Mohon tunggu...
Nurul Dwi Larasati
Nurul Dwi Larasati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Hiking enthusiast, blogger, movie lover

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Bertemu Eks ISIS dalam Film "Seeking The Imam"

27 Februari 2020   00:40 Diperbarui: 5 Maret 2020   23:11 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia maya dihebohkan dengan berita kontra eks ISIS dipulangkan ke Indonesia. Opini serta hujatan buat mereka mengalir terus di lini masa media sosial. Sebenarnya saya enggak begitu mengikuti berita tentang ISIS sebelumnya. Saya hanya tahu bahwa ISIS musuh dunia. 

Rasa penasaran saya semakin bertambah setelah KOMiK membuka pendaftaran nonton bareng film dokumenter tentang keluarga yang terbujuk oleh propaganda ISIS yang telah kembali ke Indonesia di acara Festival Kebhinekaan. Akhirnya saya daftar dengan menghubungi kak Dewi Puspa (Ketua KOMiK).

Mulai dari tanggal 20-23 Februari 2020 diadakan Festival Kebhinekaan di 3 lokasi di Jakarta Pusat yaitu Griya Gus Dur Matraman, Wisma Rahmat di Petojo, dan Taman Suropati Menteng. Festival Kebhinekaan bertujuan untuk merayakan keberagaman dan memperkuat toleransi melalui ragam kegiatan yang santai dan menyenangkan dengan sasarannya anak muda dan kaum milenial.

Kegiatan menarik dari Festival Kebhinekaan ini meliputi wisata bhineka wisata rumah ibadah lintas agama wisata Napak tilas Gus Dur, wisata toleransi, wisata untuk disabilitas, pemutaran film dan diskusi pameran foto (wajah muslim di Negeri Tirai Bambu), inspiring talk milenials talk mengenal lebih dekat paras penganut agama yang berbeda, meditasi cinta kasih, refleksi lintas iman, yoga Rahmatan Lil Alamin, menggambar komik tema keberagaman.

Untuk pemutaran film, ada 4 film yang diputar sekaligus dengan diskusi bersama filmaker-nya. Saya menghadiri sesi pemutaran film dokumenter "Seeking The Imam" pada hari Kamis, 20 Februari di Griya Gus Dur Matraman, Jakpus. Sebelum nonton, saya sempat mencari berita tentang film ini di google dan trailernya di youtube, namun saya enggak menemukan tentang film dokumenter ini. Berarti film dokumenter ini memang belum disebarkan secara luas.

"Seeking The Imam" Mencari Sosok Pemimpin Lain

Film dokumenter "Seeking The Imam" dibagi menjadi 3 chapter yaitu chapter pertama Misi Penyelamatan, chapter ke dua saya lupa judulnya, dan ketiga Hidup Harus Terus Berjalan. Tokoh sentral dari film dokumenter ini adalah Dhania, gadis muda yang tergoda propaganda ISIS saat usianya masih 17 tahunan. "Seeking The Imam" disutradarai oleh Triguna dan produser eksekutif Noor Huda Ismail.

Chapter pertama menceritakan adegan penjemputan para WNI eks ISIS oleh pihak Indonesia pada tahun 2016, salah satunya ada dari Kementrian Luar Negeri, kalau enggak salah Bapak Bambang Antarikso. Ada 18 WNI yang diselamatkan, kebanyakan mereka adalah keluarga besar Dhania.

Misi penyelamatan itu dilalui penuh perjuangan. Kurang lebih selama satu setengah tahun untuk keluar dari negeri Suriah. Penipuan demi penipuan pun dialami oleh Dhania sekeluarga demi kembali lagi ke Indonesia.

Chapter kedua menceritakan Dhania dan keluarga sudah berada di Indonesia, sekitar tahun 2017. Memulai lagi dengan hidup normal  di Depok, Jawa Barat. Wah, lumayan dekat dari rumah saya. Dalam adegan film itu Dhania menceritakan bahwa dia kurang diperhatikan oleh keluarga, khususnya sang ayah yang sangat sibuk. Sehingga dia mencari sosok "pemimpin" lain.

Diskusi usai nobar bersama narasumber | dokpri
Diskusi usai nobar bersama narasumber | dokpri
Chapter ketiga menerangkan tentang kehidupan Dhania sekeluarga di Batam. Yap, mereka memang berasal dari sana. Ditampakkan rumah yang lama tak terurus dengan banyaknya debu, keroposnya kayu, dan rayap yang mengumpat dari lembaran buku. Terlihat sekali rumah tidak terurusnya rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya selama 3 tahun. 

Pak RT setempat membuka diri untuk menerima kembali keluarga Dhania di lingkungannya. Begitupun dengan keluarga Dhania yang mencoba berbaur dengan warga sekitar dan meminta maaf atas kejadian yang mereka alami. Kebetulan dalam adegan di film ibu Dhania berbicara di depan para tetangga yang berkumpul di sebuah balai warga. Mereka pun diterima baik oleh lingkungan rumah.

Dari keluarga inti Dhania, hanya sang ayah di penjara. Saya pun tak menanyakan alasan dibalik itu dengan Dhania. Dwi Joko Wiwoho (ayah Dhania), dipenjara 3 tahun 4 bulan dan sampai sekarang belum keluar. 

Film berdurasi 25 menit ini terasa singkat sekali. Padahal masih banyak yang ingin saya ketahui mengenai eks ISIS melalui adegan - adegannya. Barangkali nanti ada ide untuk memperpanjang durasi film dengan sajian plot yang menarik. 

Pesan Penting Dari Film "Seeking The Imam"

Setelah menonton film "Seeking The Imam" ada sesi diskusi langsung bersama narasumbernya, Dhania dan sang sutradara turut hadir malam itu. Saya merasa beruntung bisa hadir dan bertemu langsung dengan eks ISIS. Bisa dikatakan mereka beruntung bisa kembali ke Indonesia sebelum ramai kontra penolakan kembalinya eks ISIS belum lama ini.

Sang sutradara ingin menyampaikan pesan penting melalui film dokumenter ini. Triguna seorang bapak dan memiliki anak juga. Pesan penting yang ingin ia sampaikan adalah betapa perlunya kehadiran orangtua, terutama ayah sebagai sosok pemimpin keluarga pada pendampingan anak di saat puber. Puber di sini maksudnya masa di mana anak dalam kondisi labil. Tidak punya sandaran untuk menopang segala kesulitannya.

Dhania mengakui saat itu ayahnya begitu sibuk dengan urusannya sehingga Dhania merasa tidak diperhatikan oleh ayahnya. Berselancar di media sosial menjadi pelampiasannya hingga berlabuh di akun-akun yang membahas tentang hijrah. Dhania pun terpincut dengan hijrahnya sampai ke Suriah. Ditambah ia melihat salah satu temannya yang sudah hijrah terlebih dahulu.

Triguna, sutradara film dokumenter
Triguna, sutradara film dokumenter
Pesan penting lainnya adalah rentannya usai muda, masa puber, kelabilan emosi dalam mempertimbangkan suatu keputusan. Ini memang biasa terjadi pada usia remaja. Mereka belum bisa memilih dan memilah mana yang baik dan benar. Maka itu, bounding antar orangtua dan anak harus lebih intim. Saya merasakan sih renggang hubungan dengan orangtua saat usia remaja dulu, makanya saya pernah terperosok di suatu kejadian yang fatal. 

Generasi kehidupan semakin bertambah diiringi dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sangat perlu lebih bijak lagi menggunakan media sosial dan menyaring berita yang dibaca. Orangtua tentu harus mengontrol penggunaan media sosial anak. Karena sasaran empuk propaganda adalah mereka yang berada dalam kondisi ketidakstabilan.

Soal layak atau tidaknya eks ISIS kembali ke Indonesia, saya belum bisa cepat menyimpulkan. Cuma yang saya tahu setelah pertemuan diskusi malam itu, mereka beruntung bisa keluar dari jerat ISIS dan kembali dalam keadaan baik-baik saja serta masih diterima. Suatu keberuntungan juga buat saya bisa bertemu dengan eks ISIS dari Indonesia.

#nobarkebinekaan

#festivalkebhinekaan3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun