Abu bin Hasyim beranggapan bahwa namanya ada di buku itu, mengingat amal ibadahnya yang hampir tak pernah putus. Selalu mengerjakan shalat tahajud  dan selalu bermunajat kepada Allah SWT di seperti malam, dan masih banyak amal baik  yang  lain.
"Baiklah,Aku buka" kata Malaikat sambil membuka kitab besarnya. Setelah dibuka dan dicari, ternyata Malaikat tersebut tidak menemukan nama Abu bin Hasyim didalamnya. Karena tidak percaya dengan apa yang disampaikan. Abu bin Hasyim meminta Malaikat mencarinya sekali lagi . Lalu dicarilah sekali lagi, dan berkata:
"Betul, namamu tidak ada di dalam buku ini"
Mendengar namanya tidak da dalam buku catatan yang dibawa Malaikat tersebut, Abu bin Hasyim pun gemetar dan jatuh tersungkur di dalam Malaikat. Beliau menangis sejadi-jadinya sambil berkata: "Rugi sekali diriku yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan bermunajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pencinta Allah"
Melihat hal tersebut, Malaikat itupun berkata:
"Wahai Abu bin Hasyim! Bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain sedang tidur.Bukan aku tidak tahu engkau mengambil air wudhu dan kedinginan pada saat orang lain terlelap dalam buaian malam. Tapi ketahuilah, tanganku dilarang Allah untuk menulis namamu"
Karena kaget dengan jawaban malaikat. Abu bin Hasyim pun berkata: "Apakah gerangan yang menjadi penyebabnya?"
Malaikat itu pun menjawab: engkau memang bermunajat kepada Allah, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga kemana-mana dan asyik beribadah memikirkan dirimu sendiri. Sedang di kanan kirimu ada orang sakit dan kelaparan, tapi tidak engkau tengok dan memberinya makan.Mereka itu mungkin ibumu, adik beradikmu, mungkin sahabatmu, malah mungkin juga cuma saudara seagama denganmu atau mungkin cuma sekedar menjadi tetanggamu.
Tidak peduli pada mereka kenapa?
 Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pencinta Allah kalau engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allah?
Mendengar jawaban tersebut, hati Abu bin Hasyim seperti disambar petir dia tersadar bahwa hubungan ibadah manusia tidaklah hanya kepada Allah semata (hablumminAllah), tetapi juga ke sesama manusia (hablumminannas).