Mohon tunggu...
Nurul Dwi Larasati
Nurul Dwi Larasati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Hiking enthusiast, blogger, movie lover

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pasang Surut Karir Sutradara Film Versi Ario Rubbik

12 Agustus 2019   18:22 Diperbarui: 12 Agustus 2019   18:58 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketemu Ario Rubbik dalam Bincang Akar Penyutradaraan

Film perdananya yaitu Satu Jam Saja (2010) yang dibintangi oleh Andhika Pratama, Vino G. Bastian dan Revalina S.Temat. Ia melalui banyak hal menggarap film ini. Mulai dari driver-nya mogok karena duit bensin belum dibayar, dll. Ario berusaha cari solusi dengan mereka. Dari situ dia belajar bahwa label sutradara dan crew sebatas cut & action.

Film Hijabers in Love (2014) dapat jumlah penonton 3000an, filmnya belum tayang eh, diboikot oleh ustad ternama. Filmnya nggak laku, tapi ada value lain yang ia dapat. Istrinya bisa berhijab atau hijrah dari hasil riset film tersebut. "Allah nggak ngasih rejeki dari sini, tapi dari rejeki yang lain", tuturnya.

Film The Last Barongsai (2017) dapat penonton cuma 7900 an pada saat itu. The Last Barongsai pernah diminta tayang di Cina. Bahkan filmnya dijadikan tesis seorang mahasiswa yang mengejar-ngejarnya di suatu mall dan mengantarkannya sampai lulus kuliah. Meskipun filmnya nggak laku miliyaran , tapi ada value lain yang ia dapat. 

 
 
Lalu, bagaimana menjadi sutradara? Banyak baca dan banyak nonton film. 2 hal itu yang beliau katakan. Dari situ dampak atau insight apa yang didapat.

Perang di awal yang dimaksud Ario Rubbik sebagai sutradara yaitu PERSIAPAN, mulai dari pengembangan skenario sama penulisnya, ketemu sama tim artistik, ketemu sama orang wadrobe, riset, reading sama pemainnya, dan masih banyak lagi. "Berantemlah saat persiapan,"ucapnya. Maksudnya tuh, semua dibahas dan didebatkan sebelum proses syutingnya dimulai. 

Karena tiap scene yang ditulis merupakan sebuah imajinasi si penulis, maka butuh kekompakan sama sutradara. Begitupun dengan artistik, rancangan desain-desainnya harus sesuai skenario dan konsep sutradara. Sutradara juga harus riset busana apa yang dipakai pemainnya saat syuting nanti. Ario Rubbik jadi paham juga tentang shading foundation. Hahaha...

Pokoknya banyak perdebatan di sesi persiapan ini. Kasih kepercayaan sama crew, ibarat presiden percaya sama menteri-menterinya. Film itu sebuah kolaborasi yang berhubungan dengan banyak kepala. "Boleh punya ego, tapi jangan ada -isme di belakangnya," jelasnya. 

FYI, Ario Rubbik Army lho, suka BTS juga. Dia nggak suka K-Pop, tapi ia berusaha cari sesuatu dari yang ia nggak suka supaya kalau diserang dia punya pelurunya. Benar juga sih, kalau terlalu benci malah lama-lama jadi cinta kan.

Nggak cuma pasang surut jadi sutradara film aja yang dia alami, pasang surut kehidupan pun dia pernah lewati. Dia pernah jadi pemulung di Karawang selama 4 bulan. 

Dari situ dia jadi belajar cara hidup pemulung. Misalnya jadi tahu lagu yang sering didengar oleh pemulung itu lagu-lagunya Wali atau Kangen band. Saya terkejut sih pas dia bilang begitu. Nggak nyangka aja. 

Saat dilokasi syuting  nggak ada lagi perdebatan panjang. Semua sudah digeluti hal - hal yang ingin dilaksanakan nanti pas dilapangan. Ada plan A,B,C yang sudah dirancang saat persiapan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun