Mohon tunggu...
Nurul Hanifah
Nurul Hanifah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Menulis adalah pelarian. Pelarian yang membuatku terlalu nyaman dengannya dan tak ingin beranjak darinya :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Melihat Diriku

3 September 2023   21:45 Diperbarui: 3 September 2023   21:45 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: dokumen pribadi

Aku melihat diriku tertawa di tengah banyak orang. Tawa yang tak pernah kulihat sebelumnya. Mencoba ikut andil dalam lelucon orang lain. Merasa perlu karena diriku tak ingin menjadi perusak suasana.

Aku melihat diriku menangis sendirian. Menyalahkan dirinya sendiri karena ketidakmampuan. Menangis tersedu-sedu dan bersembunyi. Diriku yang tak ingin terlihat oleh orang lain. Mencoba mengatur emosi kembali. Lihatlah meski ia telah sedikit tenang, matanya yang sembab tetap meninggalkan jejak. Diriku menundukkan kepala, tak ingin diketahui apa yang baru saja terjadi.

Aku melihat diriku menahan amarah hingga rasanya seperti akan meledak dadanya. Diriku yang tak bisa mengungkapkan apa yang dipikirkannya. Diriku yang selalu ingin menghilang saat itu. Kembali lagi diriku menyendiri dan tak terasa meneteskan air mata.

Aku melihat diriku diam karena tak ingin menyebabkan luka sebab ia sedang tak baik-baik saja. Biarlah orang lain menganggap diriku bagaimana. Biarlah. Itu lebih baik daripada entah apa yang mungkin terucap ketika diriku mulai bersuara.

Aku melihat diriku terseok-seok dalam pelariannya. Diriku yang terus memaksakan dirinya untuk terus melangkah. Diriku yang mencoba untuk tetap mengangkat-melangkahkan kakinya meski ia tau seperih apa lukanya.

Aku melihat diriku mencoba tersenyum. Senyum yang menyimpan banyak hal. Karena diriku tau tidak ada yang bisa dilakukan orang lain untuk menghiburnya, hanya dirinyalah yang bisa. Ia tersenyum untuk menghibur isak batinnya. Ia sedang berpura-pura.

Aku melihat diriku tertawa palsu ketika orang lain menjadikannya objek leluconnya. Rasa yang tak bisa diungkap karena lidahnya pun terasa kelu. 

Aku melihat diriku bimbang dalam perjalannya. Rasanya tidak ada penunjuk arah baginya atau bahkan buku pedoman. Ia terus melangkah karena diam pun bukan sebuah jawaban.

Aku melihat diriku dalam tatapan mata orang lain. Diriku yang mungkin asing bagi mereka. Diriku yang tak sama dengan mereka.

Aku melihat diriku dalam pertanyaan orang lain. Pertanyaan-pertanyaan yang tak biasa. Tentang bagaimana aku menjadi begini dan mengapa aku begitu. Pertanyaan-pertanyaan yang diriku sendiri tak mengetahui jawabannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun