Mohon tunggu...
NURUL HASANAH
NURUL HASANAH Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswi Magister Akuntansi Universitas Pamulang

Persiapkan hari ini sebaik-baiknya untuk menghadapi hari esok yang baru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mencapai Keadilan Pajak Melalui Pajak Natura dan/atau Kenikmatan

13 September 2023   13:04 Diperbarui: 13 September 2023   13:27 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap wajib pajak baik orang pribadi atau badan tentunya ingin diperlakukan secara adil dalam pemajakan atas penghasilan yang diperoleh nya. Namun, pada realitanya pemberian imbalan atas pekerjaan, jasa, kegiatan dan transaksi lain-lain tidak serta merta diberikan dalam bentuk uang (cash), ada juga yang diberikan dalam bentuk non cash seperti barang, fasilitas, pelayanan dan lain sebagainya. Biasanya pegawai yang memiliki jabatan tinggi, selain menerima imbalan dalam bentuk uang juga menerima imbalan selain uang seperti fasilitas rumah, mobil, apartemen, olahraga mewah dan lain-lain, yang mana atas pemberian imbalan dalam bentuk barang tersebut bukan merupakan objek pajak penghasilan (sebelum berlakunya UU HPP beserta turunannya). Adanya perbedaan tersebut menjadi pemicu adanya rasa ketidakadilan diantara para wajib pajak.

Richard Musgrave dan Peggy Musgrave dalam kutipannya menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila setiap orang membayar pajak sesuai dengan kemampuanya, sehingga setiap orang yang memiliki pendapatan yang sama antara satu dengan lainnya dapat membayar jumlah pajak yang sama, yang mana hal ini disebut juga keadilan horizontal dan orang yang mempunyai pendapatan yang lebih membayar pajak lebih besar atau biasa disebut keadilan vertical. Pada prinsipnya, dalam hal pembebanan pajak seharusnya dapat dilakukan secara adil, yang dengan meninjau lebih lanjut penghasilan yang diperoleh masing-masing wajib pajak. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu dari terbitnya PMK 66/2023 yang mengatur sistem pajak untuk Natura dan/atau Kenikmatan. Lalu apakah dengan terbitnya PMK 66 terkait pemberlakukan pajak atas natura dan/atau kenikmatan dapat mencapai tujuannya untuk mencapai keadilan pemajakan pada sisi pemberi maupun penerima?

Natura dan Kenikmatan, apa perbedaannya?

Natura adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang sedangkan Kenikmatan adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.

Aturan dan Perjalanan Pajak Natura/Kenikmatan

Sebelum terbitnya PMK 66/2023, pajak natura dan/atau kenikmatan ini sudah menjadi pembahasan sejak lama karena banyaknya gray area, sehingganya banyak Undang-Undang maupun turunannya yang mengatur perihal ini. Secara singkat, pada Oktober 2021, Pemerintah menerbitkan UU HPP No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang di dalam beleid tersebut menjelaskan beberapa hal terkait dengan Natura/Kenikmatan sbb:

  • Imbalan dalam bentuk Natura dan/atau Kenikmatan merupakan objek pajak penghasilan
  • Terdapat imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan
  • Imbalan dalam bentuk natura dan/atau Kenikmatan merupakan biaya fiscal (deductible expenses)
  • Adanya penghapusan yang sebelumnya atas Natura dan/atau Kenikmatan merupakan non deductible expenses kini menjadi deductible expenses

Kemudian tanggal 20 Desember 2022 pemerintah menerbitkan aturan turunan dari UU HPP yaitu PP 55 Tahun 2022 Tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Setelah banyak isu yang diperbincangkan karena terbitnya aturan terkait, akhirnya pada tanggal 27 Juni 2023 diundangkan aturan pelaksana dari UU HPP & PP 55/2022 yakni PMK No 66 Tahun 2023. Pada PMK 66/2023 yang mulai diimplementasikan pada 1 Juli 2023 ini dijelaskan rincian dari Batasan tertentu atas natura/kenikmatan yang dikecualikan dari pengenaan objek pajak penghasilan. Implementasi atas PMK ini mendorong pemberi natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh atas pemberian tersebut yang nilai nya sudah melebihi batasan tertentu, mulai tanggal 1 Juli 2023. Sedangkan pemberian natura dan/atau kenikmatan untuk masa Januari sampai Juni 2023 yang merupakan objek pajak bagi penerima, wajib dihitung, dibayar sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2023.

klikpajak.id
klikpajak.id

Dampak Penerapan Pajak Natura/Kenikmatan

  • Adanya kesetaraan dan keadilan diantara wajib pajak karena Imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan menjadi objek pajak penghasilan. Hal ini juga dapat mengurangi ketimpangan sebab umumnya pegawai yang berpenghasilan tinggi menerima natura/kenikmatan yang lebih besar dibandingkan dengan pegawai lainnya.
  • Adanya penerapan pajak natura/kenikmatan dapat memberikan kepastian hukum bagi pemberi natura/kenikmatan, bahwa atas biaya yang dikeluarkan tersebut sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memeliharasa (3M) usaha dapat menjadi deductible expenses. Maksud dari prinsip taxable-deductible, apabila suatu penghasilan dapat dipajaki bagi pihak yang menerimanya, maka atas pengeluaran penghasilan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkannya.

 Jadi, apakah pajak natura dan kenikmatan telah mencapai tujuannya?

Tujuan untuk memberikan keadilan bagi wajib pajak sudah mencapai tujuan namun batasan-batasan yang dijelaskan di PMK-66/2023 pada praktiknya masih memberikan kesulitan, membingungkan dan memberatkan bagi wajib pajak, meskipun pengenaan pajak natura/kenikmatan memberikan manfaat. Beberapa hal dibawah ini yang mungkin masih menjadi kesulitan dalam penerapan pajak natura/kenikmatan sbb:

  • Imbalan yang diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan tidak semua nya dapat diatribusikan secara individual namun ada juga yang dinikmati secara komunal
  • Setiap bulan nya perusahaan harus memiliki kertas kerja dalam menghitung apakah imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan yang diberikan kepada pegawai belum atau sudah melebihi batasan (threshold) nilai, apalagi jika Quantity pegawai dalam jumlah yang banyak. Misalnya dalam penentuan pegawai yang menerima fasilitas kendaraan harus mengetahui apakah rata-rata nilai penghasilan bruto dalam 12 bulan terakhir tidak melebihi 100jt per bulan? Misalnya lagi Perusahaan juga perlu memperhatikan akumulasi nilai yang sudah diperoleh satu pegawai selama satu tahun atas pemberian bingkisan non hari raya maksimal Rp 3jt per tahun dan juga fasilitas olahraga selain golf, pacuan kuda, power boating, terbang layang, dan otomotif maksimal Rp1,5 juta per tahun. Hal ini tentunya masing-masing pegawai yang ada di perusahaan harus memiliki kertas kerja tersendiri.
  • Valuasi dalam penentuan besarnya nilai atas imbalan natura/kenikmatan yang masih sulit untuk ditentukan.

Hal ini diperlukan adanya penegasan kembali atas batasan-batasan terkait serta adanya kertas kerja perhitungan dalam penerapan pajak natura/kenikmatan sehingga memudahkan wajib pajak dalam melakukan perhitungan nya. Diperlukan adanya formula/simplifikasi dalam perhitungan batasan natura/kenikmatan sehingganya dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melakukan perhitungan dan pemotongan tiap Masa Pajak dan memberikan kemudahan dalam membangun sistem administrasi perpajakan yang mampu melakukan validasi atas perhitungan wajib pajak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun