Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Lainnya - Geolog

Saya suka membaca fiksi sejak duduk di Sekolah Dasar. Sedemikian sukanya saya pada fiksi, saat dewasa pun kisah-kisah fiksi anak-anak pun saya baca, bahkan dongeng.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jika Kamu Bisa, Saya Juga Bisa

17 Agustus 2024   11:02 Diperbarui: 17 Agustus 2024   11:23 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Kamu Bisa Saya Juga Bisa

Kali ini aku ingin menceritakan tentang satu pengalamanku membeli mie instant dan cemilan di sebuah kios. Sebelumnya aku tak pernah berbelanja di kios ini karena jauh dari tempat kos.

"Dua puluh empat, Mbak. "kata bapak pemilik kios setelah tangan beliau yang gemuk memencet kalkulator."

Aku membuka dompet  lalu kuserahkan lembaran 50 ribu kepadanya. Beliau menekan-nekan lagi kalkulatornya, kemudian membuka laci dan menyerahkan lembaran 20 ribu selembar dan 3 lembar 2 ribuan.

Aku menghitung kembalian yang diberikan beliau, lembar demi lembar sebelum memasukkannya ke dompet.

"Pak, tukar yang ini, "kataku. Kukembalikan 3 lembar duit 2 ribuan kepadanya.

"Mang kenapa? "Tanya beliau ketus.

"Ini disambung pakai isolasi. Ini juga disambung."jawabku sambi menunjukkan padanya 3 lembar 2 ribuan itu satu persatu, "Dan semuanya dekil dan rapuh, "tambahku.

"Ambil saja, masih bisa dipakai Mbak! Aku gak punya yang lain. Bicara beliau meninggi.

"Kalau ada kasi aku yang lain saja, Pak." Aku berusaha menjaga nada bicaraku agar tetap santun.

"Gak ada. Itu masih bisa dipakai Mbak, "Sudah Mbak, aku sibuk, wong itu masih layak dipakai kok. Masih duit." Dia menggerutu. Mukanya masam tidak enak dilihat.

"Oh kalau begitu, aku juga punya, "kataku kesal.

Kukeluarkan uang 20 ribu yang sudah robek dan direkatkan isolasi dan 2 ribuan 2 lembar yang kondisinya sama lusuhnya dengan 3 lembar 2 ribuan yang dia berikan padaku tadi lalu kusodorkan padanya. Uang-uang ini sengaja kupisah letaknya di dalam dompet, rasanya tak enak hati untuk menggunakannya berbelanja, karena tampilan buruk mereka itu.

"Nih, Pak. Aku bayar pakai ini, "kataku.

Beliau terpaku sejenak, lalu tersenyum kikuk.

"Oh ya, "katanya kemudian. Disimpannya lembaran-lembaran lusuh ke dalam laci dengan sedikit gugup yang kentara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun