Seringkali ditemukan korban bullying yang tidak mampu untuk keluar dari situasi yang tidak menguntungkan tersebut. Siswa yang menjadi korban cenderung menjadi malas masuk ke sekolah, sering bolos, tidak mampu beradaptasi sebagaimana sebelum menjadi korban, tidak mampu menonjolkan kembali potensi diri, cenderung takut bila akan berhadapan dengan pelaku bullying, takut pulang sendiri, dan memilih untuk lebih banyak menyendiri. Korban "bullying" akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga absensi mereka tinggi dan tertinggal pelajaran, dan mengalami kesulitan berkonsentrasi sehingga akan berdampak pada prestasi belajarnya. siswa yang menjadi korban bullying memiliki prestasi akademik yang rendah, merasa tidak aman di sekolah, merasa tidak memiliki sekolahnya, dan merasa sedih, dibandingkan siswa yang tidak menjadi korban bullying. Hal ini akan mengakibatkan terancamnya kualitas kecerdasan anak Bangsa jika tidak ditindak lanjuti.
Ketidaksanggupan untuk bangkit dari situasi tidak mengenakkan yang pernah diperoleh korban bullying merupakan sebuah masalah yang perlu ditangani secara serius di samping kasus-kasus lain yang terjadi.
"sentuhan BK, maka diharapkan siswa mampu bangkit atas keterpurukan yang dialaminya. Adapun fenomena dimana individu mampu untuk keluar dari situasi negatif. ia dapat bangkit dan pulih kembali" dikenal dengan istilah resiliensi oleh Tugade & Fredrikson (Tatyagita & Handayani 2014: 17).
"Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih kembali dari suatu keadaan, kembali ke bentuk semula setelah dibengkokkan, ditekan, atau diregangkan. Secara sederhana resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit kembali dari kondisi terpuruk. Terdapat tiga sumber resiliensi, yaitu I have, I am dan I can. Resiliensi dapat ditingkatkan ketika dukungan diberikan (I have), ketika kekuatan dari dalam diri seperti kepercayaan diri, sikap yang optimis, sikap untuk menghargai dan empati dikembangkan (I am) dan ketika kemampuan interpersonal dan memecahkan masalah. " Â (Grotberg, 2005 dalam Tatyagita & Muryantinah 2014: 18).
Sekolah sebagai lingkungan kritis memang sangat strategis untuk membangun resiliensi siswa. Menurut (Benard dalam Prihastuti 2011) "kondisi lingkungan yang perlu diperhatikan pendidik dalam membangun resiliensi siswa, yaitu provide caring and support (memberikan perhatian & dukungan), set and communicate high expectations (menetapkan & mengkomunikasikan harapanharapan yang tinggi tapi realistik, sehingga dapat menjadi motivator yang efektif), dan provide opportunities for meaningful participation (memberikan kesempatan untuk patisipasi yang bermakna)."
"These findings support the assumption that involvement in bullying will damage the healthy development of young people and turn the world into malfunctioning societies. It is important for society to develop strategies that might prevent bullying, and school is considered to be a particularly important setting for implementing systematic approaches towards preventing bullying behaviour. Furthermore, school is in a position to initiate collaboration with both parents and local community which is important for wide reaching impact of the prevention strategies.
" Artinya, Temuan ini mendukung asumsi bahwa keterlibatan dalam intimidasi akan merusak perkembangan yang sehat. opment orang muda dan mengubah dunia menjadi masyarakat yang tidak berfungsi. Penting bagi masyarakat untuk melakukannya mengembangkan strategi yang mungkin mencegah intimidasi, dan sekolah dianggap sebagai hal yang sangat penting pengaturan untuk menerapkan pendekatan sistematis terhadap pencegahan perilaku intimidasi. Selanjutnya, sekolah berada dalam posisi untuk memulai kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat setempat yang penting untuk dampak yang luas dari strategi pencegahan. (International Journal of Developmental and Educational Psychology, 2009.)
