Tepat pukul 10.00 seorang pemuda bersurai pirang dengan setelan kemeja batik yang menawan, sedang memoles rambutnya dengan berbagai produk yang ia punya, sampai sebuah suara Dari luar ruangannya terdengar."Kik, woy udah belom?" suara teriakan terdengar di depan pintu rumah dari seorang pemuda. Tak lama setelah teriakan itu pintu rumah itu terbuka, menampilkan sesosok pemuda berperawakan tinggi keluar dengan tampilan rapi.
"Suwe banget ky, slak jamuran aku nungguin kamu. " pemuda satunya menggerutu sebal. "Loh ky, kok sampeyan pakek batik parang tho? Memangnya kamu ndak tau kalo di Keraton Surakarta ndak boleh makek batik parang ya? " lanjutnya menginterogasi Ricky.
"Hehe, maaf ya tadi aku bingung mau pake baju apa. Lagian itu kan cuma mitos yan, ngga pasti bener juga." pemuda yang diketahui bernama Ricky itu hanya menampilkan cengirannya.
"Terserah kamu lah ky, engko kalo ada apa-apa aku ndak nanggung ya" balas Gian acuh.
"Gentala mana yan? Bukannya kita bertiga ya observasi nya? " merasa malas dengan pembahasan itu, Ricky mengalihkan pembicaraan mereka.
"Ricky sampeyan ndak nimbrung di grup toh kemarin? Gentala kan yang ngurus perijinan di sana." Gian berujar sembari mengusap dadanya pelan, ia sungguh kesal dengan temannya satu itu, sudahlah lama bersiap siap, tidak pernah ikut diskusi grup lagi.
"Uwes yok berangkat, kamu pake motor sendiri to? Apa mau bonceng?"
"Sendiri aja Gi, kamu bukannya mau ke tugu ya sama Gentala abis observasi?" tanya Ricky lagi. "iyo." Gian menganggukkan kepalanya singkat dan segera menaiki motornya untuk segera pergi ke Keraton Surakarta.
***
Singkatnya, mereka berdua telah sampai di Keraton Surakarta dan juga sudah bertemu dengan teman mereka yang lain yaitu Gentala. Sesaat setelah memasuki kawasan Keraton Ricky di buat takjub oleh bentuk dari Keraton yang unik dan tradisional. Ricky yang notabene nya bukanlah orang jawa tulen.Â
Sebagian besar dari Keraton Surakarta bernuansa putih biru dengan gaya arsitektur Jawa-Eropa. Ia bersama kedua temannya akhirnya dipandu oleh seorang Guide tour yang memperkenalkan dirinya sebagai Bintang Aleondra Bagaskara. Ia terlihat begitu bingung dengan penampilan Ricky dan menyeletuk "Dingapunten Mas, sampeyan kok ngagem batik parang? Dereng ngertos mitos njih?" mendengar hal itu Ricky hanya mengernyitkan dahinya, mengapa sedari tadi orang-orang mengingatkannya tentang pakaian yang ia kenakan? Adakah masalah dengan pakaiannya?
"Masnya kayanya ndak tau njih.. Jadi di sini itu nda boleh pake batik parang mas, karena batik parang itu sebagai simbol kehormatan, untuk raja-raja nah bagi siapa yang masuk Keraton ini menggunakan batik parang, mereka bisa kena sial bahkan bencana besar loh mas." Bintang menjelaskan dengan panjang lebar, namun Ricky yang terlalu skeptis akan hal tersebut hanya melihat ke arah kedua temannya kaku dan mengangguk kecil.
"Yaudah mas... nanti kalo masnya ada yang nyapa, disapa balik aja ya, saya pergi dulu njih, monggo diteruskan kelilingnya" setelah mengatakan hal itu Pria bernama Bintang itu pamit dan pergi meninggalkan Ricky beserta kedua temannya.
"Tuhkan ky! Ndak boleh, kamu ngeyel sih." Gian kembali menggerutu kepada Ricky. "Ngga bakal ada apa-apa Gian, santai aja kali." jawab Ricky dengan acuh. Melihat reaksi acuh Ricky, Gian naik pitam namun sebisa mungkin ia menahan untuk tidak menyumpal mulut pemuda di depannya itu dengan tas atau apapun yang bisa ia gunakan. "Kamu tuh-" mendengar Gian yang hendak kembali protes Gentala segera menengahi "Udah guys, langsung observasi aja kita, biar cepet selesai."
Mereka kembali berkeliling dengan damai, namun sesaat Ricky memasuki kawasan kompleks Keraton lor ia merasa ada hawa aneh di sekitarnya, komplek Keraton lor bisa dibilang luas, dengan tembok tembok yang mengelilingi, tembok tembok ini biasa disebut baluwarti, tembok ini menurut perhitungan Ricky tebalnya bisa sampai 3-5 meter tanpa anjungan.
Saat memasuki kawasan tersebut bulu kuduk Ricky berdiri, disana terlihat banyak pasukan Keraton yang sedang berlatih, Ricky sangat tertarik dengan pelatihan mereka, pakaian mereka, dan senjata yang mereka gunakan untuk berlatih. Pasalnya bukanlah baju dan senjata modern seperti baju tentara ataupun pistol yang mereka gunakan, melainkan hanya secarik jarik dan penutup kepala, tanpa baju dan bambu runcing yang mereka gunakan.Â
Saat asik memperhatikan pundak Ricky tiba tiba ditepuk dari belakang, ia terlonjak kaget dan menoleh ke belakang. Sepertinya beliau yang menepuk pundak Ricky adalah salah satu pasukan yang sedang ia lihat tadi. "Sendika dawuh Pangeran, wonten kepentingan punapa sangga Pangeran wonten mriki? Panjenengan saking Keraton pundi? Kulo drng nat sumerep panjenengan." orang tersebut menyapa Ricky dengan amat sangat halus, Ricky yang kurang paham akan apa yang orang itu katakan malah menyeletuk "Maaf pak, kayanya bapak salah orang, saya cuman pengunjung, bukan Pangeran pak" ucap Ricky, mendengar hal itu orang tersebut hanya mengangguk lalu pergi tanpa sepatah kata. Aneh batin Ricky saat itu, kemudian berbicara pada Gentala dan Gian. "Yan, La denger ngga tadi bapak-bapak nya manggil aku Pangeran." Ricky berdecak, memangnya aura kerajaan terlihat dari mukanya?
"Hah? Siapa ky? Aku sama Gian ndak liat ada orang yang ngomong sama kamu." ujar Gentala bingung
"Kamu halu kali ky."
Ricky hanya menggeleng pelan, ia amat yakin bahwa ia tidak berhalusinasi, sapaan dan tepukan itu terasa nyata baginya, begitupun dengan para prajurit yang masih setia berlatih di sana.
"Ky, ayok lanjut, kok malah bengong." suara teriakan Gian membuyarkan lamunan Ricky, kemudian ia menyusul teman-temannya yang sudah lumayan jauh.
***
Singkatnya mereka telah menyelesaikan observasi mereka, karena Gian dan Gentala masih ingin melanjutkan kegiatan mereka ke Tugu Yogyakarta, akhirnya Ricky pulang sendirian, saat ia hendak menuju parkiran ia bertemu dengan orang yang Ia temui tadi di Keraton Lor, kali ini mukanya tidak menampakkan keramahan pada Ricky, menurut Ricky muka dari orang itu terlihat marah, yang mengejutkan orang tersebut hanya berjalan melewati Ricky, hawa dingin dengan semerbak kemenyan tercium setelahnya, sontak Ricky berbalik melihat orang tersebut, namun ia dibuat terkejut karena orang tersebut sudah menghilang dari pandangan Ricky. Mengesampingkan pikiran negatifnya, Ricky segera pergi menuju tempat ia memarkirkan sepeda motornya. Entah mengapa setelah kejadian itu perasaan Ricky menjadi gelisah. Sepanjang perjalanan ia hanya memikirkan kejadian di parkiran tadi. Ia segera pergi dari daerah Keraton untuk segera pulang, belum lama ia mengendarai motornya sesuatu yang aneh terjadi, ia kehilangan keseimbangan tanpa sebab, setenang mungkin ia mengendalikan motor yang ia kendarai namun nihil. Ricky kehilangan keseimbangan, karena keadaan jalan raya yang sangat ramai ia membanting setir ke arah pembatas jalan. Akibatnya sepeda motor Ricky bagian depan Rusak parah, badan Ricky terpental ke samping sejauh 5 meter dari jatuhnya sepeda motor Ricky, badan Ricky terluka cukup parah, untungnya ia mengenakan helm, namun ia tak sadarkan diri.
Beberapa saat kemudian, Ricky tersadar disebuah ruangan putih dengan bau familiar, bau Rumah sakit, badannya terasa sakit semua apalagi bagian tangan kanannya. Ia berusaha bangun namun dengan segera seseorang menahannya.
"Udah ky, ndak usah dipaksain tiduran aja dulu."
Suara yang amat familiar di telinga Ricky, suara temannya yaitu Gian.
"Aku kenapa Yan?" Ricky bertanya pelan, jujur saja badannya terasa remuk sekali, untuk membuka mulutnya saja butuh effort yang besar.
"Jatuh ky dari motor, tadi kamu ndak ngecek rem motor kamu ya ky?" Intonasi suara Gian melembut, kemudian ia melanjutkan, "Parah ky, parah banget, tulang bagian pergelangan tangan kamu retak, tapi udah disambung, terus tadi aku sudah ngubungin Orang tuamu, tapi aku lupa kalo mereka masih di luar kota, mereka lagi di jalan ky."
Mendengar hal itu Ricky rasanya ingin menangis saja, butuh berapa bulan kira-kira untuk menyembuhkan lukanya? Ia tertawa getir.
