Entah sudah berapa kali saya mendatangi kota Bogor. Pastinya tak terhitung oleh jari. Tiap berkunjung ke sana selalu membuat saya berkesan. Ada saja momen tak terlupakan. Seperti hari Sabtu lalu, 22 Oktober 2022, saya ikut jalan-jalan bersama Komunitas Traveller Kompasiana (Koteka) bersama 23 teman-teman Koteka terpilih menyambangi destinasi wisata menarik di Bogor.Â
Sebenarnya gosip jalan-jalan ke Bogor ini sudah saya dengar sebulan sebelumnya saat berkunjung ke Purwakarta. "Insyaallah bulan depan kita ke Bogor ya," kata Mas Ony Jamhari, selaku ketua Koteka. "Siap ikutan!" jawab serempak semua peserta. Memang ya kalau diajak ngebolang enggak ada yang nolak. Banyak yang butuh healing setelah pandemi mereda.Â
Saya dan mba Mira Habibah dipercaya oleh ketua Koteka untuk mengatur kegiatan Koteka Trip ke-4 dari membuat poster, mencatat nama peserta yang mau ikut, distribusi produk sponsors dan mengatur laporan kegiatan. Kali ini judul jalan-jalannya "Lebih Seru di Kota Bogor" dan sekaligus menjadi tagar untuk meramaikan unggahan konten media sosial.Â
Coba cek aja ya ke tagar tersebut di Instagram. Seru-seru postingannya. Memang destinasi yang kami kunjungi seru semua. Koteka Trip ke-4 ini bekerjasama dan didukung penuh oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. Asyik kan.
Alun-alun kota Bogor menjadi titik kumpul pertemuan. Satu per satu teman-teman Koteka berdatangan dari bermacam wilayah seperti dari Tangerang Selatan, Depok, Bekasi, Jakarta, Purwakarta, bahkan Bogor. Sebelum hari makin siang dan mengejar waktu kepadatan kegiatan, maka acara di mulai.Â
Sebelum berangkat, Bapak Ara Wiraswara selaku Kabid Pemasaran Pariwisata dan Bapak Wawan selaku Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Bogor memberikan kata sambutan. Koteka Trip ke-4 Lebih Seru Di Kota Bogor disambut dengan baik.Â
Sambil mengisi perut yang keroncongan dan menambah tenaga, semua peserta dibekali makanan dari produk sponsor, antara lain Jumbo Strudel Bogor (IG @jumpabogor) sekotak isi 3 kue yang Endeusss pisan rasanya, minuman sirup  botol sari pala organik Palamore (IG @siruppalabogor) dan kebetulan pemiliknya ikutan jalan-jalan juga nih, mba Nisa Kompasianer Bogor. Â
Selain sirup, buah pala dibuat jadi Wingko (@giftbycasandra). Wingkonya lembut, enak, lezat, gluten free, 100% vegan dan less sugar. Ajib kan.Â
Kampung-kampung Tematik Seru di Kota BogorÂ
Saya sungguh bergairah dan senang mengikuti Koteka Trip kali ini. Agenda kunjungan sudah diatur oleh panitia dari Disparbud Kota Bogor. Jadi semua peserta tinggal mengikuti. Kendaraan yang kami pakai keliling kota Bogor yaitu UNCAL atau kepanjangan dari Unforgettable City Tour At Loveable City.Â
Dalam bahasa Sunda Uncal artinya rusa. Bisa ditumpangi 20 orang lebih. Kemarin sih semua peserta dan beberapa panitia keangkut semua, walaupun ada yang berdiri dan lesehan di belakang. Ini pengalaman pertama saya naik Uncal lho. Sepanjang perjalanan dipandu oleh pemandu wisata bernama  Arif  dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bogor.Â
Cibuluh, Kampung Batik khas Bogor
Kampung wisata tematik pertama yang dikunjungi yaitu Kampung Batik Cibuluh yang terletak di Jln. Neglasari. Kami harus berjalan ke dalam pemukiman untuk melihat langsung proses pembuatan batik khas Bogor dan dipandu oleh tour guide Anya.Â
Ada 4 tempat perajin batik yang kami temui yaitu Batik Sadulur, Batik Melangit, Batik Pancawati dan Batik Bumiku. Dua tempat perajin batik lainnya yaitu Batik Melinda dan Batik Kedaung Kujang enggak sempat kami kunjungi karena mengejar waktu ke tempat lainnya.Â
Di tempat Batik Sadulur bertemu dengan ibu Fitri atau akrab dipanggil ibu Bray. Saat ditemui, ia sedang mengerjakan pesanan batik cetak. Selain mengerjakan pesanan batik, ia juga berjualan mie ayam. Rata-rata perajin batik di kampung ini adalah ibu-ibu rumah tangga.Â
Mereka mengikuti pelatihan membuat batik dan membuka usaha sendiri di rumah. Motif-motif yang ditampilkan ada rintik hujan, bunga Raflesia Arnoldi, Dadali wijaksana, motif gajiseri (kujang). Batiknya ada yang dicap atau diukir langsung. Soal harga pastinya bervariasi.Â
Bukti Toleransi Ada Kampung Pulo Geulis
Uncal melaju ke destinasi selanjutnya yaitu Kampung Pulo Geulis. Perkampungan yang ada di tengah- tengah sungai Ciliwung ini memberikan keunikan tersendiri, di mana warganya saling bertoleransi dalam perbedaan. Karena keturunan Tionghoa dan warga asli bermukim di kampung ini.Â
Untuk menuju kampung ini mesti menuruni anak tangga dan jembatan yang di bawahnya mengalir sungai Ciliwung. Hari itu terlihat cukup deras arusnya, padahal enggak turun hujan lho.Â
Dipandu oleh teh Dina yang mengantarkan rombongan Koteka ke sebuah kelenteng tertua di kota Bogor yaitu Phan Ko Bio atau Vihara Mahabrahma. Saya seperti de Javu, karena pernah datang ke kelenteng ini beberapa tahun silam bersama komunitas traveler juga.Â
Saat tiba di kelenteng, kami disambut oleh atraksi Barongsai dari pemuda setempat. Serasa lagi merayakan Tahun Imlek aja. Setelah pertunjukkan Barongsai usai, kami dipersilakan masuk ke dalam kelenteng.Â
Di dalam kelenteng sudah disediakan kursi plastik dan beberapa narasumber menceritakan tentang Pulo Geulis dan Kelenteng Phan Ko Bio. Pak Chandra sebagai pengurus kelenteng mengatakan bahwa ada perbedaan antara vihara dan kelenteng.Â
Vihara adalah tempat ibadah umat Buddha dan memiliki waktu tertentu untuk sembahyang, sedangkan kelenteng merupakan tempat berdoa bagi siapa saja tidak mengenal apa keyakinannya dan tak terbatas waktunya. Toleransi terlihat di dalam kelenteng ini. Buktinya ada satu ruang kecil untuk sholat bagi umat muslim yang terdapat petilasan Uyut Gebok dan Eyang Sakee.
Di kelenteng Phan Ko Bio ada beberapa dewa dan dewi yang disembah salah satunya Dewi Kwan Im yang dianggap sebagai dewi welas asih. Pasti inget dong sama tayangan film Sun Go Kong yang mencari kita suci ke Barat. Tiap altar terpajang beberapa air mineral, dupa dan sesajen lainnya. Kelenteng ini didominasi oleh warna merah.Â
Kelenteng Phan Ko Bio pertama kali ditemukan oleh Abraham Van Riebeeck pada tahun 1703. Beliau adalah gubernur jenderal Hindia Belanda ke-18.Â
Duduk di samping kiri Pak Chandra ada kak Mona yang merupakan keturunan dari Abraham Van Riebeeck. Ia juga menambahkan bahwa kelenteng ini dulunya sebagai persinggahan Prabu Siliwangi Kerajaan Pajajaran. Terbukti kalau kelenteng Phan Ko Bio sudah ada sejak berabad-abad lalu dengan bermukimnya batu besar megalitikum di dalam.
Tak ketinggalan Pak Hamzah selalu ketua RW Kampung Pulo Geulis menceritakam bagaimana para warganya bisa saling toleransi di tengah perbedaan. Kalau ada perayaan Lebaran warga Tionghoa ikut membantu, kalau ada acara Cap Go Meh atau Tahun Baru Imlek, warga lainnya ikut membantu. Bukan cuma cantik nama lampunya, tapi sikap dan wujud bermasyarakatnya juga cantik.Â
Waktu semakin siang dan matahari mulai menusuk kulit. Masih ada 3 destinasi kampung wisata lainnya yang harus dikunjungi. Kampung apa saja? Baca di artikel part 2 ya. Sambil mengisi perut dan tambah tenaga, beberapa teman membeli camilan jajanan yang dijual oleh ibu-ibu setempat.Â
Kue-kue itu sudah bekerjasama dengan salah satu hotel di Bogor (lupa nama hotelnya). Kami pun bergegas meninggalkan kelenteng Phan Ko Bio dan Barongsai. (Bersambung )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H