Upaya-upaya yang dilakukan oleh guru BK untuk meningkatkan resiliensi bagi korban bullying adalah melalui mediasi, pemberian nasihat, serta konseling individu. Akan tetapi hal ini tidak mampu memberikan hasil optimal, kasus bullying masih sering terjadi dan korban bullying masih kurang mampu untuk keluar dari situasi yang tidak mengenakkan tersebut. Dibutuhkan suatu inovasi bagi guru BK untuk dapat melakukan layanan bagi korban bullying. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan kembali pelaksanaan bimbingan pribadi sosial pada korban bullying. Yusuf & Nurihsan (2012: 11), "menyatakan bahwa bimbingan sosial pribadi adalah bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial pribadi. Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator BK mengenai upaya peningkatan resiliensi ditemukan bahwa salah satu permasalahan yang dimiliki oleh guru BK adalah kurangnya materi serta pedoman dalam bentuk modul untuk mengoperasionalkan bimbingan pribadi sosial. "
Tidak terdapat modul-modul yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menjalankan bimbingan pribadi sosial kepada siswa. Hal ini diperkuat lagi dengan fakta bahwa hal-hal yang berkaitan dengan upaya pengembangan resiliensi korban bullying merupakan suatu hal yang masih bersifat baru. Berdasarkan fenomena di atas, maka perlu adanya sebuah inovasi dalam praktik pelayanan BK sebagai upaya dalam meningkatkan resiliensi bagi siswa korban bullying. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui pengembangan modul bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan resiliensi siswa korban bullying. Selain itu, berdasarkan hasil studi literatur ditemukan bahwa melalui pengembangan modul bimbingan pribadi sosial dapat memberikan kontribusi bagi guru BK yang dapat digunakan untuk membantu konseli/siswa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya terutama terhadap korban bullying. Hal ini sesuai dengan pendapat (Prayitno 2009: 26 dalam Yandri, dkk, 2013: 98) yang menyatakan bahwa "pelayanan konseling tertuju kepada kondisi pribadi yang mandiri, sukses dan berkehidupan efektif dalam kesehariannya". Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan pula ditemukan bahwa modul bimbingan sosial mengandung aspek yang dapat dikembangkan dalam bentuk panduan pelaksanaan konseling bagi siswa.
Pendapat
Bullying harus dihentikan bersama-sama. Tindakan bullying akan memberikan dampak psikologis yang buruk bagi seorang di usia berapapun terutama anak SD, tindakan bullying akan memunculkan rasa malu hingga pada depresi pada seorang yang di bully. Karena dampak buruk yang di timbulkan badi seorang yang di bully sangat besar, maka bully harus dihentikan. Agar tindakan bullying di Indonesian tidak menjadi budaya turun temurun. Karena Sangat Bahanya tindakan bullying untuk anak SD maka disini semua pihak harus ikut dalam berpartisipasi dalam menangani kasus ini. Baik dari lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolahn, dan bahkan pemerintah harus juga ikut berperan dengan cara menegaskan peraturan-peraturan yang dapat menunjang pemusnahan bullying di sekolahan.
Melakukan edukasi pada pembullying adalah hal yang pertama yang harus dilakukan. Dan semua orang, baik masyarakat, orang tua, bahkan guru harus ikut ambil peran dalam mencegah bullying untuk anak. Melakukan pembullyan memberikan efek tertentu bagi seorang pembully. Mereka biasanya merasakan senang dan puas setelah melakukan membully pada seseorang, memberikan sikap tidak bisa menghargai orang lain, dan mengakibatkan sikap menindas. Memberikan penjelasan kepada orang ini tentang dampak yang timbulkan dari kesenangan sesaat mereka kepada orang yang dibully akan lebih baik.
Melakukan pendampingan kepada orang yang di bully adalah langkah kedua. Sebagai seorang korban bully mereka tentu merasakan perasaan  yang kurang menyenangkan, entah  itu merasa malu bertemu seseorang, minder, bahkan takut. Memberikan bimbingan  untuk tak membiarkan orang yang membully mereka adalah solusi agar mereka tak terus di bully. Diharapkan dengan adanya perlawanan dari pihak yang di bully menimbulkan rasa segan bagi orang lain untuk terus melakukan pembullyan. Karena sangat bahaya sekali efek bullying bagi siswa maka diharapkan guru BK berperan aktif juga dalam memberikan kontribusi untuk pencegahan dan menindaklanjuti kejadian bullying di sekolahan dengan tegas. Agar korban bullying tidak semakin bertambah dan agar terciptanya kualitas pendidikan Indonesia yang bermutu.Â
Dan orang tua juga disini sangat dibutuhkan juga peranya untuk memantau kondisi perkembangan anak-anaknya dan peran aktif orang tua untuk slalu berkimunikasi menanyakan perkembangan anaknya pada guru wali kelas di sekolahan adalah sikapan awal untuk mencegah terjadinya bullying di sekolahan, membiasakan anak untuk salalu terbuka kepada orang tua tentang masalah yang dihadapi dan mencari setiap penyebab permasalahan yang terjadi pada anaknya, dan membantu mencarikan jalan permasalahan yang dihadapi anaknya. Agar orang tua tau dan dapat mencegah sejak awal jika ada tanda-tanda bullying terjadi pada anaknya.Â
Kesimpulan