"Maaf ya ky, harusnya aku sama Tala nemenin kamu tadi."
"ngga usah minta maaf Yan, bukan salah kamu, salah aku sendiri. Gentala mana?"
"Lagi- oh itu dia." tepat setelah mengatakan itu Gentala memasuki ruang inap Ricky.
"eh udah bangun Ky, gimana? Masih ada yang sakit? Di sebelah mana?" Mendengar pertanyaan pertanyaan Gentala, Ricky menggeleng pelan, tentu bohong. Badannya terasa remuk semuanya, pundaknya amat berat, seperti ada seseorang yang menaiki punggungnya.
"Kok bisa jatuh gimana ky? Tadi waktu aku sama Gian mau ke tugu malah balik terus di jalan liat ada rame-rame ternyata kamu jatuh Ky. Kita kaget banget, untung Gian orangnya kepoan jadi kita bisa tau itu kamu ky." Gentala kembali berbicara dengan Ricky tanpa henti.
"Ngga tau, kayanya rem-nya ngga berfungsi. Padahal tadi pas berangkat fine fine aja." Ricky berkata dengan logat jaksel nya yang kental. Ada sesuatu yang mengganjal di benaknya namun ia sendiri bingung apa, ia menatap kedua temannya intens, lalu bertanya "Kalian berdua beneran ngga lihat apa-apa di Keraton"
"Liat ky, liat yang kayak guci cucian itu, terus ukiran kayu, liat pengunjung lain." Gian menimpali pertanyaan Ricky. "Tapi kalo yang ndak kasat mata, kita ndak weruh soalnya kita tumpul"
"Jadi aku ngerasa ada something weird gitu, tapi nggak tau apa. Aku kan tadi bilang kalau ada pasukan yang lagi latihan. Nah, pas pulang aku liat lagi, komandannya. Tapi raut mukanya beda sama pas awal aku ketemu dia, jadi dia kaya punya dendam ke aku gitu, natapnya kaya kosong terus tajem."
Gian dan Gentala tentu sangat shock mendengar itu, mereka sama sekali tidak melihat pasukan Keraton atau apapun itu, yang mereka lihat hanyalah pengunjung yang berlalu lalang dan petugas-petugas Keraton, mereka tidak melihat pasukan-pasukan ataupun komandan seperti yang Ricky sebutkan.
"kita ndak weruh sama sekali ky, aku kira kamu beneran halu tadi." Gian menjawab pertanyaan Ricky dengan keheranan, ia menatap Gentala dengan raut bertanya, akankah ia melihat orang yang dibicarakan Ricky.
"Seriusan Ky, sampeyan liat begituan?"
Ricky hanya mengangguk pelan, ia bahkan bukan anak indigo yang bisa melihat hal seperti itu, ini adalah pengalaman pertama, namun ia masih ragu, benarkah orang-orang itu bukan manusia sungguhan, Ricky pusing memikirkannya. Hingga perkataan Gian memecahkan pikirannya.
"Ky, jangan-jangan gara gara kamu make batik parang? Tuhkan ky itu bukan mitos ky."
"Ah masa cuma gara-gara itu." Ricky memejamkan matanya, peing. Ia sungguh tidak percaya, ah entahlah sekarang pikirannya begitu kacau.
"Ky, kita ndak tau apa dan siapa yang mencetuskan mitos kaya gitu. Kita ndak tau kebenaran dari mitos itu, Mitos itu ada bukan berarti hanya karangan belaka ky, bisa jadi karena memang sudah pernah ada kejadian ndak mengenakkan yang dialami seseorang yang mungkin cukup parah, makanya terciptanya mitos kaya gitu itu buat jadi peringatan orang lain biar ndak mengalami hal serupa. "
Gentala membenarkan perkataan Gian, "Itulah kenapa, kamu harus percaya sama mitos daerah ky, kamu nda bakal tau apa aja yang bakal terjadi di sini, apalagi ini bukan tempat asal kamu ky."
 Mendengar nasihat dari Gentala juga Gian, Ricky menghela napas kasar "iya sorry ya guys."
"Jangan minta maaf sama kita, kalau minta maaf ke sesepuh Keraton Ky." Gian berucap mutlak. Ricky mengangguk lalu menidurkan dirinya kembali. Kalau bisa jujur Ricky hendak menangis sekarang juga, badannya begitu sakit, Pikiran dan Hatinya terus saja gelisah memikirkan kemungkinan buruk lain yang akan terjadi padanya.
"Ndak usah mikir kebanyakan ky, pusing sendiri nanti. Kamu istirahat dulu, masalah yang itu kita atasi bareng-bareng besok kalau kamu udah sembuh." ucap Gentala yang sepertinya mengerti apa yang Ricky pikirkan.
Hal ini merupakan pengalaman Ricky yang paling terkesan dalam benaknya, ia jujur saja sudah sangat merasa takut, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menghormati mitos mitos daerah di mana pun ia berada dan tidak akan meremehkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H