Mohon tunggu...
Nurul P
Nurul P Mohon Tunggu... pegawai negeri -

learner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jilbab Hitam: Kasus Kacangan ataukah Sengaja Disembunyikan?

16 November 2013   16:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:05 2044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hampir 90 persen dari teman wartawan saya, tidak mau berkomentar banyak tentang kebenaran ‘Jilbab Hitam’ apalagi membenarkan tulisan itu. Di berbagai timeline twitter para jurnalis senior yang saya amati mengatakan bahwa itu hanya fitnah. Hingga kini isu yang berkembang bukan tentang bagaimana pentingnya menguak kebenaran isi yang ditulis oleh ‘Jilbab Hitan’ namun justru kesibukan mencari tau siapa penulisnya, menghujat akun anonim dan memandang akun anonim sebagai sebuah tindakan pengecut.

Jika boleh bertanya bagi mereka yang tau betul apa itu sumber anonim dan hukumnya, bagaimana jika jalan satu-satunya untuk menguak kebenaran ini adalah dengan membuat akun anonim? Sama halnya ketika jurnalis terpaksa menyamar saat melakukan laporan investigasi? Saya tidak bisa membayangkan kalau JH harus melakukan konferensi pers tentang data-data yang dia miliki. Itu namanya bunuh diri. Jika jurnalis berlindung dibawah redaksi saat menggunakan nama anonim narasumbernya, maka warga biasa - jika tidak bisa disebut jurnalisme warga - yang tak punya redaksi apakah boleh berlindung dengan teknologi?

Mengapa tak ada media online profesional yang mau mengembangkan pemberitaan ini? Sejauh saya amati hanya ada satu portal berita yang memberikan pengembangan yaitu rimanews.com. Ada apa dengan media di Indonesia? Apakah ini salah satu bentuk solidaritas media? Dimana mereka yang selama ini berteriak tentang penegakan etika jurnalisme? Dimana Dewan Pers? Berbicara atau sekedar menghimbau agar tidak percaya saja tidak dilakukan. Ataukah memang memang menganggap ini isu kacangan yang tak layak untuk ditindak-lanjuti? Atau karena mereka memang sudah percaya – tanpa konfirmasi – bahwa tulisan ini salah? Tapi ingat bahwa kita pun belum pernah membuktikan bahwa isi tulisan JH adalah fitnah. Disisi lain timbul pertanyaan apakah karena jurnalis benar-benar tidak berani melawan kebesaran nama senior-senior mereka yang disebut oleh JH?

Sikap Tempo jelas, tulisan JH adalah fitnah. Artikel ‘The Clicking Monkeys’ (Daru Priyambodo, 15 November 2013) membuktikan bahwa mereka mencoba membalas serangan JH dengan artikel ‘elegan’ yang dimuat di Koran Tempo, tanpa sedikitpun menyinggung isu tentang JH. Ini adalah strategi perang wacana media yang mungkin menurut mereka efektif. Namun bagi saya ini strategi yang mudah ditebak dan justru memperlihatkan bahwa Tempo menjilat ludahnya sendiri. Kita masih ingat saat Tempo menulis artikel tentang ‘Siapa Sebenarnya Triomacan’. Jika akun anonim Triomacan dianggap penting untuk dibuat berita artinya mereka juga bilang bahwa ‘akun anonim itu juga boleh ada’. Tapi kenapa ini mempermasalahkan akun anonim JH?

Namun sekali lagi artikel JH sepertinya bukan saja tentang Tempo, tapi tentang media-media besar di Indonesia. Saya juga tidak 100 pesen mempercayainya. Namun banyak lagi pertanyaan yang terus berseliweran. Kenapa tidak ada yang mau konfirmasi tentang nama-nama jurnalis yang disebut JH? Apakah mereka benar-benar ada atau tidak ada? Jika tidak ada mengapa tidak ada yang bersaksi dan jika ada mengapa mereka tidak bersaksi bahwa mereka bukan seperti yang dikatakan JH.

Saya berharap kita sebagai warga memiliki hak atas apa yang ada dibalik itu semua. Dan jika mau kembali melihat fungsi jurnalisme, bukannya itu adalah tugas jurnalis?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun