Mohon tunggu...
Nurul Intsan
Nurul Intsan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Saya merupakan mahasiswi Prodi Ilmu Politik, FISIP, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Neoliberalisme "Menghantui" Perguruan Tinggi di Indonesia?

9 Juli 2023   15:25 Diperbarui: 9 Juli 2023   18:14 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara lambat laun, dari pengurangan subsidi oleh pemerintah akan mendorong skala prioritas jurusan berdasarkan pada segmentasi pasar. Kondisi tersebut, menggambarkan keberadaan paham neoliberal yang telah menyebabkan perubahan pola berpikir dalam tata kelola perguruan tinggi. Dalam paham neoliberal, semuanya mengacu pada permintaan pasar. Oleh karena itu, hal-hal yang sudah tidak lagi laku di pasaran atau tidak menguntungkan, maka akan dihilangkan. Sama halnya seperti jurusan di perguruan tinggi, ketika tidak lagi ada permintaan pasar atau permintaannya kecil, maka dianggap tidak layak dipertahankan.

Manifestasi lain dari paham neoliberal dijelaskan dalam buku Peter Fleming (2021) yang berjudul "Dark Academia: How Universities Die". Peter Fleming menyoroti perubahan manajerial dan mekanisme kerja antara akademisi dengan universitas. Akademisi tidak lagi memiliki kebebasan untuk mendalami spesialisasi keilmuan yang telah dipelajari selama bertahun-tahun karena didorong mengikuti permintaan pasar. 

Misalnya, dalam kegiatan publikasi ilmiah atau riset yang dilakukan oleh akademisi. Hal yang disoroti oleh Fleming adalah topik-topik riset yang dilakukan oleh akademisi seringkali ditetapkan oleh manajer pendidikan dengan berorientasi pada trend dan permintaan pasar untuk meningkatkan engagement rate dari sebuah publikasi. Selain itu, akademisi pun justru dieksploitasi untuk menghasilkan jumlah publikasi ilmiah yang ditetapkan oleh universitas. Oleh karena itu, tidak heran bahwa dalam manajerial pendidikan, perguruan tinggi dilihat sebagai industri kapitalis - edu factory.  

Refleksi neoliberalisme pada perguruan tinggi di Indonesia

Penerapan neoliberalisme dalam bidang pendidikan di Indonesia, sekiranya dimulai dari perubahan status perguruan tinggi. Skema awal status hubungan perguruan tinggi dikenal sebagai PT Negeri Satuan Kerja Pendapatan Negara Bukan Pajak (Satker PNBP), PTN Badan Layanan Umum (PTN BLU), PT Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN), sampai dengan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).

Artinya, telah terjadi privatisasi perguruan tinggi di Indonesia didukung oleh beberapa regulasi, yakni PP Nomor 60 Tahun 1999, UU Nomor 22 Tahun 1999, sampai dengan UU Nomor 12 Tahun 2002 yang telah memfasilitasi kemandirian atau otonomi pengelolaan perguruan tinggi. Di samping regulasi tersebut, jelas terdapat regulasi lain yang turut mendukung penerapan otonomi universitas. Diantaranya, Permendiknas Nomor 55 Tahun 2013 dan PP Nomor 26 Tahun 2015. 

Melalui status PTN-BH, perguruan tinggi diberikan kebebasan untuk mengatur keuangan. Hal ini tertuang dalam PP Nomor 26 Tahun 2015 pasal 2 dikatakan bahwa pendanaan PTN-BH dapat berasal dari dua sumber: 1) APBN; dan 2) selain APBN. Pendanaan PTN-BH yang bersumber dari APBN sebagai realisasi atas kewajiban 20% APBN dianggarkan untuk pendidikan, sedangkan dana non-APBN salah satunya dapat berasal dari masyarakat. Diksi "masyarakat" pada pasal 11 diperjelas dalam pasal 12 bahwa dana dari masyarakat dapat berupa hibah, zakat, wakaf, sumbangan perusahaan, dana abadi, dan bentuk lainnya.

Oleh karena itu, tidak heran apabila saat ini perguruan tinggi di Indonesia banyak bergantung pada pihak-pihak perusahaan dan bersaing mendapatkan banyak sponsorship untuk menunjang biaya operasional. 

Status PTN-BH yang diberikan kepada beberapa universitas di Indonesia merupakan bagian dari praktek neoliberal dalam sistem pendidikan. Melalui status ini, maka pihak universitas dapat melakukan peningkatan biaya pendidikan secara sepihak. Pihak universitas pun diberikan kebebasan untuk menambah komponen-komponen dalam biaya pendidikan, misalnya uang pembangunan atau familiar dikenal dengan istilah "uang pangkal". 

Selain itu, universitas di Indonesia pun menambah program-program layanan pendidikan dengan variasi biaya. Contohnya, di Universitas Indonesia menerima Kelas Khusus Internasional (KKI) dan Kelas Paralel yang dipatok dengan biaya pendidikan mahal. Akibatnya, inklusivitas dalam pendidikan dan istilah "access to all" tidak dapat direalisasikan. 

Status PTN-BH pun telah mengizinkan pihak universitas menerima dana eksternal dari pihak perusahaan. Hubungan ini memberikan ruang bagi pihak-pihak eksternal untuk melakukan intervensi terhadap manajerial pendidikan. Salah satunya, yakni turut mendesain kurikulum yang berlaku di suatu perguruan tinggi atas dasar kerja sama atau MoU. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun