Mohon tunggu...
Nurulloh
Nurulloh Mohon Tunggu... Jurnalis - Building Kompasiana

Chief Operating Officer Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tak Cukup Jika Hanya Mendata

22 Januari 2010   04:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:20 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Babe, pembunuh yang memutilasi korbannya telah mengemparkan Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Motif Babe ini tergolong sadis bahkan bisa dibilang lebih sadis dibanding Ryan sang pembunuh berantai itu. Korban Babe adalah anak di bawah umur yang tinggal di jalanan alias anak jalanan atau gelandangan.  Sebelum membunuh korbannya dengan memutilasi, Babe kerap melakukan aksi sodomi terhadap korbannya itu. Kasus ini nyatanya telah menyita perhatian dadakan polisi dan pihak terkait. Kebijakan untuk melakukan razia dubur anak-anak jalanan pun dikeluarkan, namun pada akhirnya kandas juga karena kontradiksi dari masyarakat dan pihak-pihak lainnya karena hal merazia dubur anak jalanan itu telah mengganggu privasi seseorang bahkan bisa dianggap pelecehan. [caption id="attachment_58557" align="aligncenter" width="500" caption="Polisi mendata anak- anak jalanan yang sering terlihat di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara,Kamis (21/1). Selain nama, alamat, dan nama orangtua, anak jalanan juga didata mengenai pernah tidaknyamendapatkan perlakuan kekerasan dari orang lain. (KOMPAS)"][/caption] Kekhawatiran pihak-pihak yang menyetujui razia dubur itu memang beralasan, yaitu untuk mengantisipasi kasus serupa yang dilakukan Babe itu. Mereka berpendapat bahwa lebih dari separuh anak-anak jalanan itu telah mengalami aksi sodomi, baik itu oleh teman maupun orang yang lebih tua dari mereka. Luput dari perhatian orang tua dan pemerintah, membuat anak-anak jalanan menjadi objek yang paling mudah untuk dibujuk melakukan tindakan asusila dan tindak kejahatan. Selain itu karena keadaan ekonomi mereka yang buruk dan pendidikan yang mereka enyam pun tak mumpuni bahkan banyak diantara anak-anak jalanan itu tak pernah merasakan sedikitpun manisnya "bangku'" sekolah. Balik ke persoalan merazia dubur tadi, yang akhirnya batal karena tekanan dan kontradiksi dari pihak-pihak lain, digantikan dengan hanya melakukan pendataan anak jalanan. Seperti yang ditulis Kompas (22/1), Polisi bekerjasama dengan Dinas Sosial DKI Jakarta melakukan pendataan di Jakarta Utara. Banyak anak jalanan yang didata dan mereka yang sudah didata itu diimbau untuk membuat laporan polisi. Cara seperti ini sama halnya ketika narapidana yang baru keluar dari penjara yang diwajibkan melapor dengan tenggat waktu yang ditentukan, agar hal-hal yang tidak diinginkan tak terjadi lagi yang nantinya bisa membawa mantan narapidana itu dijebloskan ke penjara lagi. Banyak anak-anak jalanan itu takut kena razia. Tindakan razia dubur yang akhirnya batal dan digantikan dengan pendataan dapat dianalogikan seperti mengobati penyakit dan bukan mencegahanya. Kasus sodomi dianggap penyakit yang harus diobati jika sudah melanda, padahal mencegah "penyakit" (sodomi) dan tindak kejahatan yang banyak dilakukan anak jalanan itu dapat dicegah. Jika sikap pemerintah dan pihak-pihak terkait hanya melakukan razia atau pendataan itu sama saja memelihara mereka untuk tetap berada dalam labirin kebodohan, bukan untuk mengeluarkannya dari labirin itu. Anak jalanan dan gelandangan lainnya yang berada di kota-kota besar memang menjadi fenomena sendiri dari kemegahan kota-kota besar seperti Jakarta. Bermaksud untuk mengadu nasib di Jakarta, mereka rela meninggalkan keluarga di kampung halaman. Tetapi tidak semua anak-anak jalanan berasal dari luar Jakarta, banyak pula yang berasal dari Jakarta bahkan ada yang berasal dari keluarga mampu dan kaya. Memilih untuk keluar dari keluarga kerap menjadi pilihan anak karena tidak betah dengan keadaan rumah mereka. Perlakuan orang tua mereka yang abai dan ketidakharmonisan keluarga, merupakan alasan yang banyak melatarbelakangi mengapa anak-anak tak betah dirumah dan memilih tinggal di jalanan bersama anak-anak lainnya yang terlebih dahulu mengenal kehidupan jalanan. Mereka memang perlu didata tapi yang lebih penting mereka itu perlu pembinaan dan pendidikan yang layak. Pembinaan dilakukan agar anak-anak yang memilih hidup di jalanan berpikir ulang bahwa masih banyak orang yang menyayangi mereka dan tidak rela jika mereka tidur beralaskan kardus dan beratapkan langit. Selai itu dapat juga dilakukan pembinaan akan keterampilan mereka yang terkubur ketika mereka berada di jalanan. Pendidikan bagi mereka juga menjadi sangat penting karena kebanyakan dari mereka tak mendapatkan hak mereka untuk mengenyam pendidikan yang layak, terutama anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan tak jelas asal usulnya. Berbagai cara dapat dilakukan, seperti membuat sanggar-sanggar pendidikan dan pembinaan khusus anak-anak jalanan. Disana mereka bisa dibimbing dan diajar oleh tenaga-tenaga sukarelawan yang peduli akan nasib mereka. Setidaknya dengan cara seperti itu, anak-anak jalanan yang biasanya hanya mengamen dan bermain dapat mengisi hidupnya dengan pendidikan. Tak mustahil jika mereka mendapatkan pendidikan dan pembinaan, suatu saat nanti mereka dapat menuai kesuksesan dan berhasil, tentunya hal ini dapat dijadikan contoh riil bagi anak jalanan lainnya. Lama-kelamaan anak-anak jalanan yang bisa dibilang "useless" dapat digerus dan pastinya mengangkat perekonomian negara, karena dengan pendidikan dan pembinaan yang merekla dapatkan dapat dijadikan modal awal untuk bekerja dan mencari uang dengan cara yang lebih baik dan menjanjikan menuju ke kehidupan yang normal dan lebih baik. Kita hanya bisa berharap  ada pihak yang benar-benar peduli akan nasib mereka. Razia dan pendataan seperti yang dilakukan sekarang, hanya membuat mereka takut dan meresa dilecehkan. NuruL

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun