Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Ladang Pencemaran

18 Agustus 2016   12:20 Diperbarui: 18 Agustus 2016   12:29 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Prof, dulu Profesor pernah berpesan pada saya, profesor mengatakan bahwa ilmuan sejati itu selalu optimis. Pantang menyerah. Selalu berpegang teguh pada keyakinan dan komitmennya.  Ilmuan sejati tak akan berhenti di tengah jalan meski mengalami kegagalan seribu kali. Profesor juga pernah mengatakan bahwa pesimistis tak lebih dari sikap takabur seorang ilmuan pecundang.” Ujar Chris dengan nada penuh keyakinan. Untuk kesekian kalinya ia mengatakan hal itu.

“Iya prof, saya juga yakin suatu saat pasti kita bisa merubah keadaan.” Sambungku. Profesor pun tersenyum melihat semangat Chris meski sebenarnya hati Chris juga berkecamuk.

Chris memang telah berhasil mengubah pikiran gelap kami dengan kalimat-kalimat pembangkitnya. Kata-kata Chris itu seperti enzim yang dapat mempercepat proses metabolisme. Ya, kata-katanya memang seperti katalisator pembangkit optimisme kami.

Malam sudah terhapuskan oleh pagi. Dalam balutan pagi berselimut mendung kami sudah bersiap-siap untuk meninggalkan laboratorium ini. Semua barang-barang laboratorium sudah dikemas rapi dan siap dimasukkan ke dalam mobil. Sebelum meninggalkan tempat ini aku menyempatkan diri untuk menanam bungur cina di tempat yang lokasinya agak jauh dengan laboratorium, namun masih satu area. Aku berharap bungur cina tersebut akan dapat hidup dan tumbuh meski kondisi lingkungan tak mendukung.

“Emely, ayo cepatlah. Sebentar lagi hujan turun.” Seru Chris kepadaku.

Dengan beribu kenangan yang membekas erat dalam ingatanku, aku meninggalkan tempat ini. Aku dan Chris akan bekerja sebagai ilmuan di Jakarta. Sedangkan profesor Masaru kembali ke Jepang.

Aku memasuki mobil Chris, sementara Profesor Masaru sudah berangkat ke Jepang setengah jam yang lalu. Satu hal yang tak akan pernah kulupakan, pesan Profesor Masaru sebelum meninggalkan tempat ini. “Suatu saat hidupkanlah kembali tempat ini. Perjuangkanlah apa yang kalian anggap benar. Perjuangkanlah demi dunia yang lebih baik. Kalian ilmuan-ilmuan hebat.” Itulah sepenggal pesan dari profesor Masaru. Helaian rintik hujan pun turun, dari dalam mobil kupandangi tempat ini dari balik kaca. Mobil Chris melesat perlahan meninggalkan tempat bersejarah ini. Kini hanya tinggal sebuah harapan yang bergemuruh di dalam dada kami. Harapan untuk bisa memperbaiki tempat ini. Harapan untuk bisa menyapu bersih semua polusi di tempat ini.

***

Lima tahun kemudian

            Kutapaki perlahan jalan ini. Ya, jalan menuju laboratorium tempatku bekerja lima tahun  yang lalu bersama Chris dan profesor Masaru. Sepanjang jalan hanya kepulan asap tebal yang kulihat. Tampaknya pencemaran semakin parah. Lahan dimana dulu laboratorium berdiri tegak, kini telah tergantikan oleh banguan pabrik. Aku segera menuju tempat dimana lima tahun yang lalu aku pernah menanam bungur cina sebelum meninggalkan tempat ini. Menakjubkan, bunga bungur cina tersebut tumbuh menjulang tinggi. Mahkota-mahkota merah muda bunganya menyemburat. Memancarkan keteguhannya dalam berjuang hidup pada lingkungan tercemar.

            “Sekarang, apa kau sudah siap merubah tempat ini seperti semula?” Ucap Chris yang tiba-tiba berdiri di belakangku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun