut untuk berpikir, sebagaimana slogan think before writing, think before posting---jika kita menulis di media internet seperti social blog ataupun media arus utama. Think before tweet, belakangan menjadi familiar terkait fenomena pengguna social media, Twitter yang penggunanya terkadang berkicau tanpa berpikir alias asal njemplak. [caption id="attachment_84504" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi-Thinking (shutterstock)"][/caption] Lantas bagaimana jika pikir sebelum berpikir, think before thinking ?!, sebuah analogi dan menjadi  tahapan paling dini sebelum berpikir. Terkadang susah dicerna, memang tapi perlu ditelaah lebih lanjut. Tahapan ini masih berada di dalam kepala, belum berupa tindakan dan atau ucapan. Proses berpikir seseorang memerlukan waktu dan adanya durasi walaupun hanya satu detik atau sekejap, tergantung cara berpikirnya seseorang. Ketika proses berpikir berjalan, dimana terdapat durasi waktu, di situlah kita memikirkan apa yang kita pikirkan. Di sini saya mengaitkan dalam dunia tulis menulis seperti di Kompasiana, yang belakangan banyak tulisan-tulisan yang di-posting setiap individu, yang mengharuskan kita sebagai pembaca, menilai tulisan tersebut tidak lebih sebagai sampah. Seringkali saya mengingatkan diri saya sendiri, untuk memikirkan dampak positif dan negatif dari tulisan yang saya buat. Aspek moral dan humanity adalah yang utama, sebagaimana saya menjabarkannya ditulisan sebelumnya, Moralitas dan Humanitas dalam Menulis. Pertanggungjawaban moral penulis sangat diperlukan dan wajib dimiliki. Apa yang kita tulis terlebih diperuntukkan untuk khalayak ramai, harus memiliki dasar moral, sehingga pesan atau informasi yang kita sampaikan kredibel dan berkualitas meskipun hanya beberapa kalimat. Sebisa mungkin hindari kata-kata yang kasar dan vulgar serta tidak menyebarkan kebencian akan sesuatu. Begitupula dengan humanitas, sisi kemanusiaan yang wajib dijunjung karena merupakan sebuah penghargaan terhadap keberadaan manusia seutuhnya. Tidak menyebabkan suatu pihak merasa dirugikan terlebih merasa tidak dihargai, hal ini menunjukkan pentingnya sisi humanitas dalam menulis. Keduanya penting dan menjadi modal dasar bagi setiap penulis agar kredibilitas dan kapabilitas tetap terjaga dan keberadaannya bermanfaat. Popularitas Adanya rating tulisan serta kesakralan menjadi artikel headline ---menurut sebagian orang---di kompasiana secara langsung maupun tidak, telah membuat kita terpacu untuk menulis sebaik dan sebagus mungkin. Narsis ! adalah manusiawi, setiap orang memiliki keinginan untuk terkenal dan dipuji. Namun sayangnya tidak sedikit penulis yang mencapai kepopuleran dengan cara yang justru mengenyampingkan sisi moral dan humanity. Think before posting rasanya diabaikan, terlebih think before thingking ! Popularitas memang didapatkan, tetapi bernafaskan negatif. Puluhan bahkan ratusan ribu pembaca mampir di tulisannya, namun apa yang didapat? Hanya cacian dan makian serta antipati yang muncul seiring konten dari tulisannya tersebut. Kredibilitas dan kapabilitas penulis dipertaruhkan dan dijual dengan tulisan yang sungguh "murah". Apalagi jika tulisan yang berbau SARA, sangat sensitif dan mengundang perdebatan yang tak berujung, bahkan berakhir dengan pertikaian. Misalnya, mengenai agama. Siapapun berhak menulis tentang agama apapun, tetapi jangan sampai kita terjerumus dalam pikiran sempit yang menyudutkan apalagi menghina agama lain atau agama sendiri. Jangan berpikir jika kita menyudutkan atau menghina agama, terlebih agama yang tidak dianut oleh si penulis, akan diagung-agungkan oleh sesama penganut agama kita sendiri, jangan berharap juga kita mulia di hadapan tuhan dengan menyudutkan dan menghina agama lain. Jangan juga berbangga hati telah menjadi pejuang agama, jika kita masih menyudutkan dan menghina agama lain. Semua agama menggajarkan kebaikan, semua orang tahu itu ! jadi untuk apa kita menyohorkan agama sendiri dengan menyudutkan dan menghina agama lain. Begitu juga dalam berkomentar, nyatanya kita masih gampang terpancing terhadap suatu tulisan tentang agama atau kepercayaan, terlebih jika menyangkut agama yang kita anut. Tanpa berpikir, kita langsung menyerang penulis, padahal tulisan yang kita respon tidak menunjukkan sama sekali unsur penghinaan atau menyudutkan. Jika terdapat sebuah tulisan menyoal agama, cukuplah bagi kita untuk menambah pengetahuan kita akan agama lain atau memperdalam agama sendiri. Di sinilah kita menyadari pentingnya berpikir. Berpikir sisi moral dan humanity serta sisi lainnya  sebelum kita menekan tombol huruf atau angka pada keyboard komputer atau sebelum menggoreskan tinta di atas kertas, karena kredibilitas dan kapabilitas, dipertaruhkan di situ. Penulis yang mengenyampingkan dua hal tersebut hanya akan mendapatkan sebuah kepopuleran semu. Pesan dan informasi yang disampaikan hanya akan melahirkan antipati pembaca. Maka cobalah kita pikir sebelum berpikir ! tidak hanya sekedar think before posting but think before thingking ! demi meminimalisir resiko terhadap apa yang kita sampaikan. Selamat berpikir ! NuruL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun