Pernahkah sahabat menjumpai kerikil di sepanjang tapak perjalanan? Ataukah ada tapak jalan yang selamanya mulus tanpa rintangan? Tentunya jalan hidup yang kita tempuh tak selamanya mulus, terkadang ada jalan yang terjal mendaki, atau jalan licin bekas hujan yang menyinggahi. Sejauh apapun jalan yang kita lalui, sebanyak apapun rintangan yang kita jumpai, yakinlah kita akan sampai pada ujung yang dinanti. Seperti apa kiranya ujung jalan yang kita nanti dan kita harapkan? Mari kita bersama-sama mengeja jejak dan memaknai langkah agar ia berujung indah.
Setiap dari kita akan memasuki masa quarter life crisis, yaitu masa dimana seseorang akan merasa khawatir terhadap masa depannya, keraguan terhadap kemampuan diri, serta kebingungan menentukan arah hidup. Pada masa seperti ini, sikap yang ditampilkan dan respon yang diberikan tiap individu pastinya berbeda. Sikap dan respon yang kita pilih akan menentukan bagaimana pengaruh quarter life crisis ini terhadap kehidupan kita. Apakah benturan yang hadir akan membuat hidup kita kocar-kacir bak puing-puing, ataukah dengan banyaknya benturan justru kita akan semakin kuat dan akhirnya terbentuk menjadi pribadi yang siap berkembang.
Mengeja jejak adalah sebuah proses refleksi dan merenungi kehidupan yang telah kita jalani. Sepanjang usia kita, sebanyak itu pula jejak yang telah kita ukir di bumi Allah yang sangat luas ini. Setiap sudut yang kita singgahi telah mengajarkan kepada kita bahwa nikmat dan karunia Sang Pencipta terus mengalir tiada henti. Apakah syukur kita sudah sebanding dengan nikmat yang tak terkira? Mari kita sirami lagi hati yang sempat diterpa kemarau ini. Agar nantinya kalimat syukur senantiasa membasahi lisan kita, dan gema takbir mengagungkan nama-Nya senantiasa mengangkasa.
Jejak langkah tak selamanya tegap tanpa goyah. Terkadang di persimpangan jalan kita disuguhi rintangan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 155, yang artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” Di sini Rabb semesta alam menyampaikan bahwa ujian adalah suatu keniscayaan karena dunia memang tempatnya ujian dan cobaan. Namun, mari kita telisik lagi dengan cermat bahwa ujian ini porsinya tidaklah banyak, melainkan hanya sedikit. Dan bagi orang-orang yang sabar akan disuguhi kabar gembira yang tak dapat ditakar.
Setelah kita mengeja jejak dan membaca segala yang disuguhkan di alam semesta, kini saatnya kita memaknai langkah dan mengarahkannya pada ujung yang indah. Dua paragraf sebelumnya telah mengajari kita untuk mengeja syukur dan sabar. Keduanya bagaikan langkah yang selalu beriringan dalam kehidupan. Jika hanya menapaki jejak syukur saja tanpa mengiringinya dengan tapak langkah sabar, maka rasanya ada yang kurang dan timpang. Memaknai langkah bisa kita artikan sebagai sebuah proses ikhtiar dalam menjalani kehidupan yang bermakna. Tidak cukup kalau hanya bermakna untuk diri sendiri saja, tetapi kita pun harus mengusahakan agar menjadi insan yang bermakna untuk banyak orang serta mampu hidup untuk menghidupkan orang lain.
Semoga dengan mengeja jejak dan memaknai langkah ini bisa menjadi bekal bagi kita dalam mengarungi samudera kehidupan yang ombaknya tak selalu tenang. Hingga nantinya kita akan diperjalankan oleh-Nya menuju ujung yang indah, yaitu ketika Dia memanggil kita dengan mesra: “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30). Sungguh inilah sebuah ujung perjalanan yang indah dan senantiasa dinantikan oleh setiap dari kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H