Mohon tunggu...
Nurulhikmah Iswa
Nurulhikmah Iswa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan nama saya, nurul hikmah anak kedua, hobi saya adalah main volly, Cita-cita saya ingin menjadi wanita karir

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus penganiayaan anak polisi yang membuat guru supriyani menjadi pesakitan

6 Januari 2025   22:16 Diperbarui: 6 Januari 2025   22:16 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KASUS PENGANIAYAAN ANAK POLISI YANG MEMBUAT GURU SUPRIYANI MENJADI PESAKITAN

NURULHIKMAH(2420203861206044) Perbankan syahriah

Penganiayaan anak polisi yang membuat guru Supriyani menjadi pesakitan tampaknya mengandung unsur ketidakadilan sosial, p enyalahgunaan kekuasaan, dan mungkin juga terkait dengan dinamika antara siswa,keluarga, dan pihak pendidikan. Penganiayaan yang dilakukan terhadap anak polisi bisa mencerminkan ketegangan sosial yang melibatkan latar belakang keluarga aparat penegak hukum . Anak polisi sering kali berada dalam posisi yang komp leks, karena profesi orang tua mereka bisa membawa stigma sosial atau tekanan psikologis. Di sisi lain, anak-anak ini juga bisa m enjadi sasaran kekerasan atau diskriminasi dari pihak-pihak tertentu yang tidak setuju dengan profesi orang tua mereka, atau yang mungkin memiliki masalah pribadi dengan polisi.Guru Supriyani m enjadi pesakitan karena kemungkinan terlibat dalam situasi yang lebih besar yang melibatkan penganiayaan tersebut, meskipun tidak terlibat langsung. Supriyani b isa jadi dipersalahkan atau dijadikan sasaran oleh pihak yang terkait dengan penganiayaan tersebut baik oleh pihak keluarga korban, masyarakat, atau bahkan institusi tempat ia bekerja. Dalam kasus seperti ini, guru sering kali berada di posisi yang sangat rentan. Jika terjadi penganiayaan terhadap seorang anak polisi, Supriyani sebagai p endidik bisa jadi terlibat dalam investigasi ataumenjadi saksi dalam proses hukum. Terkadang, pihak yang merasa dirugikan atau tertekan dalam situasi tersebut(misalnya, keluarga anak yang menganiaya) bisa mencari kambing hitam , yang m ungkin jatuh pada guru. Hal inibisa menyebabkan guru merasa terhukum atau terpojok, meskipun ia tidak terlibat langsung dalam peristiwaperistiwa tersebut. 

Mo derasi mengajarkan toleransi terhadap perbedaan, baik dalam hal agama, budaya, maupun pandangan politik.Dengan memahami dan menerima perbedaan, masyarakat yang cenderung lebih harmonis dan konflik dapat dihindari. Nilai-nilai moderasi mendorong penyelesaian konflik melalui dialog dan negosiasi, bukan dengankekerasan. Ini membantu dalam menciptakan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.Moderasi berfungsi sebagai penangkal ekstrem   dengan meningkatkan sikap tengah yang menghindari pandangan atau tindakan ekstrem yang dapat memicu . Moderasi juga berhubungan dengan keadilan sosial, dimana setiap individudi perlakukan secara adil dan merata. 

Peran Dalam konteks dunia pendidikan atau lembaga lain yang terlibat d alam kasus ini, moderasi berperan dalam menjaga integritas dan kredibilitas institusi. Guru Supriyani dan pihak sekolah bisa merasa tertekan dalam situasi seperti ini, terutama jika mereka merasa diperlakukan tidak adil. Moderasi akan membantu lembaga pendidikan untuk menanggapi masalah ini secara profesional dan seimbang, menjaga integritas mereka tanpa terganggu oleh tekanan eksternal, serta memelihara kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan sebagai tempat yang adil dan penuh pengertian. 

Dam pak dari "kasus penganiayaan anak polisi yang membuat guru Supriyani menjadi pesakitan" dapat mencakup berbagai aspek, baik dalam konteks individu, sosial, m aupun institusional. Meskipun kasus ini tidak merujuk pada peristiwa yang secara eksplisit diketahui dalam sumber berita utama, mari kita uraikan dampaknya berdasarkan asumsi umum terkait dinamika penganiayaan, ketidakadilan, dan ketegangan sosial yang mungkin muncul.Dampak yang terjadi bisa bervariasi, tergantung pada bagaimana kasus tersebut ditangani, siapa saja pihak yangterlibat, dan b agaimana masyarakat meresponnya.

Pengaruh terhadap Anak Polisi Anak dari keluarga aparat penegak hukum , seperti polisi, bisa mengalami stigm asosial yang lebih besar, terutama jika mereka terlibat dalam insiden atau penganiayaan. Masyarakat sering kali memiliki pandangan stereotip terhadap anak-anak yang berasal dari keluarga polisi, yang bisa dihakimi atau diperlakukan berbeda. Kasus ini bisa memperkuat stereotip negatif terhadap keluarga polisi atau bahkan menciptakan persepsi bahw a anak polisi lebih rentan untuk m enjadi korban atau pelaku kekerasan, baik karena latar belakang profesi orang tua mereka maupun karena dinamika sosial tertentu. Hal ini bisa memperburuk pembagian sosial antara keluarga polisi dengan kelompok-kelompok lainnya dalam masyarakat.

Undang-undang yang mengatur tentang guru dan dosen di Indonesia, terutam a Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak guru, termasuk dari kasus-kasusyang bisa merugikan mereka, seperti kasus penganiayaan anak polisi yang membuat guru Supriyani menjadi pesakitan. Meskipun undang-undang ini tidak secara langsung mengatur setiap aspek situasi seperti yang dijelaskan dalam kasus tersebut, terdapat beberapa prinsip dan ketentuan yang bisa memberikan kepada guru dalam menghadapi situasi serupa.

Batasan orang tua dalam menginterpretasi pendidikan, terutama dalam konteks kasus penganiayaan anak polisiyang membuat guru Supriyani menjadi pesakitan, sangat penting untuk di pahami agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau intervensi yang dapat merugikan pihak lain, terutama guru. Dalam pendidikan,orang tua memegang peran penting dalam mendukung dan mengawasi perkembangan anak, tetapi mereka juga harus memahami bahwa hak mereka memiliki batasan d an harus menghormati peran profesional guru serta prosedur pendidikan yang berlaku.Orang tua berperan dalam mendukung pendidikan anak di rumah, baik dari sisi moral, emosional, maup un intelektual. Mereka memiliki hak untuk terlibat dalam perkem bangan pendidikan anak,tetapi peran ini seharusnya tidak mengganggu otoritas guru di sekolah. Orang tua harus memahami bahwa pendidikan anak di sekolah adalah tanggung jawab bersama antara sekolah dan keluarga, dan setiap pihak memiliki peran yang jelas. Orang tua bisa menanggapi masalah yang melibatkan anak mereka di sekolah, termasuk dalam kasus yang menyangkut perilaku anak.

Untuk m encegah ketegang an yang mungkin timbul akibat campur tangan orang tua dalam masalah pendidikan,setiap sekolah seharusnya memiliki komite etik atau badan mediasi yang dapat menangani masalah antara guru dan orang tua dengan cara yang objektif dan adil. Komite ini d apat memastikan bahwa proses penyelesaian masalah berjalan sesuai dengan prosedur yang benar, tanpa ada pengaruh yang tidak sesuai dari p ihak luar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun