Mohon tunggu...
Nurul Fujiati
Nurul Fujiati Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN WALISONGO SEMARANG

Saya salah satu mahasiswi KKN MIT 14 Kelompok 65 UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini Pemuda Terkait Majemukan di Dusun Karangkulon

6 Agustus 2022   19:33 Diperbarui: 6 Agustus 2022   23:06 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Indonesia adalah negara yang sangat beragam yang terdiri dari berbagai daerah di dalamnya dari sabang sampai merauke. Keberagaman tersebut dilihat dari adanya corak dan ciri khas tersendiri dari aspek bahasa, sosial, budaya, tradisi, adat istiadat dan sebagainya dari masing-masing daerah. Sebagaimana hal ini terlihat di salah satu daerah tempat kami KKN yaitu Dusun Karangkulon, Keluruhan Wukirsari, Kecematan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Karangkulon merupakan salah satu dusun yang berada di keluruhan Wukirsari dan terdiri dari sembilan RT mulai RT 01 sampai RT 09. Daerah yang terkenal dengan karya batiknya. Sebagain besar masyarkat menyibukkan diri untuk membatik. Sehingga tidak heran jika daerah tersebut dijuluki sebagai kampung batik. Selain keunikannya di ranah membatik, dari segi tradisi pun rupanya di daerah Karangkulon  terdapat keunikan yang lain yaitu adanya acara Majemukan.

Pendapat pemuda Karangkulon terkait majemukan yakni acara merti dusun atau bersih desa yang diadakan setahun sekali setelah musim panen selesai dengan maksud sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang telah dikaruniakan Allah. Majemukan ini termasuk acara turun temurun dari orang-orang sebelumnya di dusun setempat dan sudah sangat tua sekali mulai pelaksanaannya. Acara tersebut juga diadakan oleh dusun tetangga seperti Dusun Cengkehan dan Dusun Giriloyo yang termasuk satu kesatuan dari kelurahan Wukirsari. Dalam acara Majemukan tersebut ada beberapa objek yang menarik perhatian, dimana pada malam puncaknya terdapat gunungan sayur-sayuran yang dikreasikan sedemikian uniknya oleh pemuda Karangkulon. Adapun filosofi dari gunungan tersebut yaitu berisi sayur, paling puncak ada padi dan bentuknya seperti orang-orangan di sawah yang menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat setempat adalah bertani dengan menanam padi.

Pada malam puncak Majemukan terdapat beberapa rangkaian acara yang diawali dengan mengarak gunungan dari masjid Ar-Rahmani sampai ke Balai Dusun tempat acara dilaksanakan yang berjarak kurang lebih 500 meter. Kemudian terdapat acara puncaknya yaitu pembacaan sholawat Rodad dari beberapa group yang semuanya terdiri dari bapak-bapak. Adapun sholawat yang dibaca yaitu ada maulid saroful anam, maulid ad-dhiba'i, maulid shimtuduror, dan muslid berzanji yang diiringi dengan tarian. Pendapat lain juga menyatakan bahwa majemukan kerap kali disebut sebagai hari rayanya masyarakat Karangkulon yang penentuan tanggal pelaksanaan tiap tahunnya ditentukan oleh Yai Ahmad Zabidi Marzuki, Lc selaku ulama atau tokoh agama sekaligus pengasuh pondok pesantren yang berada di dusun Karangkulon yang bernama Ar-Romli. Waktu pelaksanaan Majemukan biasanya setelah hari raya idul Fitri dan hari raya idul Adha.

Setiap daerah mempunyai ciri khasnya tersendiri, termasuk dalam mengungkapkan rasa syukur atas limpahan nikmat yang Allah berikan.  Karangkulon yang merupakan salah satu daerah yang memiliki tradisi Majemukan sebagai bentuk sedekah alam sekaligus bersih dusun dan cara dalam mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Gusti Allah. Acara Majemukan yang tidak hanya sekedar acara rutinan setiap tahun, tetapi ada banyak maksud serta tujuan yang terdapat di dalamnya. Terlihat dari antusias dan banyaknya masyarakat yang ikut serta dalam acara tersebut menunjukkan bahwa acara Majemukan bukan hanya sebagai bentuk tradisi saja tetapi juga sebagai wadah bersatunya seluruh elemen masyarakat Karangkulon dari anak-anak, pemuda, dewasa, bahkan lansia. Sehingga  dapat meningkatkan rasa persatuan, persaudaraan, dan kekompakan antar seluruh elemen masyarakat. Selain itu, masyarakat bisa berkumpul dalam satu wadah untuk saling berbagi dan menikmati kebahagiaan secara bersama-sama, saling guyup rukun serta istiqomah dalam menjaga tradisi dan budaya setempat tetap lestari.

Jadi peran masyarakat sangat penting dalam menjaga tradisi dan budaya dari daerah masing-masing agar tetap terciptanya daerah yang memiliki identitas dan ciri khusus yang berbeda dari yang lainnya. Akan tetapi sebagai warga Indonesia yang bersembohyang Bhinneka Tunggal Ika, kita harus tetap menghargai perbedaan sebagai suatu keberagaman yang terbingkai dengan rasa persaudaraan dan persatuan. Tradisi dan budaya yang turun temurun termasuk hal yang wajar untuk tetap dilestarikan selama mengandung banyak kemaslahatan umat dan tidak menyimpang dari ajaran syariat Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun