Sudah lewat seminggu Koteka Trip ke-4 Lebih Seru Di Kota Bogor, namun tiap langkah menyusuri kampung-kampung wisatanya enggak bisa move on dari ingatan saya. Setelah usai melihat barongsai dan kelenteng Phan Ko Bio, rombongan bergegas ke Kampung Labirin AstraHonda yang masih dalam satu lingkup dengan Kampung Pulo Geulis. Cuma hati-hati tersesat ya di Kampung Labirin karena jalan yang berkelok dan saling terhubung.Â
Hati-Hati Kesasar di Kampung Labirin
Kok ada kata AstraHondanya ya? Karena Kampung Labirin dapat dana CSR dari Astra Honda. Sebelum menelusuri gang-gang di Kampung Labirin, kami disambut oleh 2 tour guide yang geulis dan kasep yaitu Ade Irma dan Denny Maulana . Mereka meminta maaf jika selama berkeliling sambutannya kurang berkenan karena atraksi yang ditampilkan tidak sepenuhnya ada, personelnya ada yg bekerja dan sekolah. Tapi hal itu enggak mengurangi keseruan momen di Kampung Labirin.Â
Nama asli Kampung Labirin sebenarnya Jalan Roda Kebon Jukut RT 01 RW 10 Â Kelurahan Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah. Dijuluki Kampung Labirin memang jalannya itu berkelok-kelok, saling terhubung dengan jalan lainnya. Makanya jangan sok berani ke kampung ini kalau belum hapal sama jalanan berlikunya. Tapi blusukan kami hari itu lancar jaya berkat pemandu setempat.Â
Kami disambut oleh adik-adik lucu yang sudah siap memegang angklung dan  berpakaian hitam serta memakai blangkon. Saya bangga melihatnya karena kesenian tradisional masih diperkenalkan oleh generasi muda. Lalu, ada ruang perpustakaan untuk digunakan oleh anak-anak di sana sebagai sarana belajar selama masa pandemi lalu. Selain alat musik, seni tari juga diperkenalkan kepada adik-adik perempuan.
Bau menyengat tercium oleh saya. Bau apa ini? Ternyata jengkol. Di Kampung Labirin terdapat home industry pembuatan emping jengkol. Ini salah satu kuliner khas Kampung Labirin. Jujur saja, saya kurang suka sama jengkol, memakannya pun belum pernah. Satu bungkus kecil dijual 10 ribuan dan bungkus besar 25 ribuan. Cara pembuatannya mudah, irisan potongan jengkol digeprek menggunakan batu yang beralaskan talenan batu besar yang usianya sudah ada 50 tahunan. Saya coba menggeprek jengkolnya, mudah sih tapi gepengnya belum sempurna. Tukang geprek emping jengkol amatiran .
Lalu kami diajak turun ke bawah sungai Ciliwung. Kebetulan debit airnya tidak deras. Ada kelompok anak muda yang beratraksi rafting dari ujung jembatan. 3 perahu karet yang bisa ditaiki juga oleh pengunjung dengan membayar 25 ribu rupiah. Tapi sayang, hari itu saya dan teman - teman enggak bisa rasakan sensasi dayungan dan derasnya jeram Ciliwung karena enggak bawa baju ganti. Suatu hari nanti kudu balik sih.
Kampung Mulyaharja, Bukan Tempat Surti Tejo
Sudah lewat dari jam makan siang, perut keroncongan kami harus bertahan sebentar sampai Kampung Mulyaharja. Uncal pun menyusuri Jln. Surya Kencana. Sampai di The Jungle Fest, kami berganti kendaraan yaitu angkot karena Uncal enggak sanggup melewati rutenya. 2 angkot hijau tangguh mengantarkan kami sampai Kampung Agro Edu Wisata Organik Mulyaharja, Bogor Selatan. Setelah turun angkot dan berjalan sedikit ke dalam langsung disambut oleh hamparan hijau persawahan. Sejuk di mata.Â
Makanan khas Sunda langsung disantap dengan menu yang lezat. Ada nasi liwet, lalapan, sambal, ayam goreng, tumis jantung pisang, kerupuk dll. Pokoknya bikin selera makan meningkat, eh tapi memang lapar juga. Tempat makannya juga enggak biasa, di saung bambu tengah sawah sambil menikmati hembusan angin dan pemandangan gagahnya Gunung Salak. Jadi, kalau mau menikmati sensasi makan atau sekadar ngopi kekinian di tengah sawah, di Kampung Mulyaharja aja.
Inget bentangan sawah ini, saya jadi teringat lagi Surti Tejonya grup band Jamrud. Tapi bukan lho. Kampung Mulyaharja memiliki luas sawah sekitar 24 hektar. Pernah diadakan fashion show di tengah jembatan sawah ini untuk menunjukkan hasil karya kampung wisata. Untuk menikmati kampung Mulyaharja bisa merogoh kocek sebesar 450 ribu rupiah (untuk 10 orang) dengan seabrek fasilitas. Kunjungi IGnya aja @visitmulyaharja. Â
Kerajinan Perca Dari Tangan Ibu Hebat
Destinasi terakhir ke Kampung Perca. Ini lumayan agak jauh dari Kampung Mulyaharja. Arahnya lewatin Jln. Tajur dan Sabtu sore itu jalanan lumayan macet mengingat banyak yang keluar malam Minggu. Setibanya di Kampung Perca disambut oleh ibu Titik Wahyono. Di gang kampung ini dihiasi potongan kain perca dan lukisan di pinggir temboknya. Lalu, kami diberikan minuman bir pletok dingin dari buah pala. Minuman ini cocok untuk yang insomnia, kenapa? Karena bikin santai dan ngantuk.Â
Lalu kami diajak ke rumah pembuatan kain perca. Di sana ada beberapa ibu yang sedang membuat kerajinan kain perca yaitu gantungan kunci, seprei dan sarung bantal. Potongan kain yang didapat dari konveksi pakaian dan dimanfaatkan oleh ibu-ibu setempat untuk dijadikan berbagi produk. Terampil banget deh tangan ibu-ibu itu. Soal harga relatif agak mahal karena proses kreatif pembuatannya itu.
Yaaahh, waktunya pulang, semua destinasi kampung wisata di kota Bogor tuntas kami datangi. Sekitar pukul 5 sore, Uncal membawa rombongan Koteka kembali ke Alun-alun. Sungguh nge-trip seharian yang seru di Kota Bogor dan rasanya masih kurang mengeksplor kota hujan ini. Kira-kira nge-trip ke mana lagi ya bulan depan? Pastinya pengalaman nge-trip Lebih Seru di Kota Bogor enggak akan terlupakan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H