"Kamu bisa, sayang ! "
Begitu seruan seorang ibu untuk putra kecilnya yang maju ke medan laga. Sebuah kompetensi matematika yang diadakan lembaga "Excellent" Â di kotanya. Â
"Berdoa dulu sebelum ngerjakan nanti!"
Begitu pesan ibunya. Dengan langkah penuh percaya diri, bocah lelaki kecil berusia lima tahun itu melangkah masuk ke gedung besar  tenpat kompetensi itu diadakan.  Berbaur dengan puluhan peserta.
Baginya ini adalah kali pertama dia mengikuti kompetensi seperti ini. Â Tapi dukungan dari ibunya membuat dia bersemangat.
"Amar pengen ikut, Ma. Biar dapat piala  yang gede tuh."
Kata anak kecil itu beberapa hari yang lalu sebelum hari H. Memang ibunya sempat menunjukkan gambar piala bila mendapatkan juara. Dan putranya tertarik dengan piala yang paling besar. Â Piala juara satu. Â
Keinginan anak kecil memang sepolos dan sesederhana itu. Belum mengerti bersaing dan bertanding dalam suatu lomba atau kompetensi. Â
Ibunya menyetujui, karena itu adalah keinginan putranya sendiri. Â Sekalian untuk mengisi liburan dan menambah pengalaman dan keberanian. Â Selain itu membiarkan putranya agar lebih mandiri.Â
Hingar bingar suara orang tua pengantar lebih berisik daripada suara anak kecil yang akan beradu kemampuan dan skillnya. Peserta mulai usia TK sampai kelas 6 SD. Â Tentu dengan bahan tes yang berbeda sesuai kelasnya. Â
Para orang tua menunggu di luar gedung. Sesekali mengintip dari jendela kaca. Penasaran ingin melihat bagaimana anaknya mengerjakan materi lomba. Â
"Bisa nggak ya? "
"Gimana anakku? "
"Jeng, Â Anaknya sudah berapa kali ikut lomba beginian? "
"Nanti menang nggak ya? "
Banyak celetukan dari para orang tua yang kebanyakan ibu-ibu dan mama muda itu menghawatirkan anaknya. Dalam lomba semua memang  ingin mendapatkan juara. Dannnn.... saat lomba anak-anak begini malah orang tua yang paling getol dan semangat empat lima. Â
Saat waktu pengerjaan selesai para ibu-ibu sibuk menghampiri anaknya. Begitu juga ibu Amar. Â
"Gimana, sayang? Bisa ngerjakan ?"
Anak kecil itu mengangguk. Â Lalu meraih tangan ibunya.Â
"Gimana kalau nggak menang, Â Ma? "
Ibunya tersenyum. Lalu mengusap kepala putranya. Â Â
"Menang atau kalah tidaklah penting, sayang. Yang terpenting kamu sudah berani dan berusaha. Apapun hasilnya kamu tetap yang terhebat buat mama. Tetap juaranya mama. Â Mama bangga sama kamu."
Amar tersenyum. Â Nampak binar di mata kecilnya.Â
Beberapa jam berlalu. Â Akhirnya waktu pengumuman pemenang tiba. Â
Pemenang diambil mulai dari juara 1 sampai harapan 3. Dan kini waktunya pengumuman untuk lomba matematika.Â
Dengan perasaan nano-nano dan degub jantung dag dig dug der, para orang tua menunggu nama-nama pemenang. Berharap nama putranya menjadi salah satu yang dipanggil namanya. Â
Hingga pengumuman sampai pada juara 2, nama Amar tidak ada. Â Anak kecil itu seketika tampak lemas dan tidak bersemangat. Â Ibunya mengelus bahu mungil anaknya sambil tersenyum menenangkan. Â
"Enggak papa, lain kali coba lagi."
Amar berdiri sambil memegang tangan ibunya.  Ibunya paham, tinggal juara satu yang belum di panggil.  Dan itu tidak mungkin putranya  kan? Amar menggandeng tangan ibunya untuk pulang.  Ketika kemudian terdengar suara panitia mengumumkan.Â
"Amar Sharif Juara 1 lomba matematika kategori TK ."
Amar langsung tersenyum ceria. Ibunya menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Â Baru pertama ikut lomba, langsung bisa menjadi juara.Â
Ya Allah, sungguh nikmat yang tidak bisa di dustakan. Â Semua karena pertolongan-Mu. Â Rasa syukur dan bahagia tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Â
"Itu Amar, Ma. Â Amar dapat juara."Â
"Kamu berhasil, sayang."
Bocah kecil itu spontan memeluk ibunya, mengungkapkan kebahagiaannya. Â Lalu melangkah menuju panggung bersama pemenang yang lain. Tak terasa air bening mengalir membasahi pipi ibunya.Â
"Kamu hebat, sayang. Â Mama yakin kamu bisa."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H