Mohon tunggu...
Nurul Dwi Larasati
Nurul Dwi Larasati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Hiking enthusiast, blogger, movie lover

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Momen Perjuangan di Ulang Tahun ke-5 KOMiK

31 Agustus 2019   23:06 Diperbarui: 31 Agustus 2019   23:28 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meja tempat perumusan teks Proklamasi Kanan - kiri : Bung Hatta, Bung Karno dan Ahmad Subardjo

Saya nggak menyangka kalau artikel tentang pasang surut karir sutradara Ario Rubbik lolos menang dan saya menjadi salah satu peserta jelajah dan nobar maraton "Bumi Manusia" dan "Perburuan" dari KOMiK pada tanggal 18 Agustus 2019. Kegiatan yang dilaksanakan sehari setelah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 74 begitu terasa momen perjuangannya.

Ada 2 agenda yang kami jalankan yaitu Jelajah Museum dan Nobar. Museum yang kami datangi adalah Museum Permusuan Naskah Proklamasi yang ada di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Saya baru pertama kali datang ke sini.

Hari Minggu itu, suasana museum tidak begitu ramai, sehingga bisa dieksplor lebih leluasa. Bangunan yang terdiri atas 2 lantai dan ruangan-ruangan besar ternyata museum ini dulunya adalah rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda, dimana Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Subardjo mengadakan persiapan menjelang Indonesia Merdeka.

Ruang demi ruang dijelaskan oleh pemandu museum yaitu Pak Ari. Setiap ruangan memiliki cerita yang menjadi sejarah penting bagi Kemerdekaan Indonesia. Ruangan tersebut sebagai saksi bisu kehebatan para proklamator kita.

Saya pun terkejut kalau teks proklamasi dibuat di ruang makan, di atas meja makan rumah Maeda. Padahal saat itu Jepang sedang menjajah Indonesia, kenapa Maeda mau menerima musuhnya merencanakan kemerdekaan ? Hal itu tak pernah terpecahkan.

Meja tempat perumusan teks Proklamasi Kanan - kiri : Bung Hatta, Bung Karno dan Ahmad Subardjo
Meja tempat perumusan teks Proklamasi Kanan - kiri : Bung Hatta, Bung Karno dan Ahmad Subardjo

Mendatangai Museum Perumusan Naskah Proklamasi sepeti diajak melihat kondisi atau momen perjuangan saat itu. Foto dan video yang ditampilkan begitu bermakna meskipun penampakannya sudah usang. Jelajah museum kali ini pas sekali dengan momentum Hari Kemerdekaan RI. 

Pengetahuan sejarah saya bertambah lagi. Jadi tahu lebih dalam tentang perjuangan para pahlawan yang sangat berani. Merasakan atmosfer perjuangan mereka tanpa rasa takut demi bangsa yang merdeka. 

Setelah dari museum, kami melanjutkan agenda berikutnya yaitu nobar maraton film. Tapi sebelumnya kami makan siang menyantap Gado-Gado Bonbin di daerah Cikini. Endeeeeeeusss banget gado-gadonya. Sudah ada sejak tahun 1960 lho. 

Usai makan kami menuju TIM XXI untuk nobar maraton. Tak disangka bioskop yang kami datangi akan tutup esok harinya. Jadi, hari Minggu itu momen terakhir menonton film di TIM XXI. Perpisahan yang cukup indah. 

Film pertama yang kami nonton adalah "Perburuan". Dibintangi oleh Adipati Dolken dan Ayushita. Film yang diangkat dari novel karya Pramoedya Ananta Toer mengisahkan seorang tentara Indonesia yang dikejar oleh pihak Jepang sehingga melarikan diri ke sebuah hutan dan menetap di gua dalam jangka waktu yang lama. Oh ya sebelum film dimulai, penonton diajak menyanyikan lagu Indonesia Raya terlebih dahulu.

Foto terakhir kalinya di depan TIM XXI
Foto terakhir kalinya di depan TIM XXI

Jujur, saya mengantuk nonton film ini. Mungkin karena alurnya lamban dan konfliknya kurang greget. Mata saya merem melek selama film berlangsung. Durasi satu jam lebih membuat saya menonton film Perburuan jadi membosankan. Artinya saya kurang sreg menonton film yang alurnya lamban.

Jam setengah 3 kurang kami selesai nonton film Perburuan. Masih ada waktu 15 menit untuk ke toilet dan melanjutkan nonton film berikutnya yaitu Bumi Manusia. Aduh, ketemu lagi sama Iqbaal. 

Kali ini Bumi Manusia membuat saya melek selama 3 jam dan itu nggak berasa bakal selama itu. Bumi Manusia menyuguhkan cerita  penuh konflik. Dari pemerannya dan latar belakang dari sejarah zaman Hindia Belanda. 

Minke seorang pemuda 19 tahun keturunan bangsawan Jawa yang belajar di sekolah Belanda mencoba mencari makna modern yang dianut oleh bangsa Eropa. Ia terbiasa dengan kemodernan dari teman - temannya yang keturunan Indo, tapi ia terkesima dengan kemodernan yang dimiliki Nyai Ontosoroh. Seorang simpanan dari tuan Belanda yang cerdas mengatur keuangan dan pintar berbahasa Belanda. Jauh dari kesan Nyai yang dianggap "sampah" pada saat itu. 

Sha Ine Febrianty sangat pas memerankan Nyai Ontosoroh
Sha Ine Febrianty sangat pas memerankan Nyai Ontosoroh

3 jam yang begitu mengaduk-aduk perasaan saya menonton Bumi Manusia. Hanung Bramantyo sukses memvisualkan cerita novel menjadi karya yang apik. Kalian yang belum nonton, sayang sekali kalau terlewatkan.

Hari semakin sore, jam setengah 6 kak Dewi Puspa membubarkan acara #nobarmaratonkomik. Perayaan ulang tahun yang tak biasa yang pernah saya alami. Dipenuhi dengan momen perjuangan yang mempunyai makna berbeda. 

KOMiK telah berjuang mempertahankan eksistensinya selama 5 tahun dan memberikan kegiatan yang menarik bagi para anggotanya. Semoga perjuangan ini tidak berhenti sampai disini, terus dilanjutkan sampai tahun berikutnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun