Mohon tunggu...
Nurulis
Nurulis Mohon Tunggu... Lainnya - We'll make it through

Stay strong, never give up !!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Pekik Merdeka di Ujung Bambu Runcing

18 Agustus 2021   12:52 Diperbarui: 18 Agustus 2021   12:57 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Merdeka atau mati."

"Aku ingin mati ", teriak Sastro keras. Tomo segera membekap mulut temannya itu dan menarik tubuhnya ke balik semak.  

Mereka sedang mengintai di kamp musuh, tindakan Sastro bisa berakibat fatal.  Mati konyol.  

"Boleh mati,  tapi tidak mati konyol juga."

Tomo tahu perasaan temannya. Sastro pasti sangat sedih. Sudah tidak ada harapan hidup karena kekasih hatinya telah di renggut secara paksa kehormatan dan hidupnya oleh tentara sekutu.  

Tapi mereka pejuang tidak boleh menyerah semudah itu kepada penjajah. 

"Kita harus rebut kamp dan senjata mereka. Jangan menyerah sebelum berperang !"

Tomo dengan semangat berapi-api. Berusaha membangkitkan semangat Sastro yang sudah hampir padam.  

Perjuangan belum akhir.  Sastro akhirnya menyadari.  Kekasih hatinya akan bersedih kalau melihat dia berputus asa. 

Dengan bermodalkan senjata bambu runcing di tangan, menetapkan hati untuk berjuang demi negaranya sekaligus demi kekasih hatinya, Surti.  

Keduanya berjalan mengendap-endap mendekati kamp sekutu.  

Dengan sigap kedua lelaki itu menyergap dua tentara di depan kamp.  Merebut senapan,  sebelumnya menghujamkan bambu runcing ke tubuh mereka.  

"Demi ibu pertiwi " 

Dan demi Surti.  Lirih Sastro dalam hati.  

Dua tentara serdadu bermandi darah. Secepat kilat Tomo dan Sastro kembali ke balik semak seraya membawa senjata rampasan mereka. 

Beberapa tentara serdadu keluar karena mendengar kegaduhan itu.  

"We're under attack ! "

Teriak mereka ketika melihat dua temannya bersimbah  darah.  Beberapa serdadu lain keluar.  Tembakan peluru dari Tomo dan Sastro langsung menyambut mereka.  

Beberapa tentara serdadu itu satu persatu berjatuhan. Tomo dan Sastro saling pandang.  Senyum kemenangan tersungging di bibir keduanya.  

"Jangan keluar dulu.  Masih ada serdadu lain di dalam kamp !" 

Tomo mencegah Sastro. Tapi temannya itu tidak mau mendengarkan. Dengan langkah percaya diri dan penuh semangat keluar dari persembunyian dan merangsek masuk. 

Belum sampai memasuki kamp,  sebuah peluru melesat menghampiri kepalanya. Darah memercik membasahi bumi.

"Merdeka ! " 

Pekik Sastro sebelum tubuhnya tumbang ke tanah.  Bambu runcing di tangan kanannya menancap gagah di bumi.  

Senyum terukir di bibirnya. Senyum sahid pahlawan yang gugur di medan perang. 

Tomo membidikkan senapannya ke arah serdadu penembak yang membuat temannya jatuh meregang nyawa.  

"Untuk darah pahlawan yang kau tumpahkan di bumi pertiwi." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun