Pendapat yang kedua dari Imam Maliki dan Imam Ahmad bin Hambal, beliau menghukumi perkawinan itu tidak sah kecuali dengan laki-laki yang menghamilinya dan ini harus memenuhi syarat, yaitu harus taubat terlebih dahulu.
Pendapatan Imam Syafi'i lebih luas . Bukan berarti zina itu dilegalkan. Itu adalah praduga yang salah, karena perzinaan apapun sudah terkutuk. Imam Syafi'i berkata, "Kalau satu orang mencuri buah dari satu pohon, ketika itu haram.Â
Kemudian dia beli pohon itu, maka apakah buahnya tadi masih haram atau sudah halal? Itu sudah halal. Tadinya haram kemudian menikah baik-baik maka menjadi halal". Tapi agar tidak salah paham- apakah dia terbebas dari dosa berzina ataukah dia terbebas dari murka Tuhan? Tidak. Itu tadi dari segi hukum. Dalam pandangan madzhab ini, wanita yang zina itu tidak mempunyai iddah, adapun jika melangsungkan pernikahan, maka nikahnya tetap sah.
Sedangkan Ulama Hanabilah berpendapat bahwa hukumnya tidak sah menikahi wanita yang diketahui telah berbuat zina, baik dengan laki-laki bukan yang menzinainya terlebih lagi dengan laki-laki yang menzinainya, kecuali wanita itu telah memenuhi dua syarat berikut: pertama, telah habis masa iddahnya. Jika ia hamil iddahnya habis dengan melahirkan kandungannya. Bila akad nikah dilangsungkan dalam keadaan hamil maka akad nikahnya tidak sah kedua, telah bertaubat dari perbuatan zina.
6. Cara cara  untuk menghindari perceraian
* Berkomitmen dengan hubungan
* Saling memberi ruang
* Saling menghormati
* Berkomunikasi teratur terbuka dan jujur
* Terbuka dalam masalah keuangan
* Tidak egois satu sama lain