Mohon tunggu...
Nurul istiqomah
Nurul istiqomah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Saya seorang Mahasiswa Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember tahun 2023, Saya memilki minat bakat dibidang penulisan karya ilmiah maupun Essay.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Proses Geologi Litosfer Samudra dan Beberapa Litosfer Benua

7 April 2024   11:03 Diperbarui: 7 April 2024   11:48 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PROSES GEOLOGI LITOSFER SAMUDRA DAN BEBERAPA LITOSFER BENUA DIDAUR ULANG KE DALAM MANTEL BUMI PADA BATAS-BATAS KONVERGEN  

Laut telah menjadi sumber kehidupan bagi manusia sejak zaman dahulu kala karena ikan yang ada di lautan menjadi salah satu sumber makanan bagi nelayan. Sejyah mencatat bahwa posisi bintang di langit digunakan sebagai alat navigasi untuk mengarungi lautan pada masa sebelum ditemukannya kompas, GPS, dan alat navigasi modern. Antara 1.000 sampai dengan 3.000 tahun Sebelum Masehi, penduduk dari daratan Benua Asia (khususnya dari Semenanjung Malay dan Taiwan) mulai bermigrasi ke Kepulauan Polinesia yang berada di tengah-tengah Samudra Pasifik. Mereka bisa berhasil dan selamat berlabuh di berbagai pulau kecil yang sangat jauh dari tempat asal mereka dikarenakan kemampuan navigasi yang mumpuni serta teknik survival di lautan yang mereka kuasai. Para pelaut pendahulu ini kemudian meneruskan pelayaran dan migrasinya sampai ke Kepulauan Hawaii di utara dan Negara New Zealand di selatan Polinesia sehingga penduduk asli Hawaii, Polinesia, dan New Zealand saat ini memiliki anatomi bentuk tubuh yang mirip karena mereka memang berasal dari nenek moyang yang sama.

Pembentukan bumi, membuat struktur bumi dan unsur-unsur didalamnya saling berkesinambungan yang menjadikan bumi sebagai 2 tempat tinggal bagi mahluk hidup dibandingkan dengan planet lainnya. Widya, A. (2020). Bumi terbentuk sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu akibat tabrakan besar-besaran antara galaksi Bima Sakti. Galaksi Bima Sakti berbentuk datar, berbentuk cakram, dan berisi kumpulan awan yang terbuat dari berbagai bahan, tempat terbentuknya matahari kita. Gravitasi memaksa kumpulan gas dan debu kosmik ini menjadi gumpalan kecil yang akhirnya menjadi asteroid dan embrio planet. Bumi sendiri awalnya berbentuk seperti bola api, namun akhirnya mendingin dan, selama miliaran tahun, dapat dihuni seperti sekarang ini.Para peneliti mengklasifikasikan era-era tersebut menjadi Hadean dan Archean, Proterozoikum, Paleozoikum, Mesozoikum, dan Kenozoikum.Era Hadean adalah zaman tertua, dimulai antara 4,6 dan 4,0 Ga tahun yang lalu (Ga berarti giga atau sepuluh, juga dikenal sebagai miliaran, dinyatakan dalam tahun). 4,6 Ga sama dengan 4,6 miliar tahun.

Bagian dari litosfer Samudra dan benua dikembalikan ke mantel bumi melalui proses yang disebut subduksi. Subduksi terjadi Ketika lempeng tektonik bertemu pada batas konvergen. Hal ini mengakibatkan dua jenis litosfer terlibat dalam subduksi. Litosfer Samudra Ketika sebuah lempeng Samudra bertemu dengan lempeng benua atau lempeng Samudra lainnya pada batas konvergen, lempeng Samudra yang lebih padat akan meluncur ke bawah lempeng lainnya dan akan terdorong. Lempeng yang diturunkan ini mulai menembus mantel bumi melalui zona subduksi

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan para ahli oseanografi kimia di berbagai negara menyebutkan bahwa penambahan unsur Fe ke dalam air laut bisa menurunkan secara signifikan kadar karbon dioksida di atmosfer penyebab pemanasan global. Penambahan Fe ini akan menghasilkan pertumbuhan fitoplankton yang banyak atau blooming sehingga akhirnya akan menyedot karbon dioksida di atmosfer dan menyimpannya ke dasar laut. Meskipun demikian, beberapa ahli lainnya masih menyangsikan keamanan 'hipotesis unsur besi' ini karena bisa berakibat buruk bagi biota laut lainnya, seperti rusaknya terumbu karang yang disebut dengan pemutihan terumbu karang, dan sebagainya sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang hal ini jika ingin diterapkan dalam skala besar. Firdaus, M. L. (2017).

Berdasarkan sifat fisika, Air laut memiliki rata-rata salinitas (salinitas) sebesar 35 bagian per mil sehingga memberikan rasa asin, sedangkan air sungai memiliki salinitas mendekati 0, dan air payau berada di antara keduanya. Ada beberapa hipotesis mengenai asal mula salinitas tinggi pada air laut. Air laut  sendiri mungkin terbentuk dari pelepasan molekul air dari bola api bumi pada tahap awal pembentukan bumi miliaran tahun yang lalu. Teori lain menyebutkan bahwa air laut dihasilkan dari bola-bola es yang jatuh ke permukaan bumi. Garam dalam air laut berasal dari dalam bumi dan dialirkan melalui banyak gunung berapi pada awal pembentukan bumi. Di zaman modern, air laut yang asin menguap sebagai bagian dari siklus air tanpa membawa garam terlarut (karena titik didih garam jauh lebih tinggi daripada titik didih air). Air ini terbawa angin ke darat, meresap ke permukaan bumi sebagai hujan, melarutkan mineral dan garam di bawah tanah, dan dibawa ke laut melalui sungai dan muara. Namun, jumlah garam yang terangkut melalui siklus air lebih sedikit dibandingkan dengan garam yang keluar dari  bumi  pada awal terbentuknya bumi dan lautan jutaan tahun.

Berdasarkan kondisi geologi, Bumi adalah planet yang dinamis. Kerak bumi, atau kulit, tempat kita berdiri lebih hangat dibandingkan kerak bumi itu sendiri dan tampak "mengambang" di atas mantel lunak bumi. Mantel bumi serta inti bumi yang panas dan dingin merupakan sisa-sisa bola api bumi miliaran tahun lalu.Selama bertahun-tahun, lapisan luar tersebut telah mengering dan mendingin, sehingga memungkinkan kita untuk masuk ke dalamnya. Sekitar 300 juta tahun yang lalu, selama Era Paleozoikum, sebagian kecil dari Era Fanerozoikum, seluruh benua atau lempeng  bumi pada mulanya merupakan satu benua yang disebut superbenua. Pada saat-saat terakhir India bergabung dengan benua Asura. Superbenua ini kemudian berubah dan pecah hingga akhirnya membentuk enam benua. Namun, jumlah garam yang terangkut melalui siklus air lebih sedikit dibandingkan dengan garam yang keluar dari bumi pada awal terbentuknya bumi dan lautan jutaan tahun lalu. Firdaus, M. L. (2017).

Zona subduksi adalah zona aktif secara tektonik dan daerah yang sering terjadi gempa bumi. Namun, ada beberapa kawasan yang jarang terjadi gempa bumi dalam jangka waktu yang lama. Kawasan itu disebut dengan zona seismic gap. Zona seismic gap harus kita waspadai karena kawasan ini belum melepaskan akumulasi energi tektoniknya. Jika terjadi gempa megathrust (gempa dengan kekuatan yang sangat besar) maka akan menimbulkan bencana tsunami seperti gempa bumi pada 17 Juli 2006 di Pangandaran.

Peristiwa gempa diakibatkan oleh energi yang lepas secara tiba-tiba. Pergerakkan lempeng tektonik mengakibatkan akumulasi energi sehingga terjadi gempa bumi. Energi gempa bumi bisa dirasakan hingga ke permukaan bumi karena energi yang dipancarkan kesegalah arah dalam bentuk gelombang seismik. Gempa bumi memiliki sifat yang berulang, dalam artian gempa bumi akan terjadi kembali di suatu wilayah tertentu dimasa yang akan datang. Berdasarkan teon lempeng tektonik, bagian luar bumi tersusun dar lempeng-lempeng yang bergerak. Bagian luar bumi terdiri dari litosfer di hagian atas dan atenosfer di bagian bawah. Bagian kerak bumi yang terbuat dari bahan yang kaku disebut litosfer Ketebalan maksimum lapisan mi di darat adalah nol km dan ketebalan maksimam di bawah laut adalah 15 kin Atenosfer terbuat dari bahan yang padat serta materinya dapat bergerak karena terdapat perbedaan tekanan. Tegangan dihasilkan pada batas antara dua lempeng yang bertabrakan. Salah satu lempeng tenggelam ke dalam atenosfer di bawah lempeng lainnya.  Lempeng samudera umumnya lebih padat dibandingkan lempeng benua, sehingga lempeng samudera tenggelam di bawah lempeng benua. Pergeseran tektonik terjadi di area.(Cahyaningsih, L1970-2020).

Hubungan yang saling berinteraksi dan saling mempengarui antara litosfer yang merupakan bagian paling luar dari bumi yang bersifat padat, dengan Atmosfir (udara) dan Hidrosfir (selaput air), yang kemudian menciptakan biosfir yang merupakan bagian dari bumi Dimana terdapat interaksi antara ketiganya dan kehidupan di bumi. Interaksi ini menyebabkan  sifat bumi yang  dinamis. Kedalam Biosfir itu termasuk semua jenis kehidupan yang ada di bumi. Dan semuanya itu terkumpul dalam lapisan atau zona yang dimulai  dari dasar Samudra keatas dan menembus hingga beberapaa kilometer kedalam Atmosfir. Kemudian tepat dibawah Atmosfir dan Samudra terdapat bagian yang keras dari bumi yang disebut litosfir. Noor, D. (2014). Pengantar geologi. Deepublish.

Pada batas konvergen, lempeng tektonik bertemu dan salah satu lempeng akan menekan ke bawah lempeng yang lain, proses ini dikenal sebagai subduksi. Lempeng samudera biasanya lebih padat dan lebih berat daripada lempeng benua sehingga cenderung untuk menenggelamkan di bawah lempeng benua. Subduksi lempeng samudera di bawah lempeng benua sering kali menghasilkan busur gunung berapi di zona subduksi. Akibat proses ini, terjadi pembentukan gunung berapi yang mengeluarkan material vulkanik dan gas-gas ke atmosfer. Subduksi litosfer samudera dan litosfer benua ke dalam mantel Bumi adalah bagian dari rekayasa tektonik yang penting dalam pembentukan pegunungan dan penentuan pola kerak Bumi. Proses subduksi juga mempengaruhi siklus karbon Bumi dengan melepaskan karbon dioksida ke atmosfer melalui vulkanisme. Namun, sebaliknya, subduksi juga dapat memperdalam siklus karbon dengan mempercepat penyebaran karbonat di dasar laut. Subduksi lempeng tektonik seringkali dikaitkan dengan gempa bumi dan tsunami yang berpotensi memicu dampak besar terhadap kehidupan dan infrastruktur di daerah-daerah terdekat. Dengan demikian, proses geologi litosfer samudera dan litosfer benua yang didaur ulang ke dalam mantel bumi pada batas-batas konvergen adalah fenomena kompleks yang memiliki dampak segnifikan terhadap perkembangan kerak bumi, siklus karbon dan bahkan kehidupan di permukaan bumi. 

Hal yang perlu diperhatikan setelah mengetahui artikel diatas:

  • Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko dan dampak subduksi lempeng dapat membantu dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. Program
  • Memperhatikan perlindungan lingkungan di daerah-daerah yang terpengaruh oleh aktivitas subduksi sangat penting. Ini termasuk melindungi terumbu karang, ekosistem laut, dan habitat alami lainnya yang rentan terhadap dampak tsunami dan erupsi vulkanik.
  • Pengembangan teknologi pemantauan seperti jaringan sensor seismik dan sistem pemantauan lautan dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mendeteksi dan memahami aktivitas subduksi secara lebih akurat.
  • Penggunaan model dan simulasi komputer dapat membantu dalam memprediksi perilaku litosfer di zona konvergen. Hal ini dapat membantu dalam mengantisipasi potensi dampak geologis dan geofisika dari aktivitas subduksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun