Mohon tunggu...
Nurul Aulia Permana
Nurul Aulia Permana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jabatan saya di kampus sebagai sekretaris suatu organisasi himpunan mahasiswa jurusan bahasa dan sastra inggris bidang pengembangan intelektual

Hobi saya menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Titik Nol Bandung

9 Desember 2023   23:58 Diperbarui: 10 Desember 2023   00:30 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap kota pasti punya cerita awal. Mulai dari berdiri hingga berkembang pesat menjadi sebuah kota metropolitan. Begitu juga dengan Bandung, yang menjadi salah satu kota besar dan ramai di Wdiyada wisata indonesia
Tugu Ir. Soekarno yang terdapat di jajaran tugu lainnya.
Jika kita mengenal lebih jauh tentang Bandung, tentunya tidak asing dengan satu daerah yang di beri nama titik nol KM (kilometer) Bandung. Titik yang berada di Jalan Asia Afrika itu adalah awal kebangkitan Kota Bandung menjadi kota besar dan terkenal sebagai ibu kota Jawa Barat seperti sekarang ini.
Semuanya berawal ketika Gubernur Jendral Hindia-Belanda, Herman Willem Deandels berkuasa pada 1808 hingga 1811. Deandels berinisiatif membangun jalan raya pos dari Anyer hingga penarukan, yang jaraknya mencapai kurang lebih 1.000 km.
Melansir dari portal Bandung.go.id (http://data.bandung.go.id/) Bandung saat itu masih berupa hutan belantara. Deandels kemudian memerintahkan bupati Kabupaten  Bandung (1794-1826), Wiranatakusumah II untuk memindahkan ibu kota dari krapyak (Dayeuh Kolot) ke sekitar alun-alun Bandung dengan bertujuan agar rentang kendali dari Kabupaten Bandung lebih mudah ketika jalan raya Pos selesai tugu Raden Adipati Wiratakusumah II, Bupati Kabupaten Bandung 1794-1829.
Pada 1810 Dendels bersama bupati Wiranatakusumah II berjalan-jalan di kawasan hutan yang akan di lewati jalur pembangunan jalan raya Pos pada saat itu.
Sambil menancapkan tongkat, Dendels berkata "Zorg, dat als ik terug kom hier een staad is gebouwd", yang artinya "usahakan, jika aku kembali ke daerah sini, sebuah kota sudah di bangun" tugu Herman Willem Deandles, Gubernur Jendral Hindia-Belanda 1808-1811.
Akhirnya, bupati Wiranatakusumah II mendapat surat keputusan pemindahan kota kabupaten pada tanggal 25 September 1810 ke wilayah di mana Deandels menancapkan tongkatnya.
Tugu Nol kilometer, Bandung.
Hingga saat ini, penanggalan dalam SK itu kini menjadi patokan sebagai hari lahir bandung. Sedangkan, tempat Dendels menancapkan tongkatnya menjadi titik KM 0 atau monument kilometer nol yang terletak di depan kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat di Jalan Asia Afrika, di pusat Kota Bandung.
Gambar terkini di ambil dari sumber yang sangat accurate karena di lingsir dari media berita. apalagi sekarang di jalan tersebut banyak sekali pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri.
Prasasti Bandoeng KM, "0" (NOL)
Selain tugu titik nol kilometer Bandung, juga terdapat tugu kereta tumbuk yang di pergunakan untuk pembangunan jalan pada saat itu, tentu kereta bersejarah tersebut sudah tidak lagi di pergunakan namun menjadi bukti peralatan kolonial pada masa itu. Ditambah lagi kantor Bina Marga sebagai penguat sejarah.
Untuk lebih lanjut tata letak titik nol kilometer Bandung yang sekarang menjadi salah satu monumen di jalan Asia Afrika cek disini
Selain itu, bangunan pertama yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bandung terletak di Jalan Dalem Kaum, kawasan alun-alun Bandung. Sejak awal berdiri pada tahun 1812 hingga kini, masyarakat menyebutnya Pendopo. Pada 26 Februari 2011, Pendopo Bandung mendapat penghargaan dari organisasi Bandung Heritage sebagai bangunan bersejarah yang terawat keasriannya. Pendopo pada tahun 1815.
Pembangunan Pendopo pada saat itu di prakarsai bupati Bandung ke-6 Wiranatakusumah II yang bernama asli Raden Inderareja dan kerap di panggil Dalem Kaum. Bupati yang di juluki The Founding Father inilah yang langsung memilih lokasi  pembangunan Pendopo. Ia membangun Pendopo tepat menghadap kea rah gunung keramat Tangkuban Perahu yang merupakan simbol kepercayaan sejarah masyarakat sunda. Tak hanya itu, lokasi bangunan yang berada di sekitar masjid, pasar, dan alun-alun merupakan sentuhan tata ruang tradisional yang sengaja di pilih. Pendopo semula di bangun menggunakan kayu, beratapkan ilalang dan injuk, di sekitarnya di bangun jalan kecil bertabur batu kerikil, dengan kikis, (pagar bambu) di kiri kanan nya yang di sebut lulurung.
Pembangunan Pendopo yang di mulai sejak tahun 1811 dengan berakhir pada tahun 1812 dan menjadi gedung pemerintahan pertama yang berdiri di Kota Bandung. Wiranatakusumah II sempat juga menanam pohon beringin di halaman Pendopo yang juga rumah dinas Bupati kala itu.
Pada masa pemerintahan Bupati R.A.A Wiranatakusumah IV (1846-1874) tahun 1850, bangunan Pendopo saat itu di renovasi, dindingnya di ganti dengan tembok bata dan beratapkan genteng, tahun 1935, di bangun tempat tinggal Wali Kota di belakang Pendopo yang merupakan hasil rancangan Presiden Soekarno.
Seiring berjalan nya waktu banyak yang berubah, salah satunya adalah kondisi fisik bangunan yang di arahkan kepada bangunan ramah lingkungan di pendopo.
pendapat H.Iya Sunarya selaku yang mengelola urusan rumah dinas Pemkot Bandung. Di sekitar Pendopo di tanami tanaman pohon sebanyak 1.070 buah di sekitar Pendopo, di samping itu juga, di bangun tujuh sumur resapan, dengan tanaman di kawasan tersebut menjadi hijau teduh. Kondisi ini membuat kawasan Pendopo menjadi sering di kunjungi beberapa jenis burung.
Sementara di luar Pendopo, alun-alun dan pasar tradisional kini berubah menjadi pusat perbelanjaan dan pemukiman penduduk yang semakin padat dan ramai. Jalan raya di depan Pendopo menjadi jalur akses yang selalu di lalui angkutan umum. Pendopo milik masyarakat Bandung, oleh karena itu pemerintahan mengizinkan masyarakat untuk menggunakan bangunan ini, guna untuk menyelenggarakan berbagai acara. Tentu saja ini semakin meningkatkan keinginan masyarakat untuk ikut memanfaatkan keberadaan pendopo sebagai melalukan berbagai kegiatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun