Mohon tunggu...
Nurul Husna
Nurul Husna Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apakah Rendahnya Efikasi Diri Berpengaruh Terhadap Terjadinya Depresi?

31 Desember 2022   12:08 Diperbarui: 31 Desember 2022   12:16 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu bentuk gangguan mental emosional adalah depresi. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Episode depresi melibatkan perubahan yang signifikan secara klinis dalam fungsional seseorang yang melibatkan serangkaian simtom depresif, termasuk mood depresi (merasa sedih, tidak punya harapan, atau terpuruk) dan/atau hilangnya minat atau kesenangan dalam semua atau hampir semua aktivitas paling tidak selama dua minggu (Nevid, 2014)

Indonesia adalah negara berkembang dimana kesehatan mental bukanlah prioritas. Masih kurangnya pelayanan kejiwaan dan psikolog di Indonesia, serta perkembangan gangguan kesehatan jiwa semakin meningkat. Survei Nasional Kesehatan Jiwa Remaja Indonesia (I-NAMHS) tahun 2022 menemukan bahwa satu dari dua puluh remaja Indonesia menderita gangguan jiwa. Depresi adalah penyakit mental kedua yang paling umum. Istilah depresi sering muncul di masyarakat, meskipun penggunaannya masih kurang tepat jika mengacu pada arti sebenarnya.

penyebab depresi berdasarkan pendekatan psikologis teori kognitif bahwa depresi ditandai oleh pola pikir yang sebenarnya mempertahankan suasana hati yang depresi. Pikiran negatif individu yang mengalami depresi terbagi menjadi tiga kelompok yaitu (1) Pemikiran negatif tentang diri sendiri, (2) Pemikiran negatif tentang dunia, (3) Pemikiran negatif tentang masa depan (Beck & Alford, 2009). Depresi dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya terkait pola pikir pada individu tersebut. Individu yang depresi cenderung memperlihatkan adanya distorsi pikiran menjadi negatif tentang dirinya sendiri, hidupnya serta masa depan (Phares, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa penilaian negatif tentang kemampuan diri menyebabkan seseorang dapat mengalami depresi.

Bandura menyatakan persepsi akan kemampuan diri disebut sebagai efikasi diri, dimana efikasi diri memiliki implikasi penting pada perilaku yang dimunculkan. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa persepsi seseorang yang melibatkan fungsi kognitif akan mempengaruhi perilaku yang ditampakkan. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan atau kepercayaan mengenai kapabilitas personal seseorang. Efikasi diri mendasari keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk melakukan tugas tertentu atau menghasilkan apa yang di inginkan (Feldman, 2012). Efikasi diri yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan mendapatkan hasil positif. Efikasi diri berpengaruh besar terhadap perilaku (Adicondro & Alfi, 2011)

Menurut Ibnu Sina Jiwa memiliki ikatan yang sangat erat dengan kajian ihwal bahagia. Jiwa pada dasarnya adalah manusia itu sendiri sehingga membahas tentang bahagia berarti membahas tentang manusia, dan jika membahas manusia maka bagian yang paling fundamental dibahas adalah jiwa manusia itu sendiri. Bagi Ibnu Sina yang terpenting bagi seorang adalah mengenal dirinya sendiri: pembahasan diri atau jiwa. Layaknya seperti para filsuf yang beraliran dualisme, Ibnu Sina memandang bahwa jiwa dan raga sekalipun ada keterkaitan di dalamnya. Tentang manusia yang bisa diserap dengan panca indra adalah raga yang berbeda dengan jiwa yang mempunyai potensi untuk berfikir.

Kesimpulannya, untuk mendapatkan kebahagiaan yang utuh, Ibnu Sina memulai pijakannya bahwa inti dari "diri" adalah jiwa. Sehingga harus lebih mementingkan jiwa dari pada raga yang kadang kenikmatan tidak lagi menjadi kenikmatan karena ada faktor yang terjadi.  Hampir mirip dengan epistemologi stoikisme, hal pertama yang membuat manusia tidak mendapatkan kebahagiaan adalah fikiran yang mengafirmasi hal negatif dari luar diri kita. Persis dengan pendapat Ibnu Sina, penghalang utama kita tidak bahagia adalah ketidaktahuan kita terhadap hakikat dari kenikmatan itu sendiri, sehingga seorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan adalah dengan memfungsikan jiwa yang memiliki potensi untuk berfikir dengan semaksimal mungkin.

Reference:

Adicondro, Nobelina., dan Purnamasari, Alfi. 2011. Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga dan Self    Regulated Learning pada Siswa Kelas VIII. Humanitas. Vol. VIII. No. 1: 17-27. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

Beck, A. T., & Alford, B. A. (2009). Depression: Causes and treatment (2nd ed.). University of Pennsylvania Press

Fattah, A. (2020). Gemilang Fajar Filsafat Islam. Malang: Misykat

Feldman, R. S, 2012, Pengantar Psikologi " Understanding Psychology", Edisi 10 Buku 2, Jakarta: Salemba Humanika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun