Hak ulayat adalah sistem penguasaan tradisional yang bersifat holistik berdasarkan kesamaan garis keturunan (geneologis) dan kesamaan tempat tinggal (teritorial). Hak ulayat semaca bundle of rights yang mempunyai dua tiplogi hak, yaitu; pertama, hak milik adat yang bersifat individual bagi seluruh anggota masyarakat adat dan bersifat komunal berbasis klan-klan (suku/kaum), kedua, hak ulayat yang berdimensi publik (ulayat nagari) yang bersifat komunal bagi seluruh klan-klan dalam kesatuan masyarakat adat tersebut.
Corak pengelolaan wilayah adat mengikuti tipe hak ulayat ini, dimana bagi tanah-tanah yang bersifat hak milik adat dikelola untuk pemukiman  masyarakat adat, sawah irigasi dan perladangan hutan (agroforest), sedangkan hak ulayat publik adalah hutan alam yang diperuntukkan bagi pemanfaatan publik masyarakat adat, seperti membangun fasilitas umum dan jasa lingkungan.Â
Hutan bagi masyarakat adat adalah sub-sistem dari ekosistem yang lebih luas dalam wilayah adat, sehingga fungsi utama hutan adalah area tangkapan air bagi kebutuhan pertanian dan pemukiman masyarakat adat.
Pola pengelolaan hutan oleh masyarakat adat malalo tigo jurai dilaksanakan secara informal berdasarkan adat. Penegakan adat melalui dua media, yaitu; Â pertama, media aturan adat dan kedua, media ritual. Aturan adat meliputi peruntukan lokasi-lokasi tertentu sebagai hutan larangan dengan sanksi-sanksi sosial bagi yang melanggar.Â
Sanksi sosial yang paling tinggi adalah pengucilan individu dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Sedangkan media ritual salah satunya adalah "mambuka kapalo banda", yaitu ritual tahunan untuk merawat sumber mata air dan penentuan zakat bagi masing-masing individu masyarakat adat yang mengelola wilayah adat.Â
Ritual ini dilaksanakan dengan menyembelih seekor kerbau dan dagingnya dibagi-bagi pada masing-masing individu masyarakat adat yang besarnya potongan daging tersebut berdasarkan luas hak milik adat pada masing-masing individu dan penentuan besarnya zakat yang dikeluarkan dari pemanfaatan tanah tersebut.Â
Ritual ini sebagai media pengetahuan atas hak milik individu-individu masyarakat adat yang direproduksi secara terus menerus secara regular, mirip dengan sistem title hak secara informal. Selain itu, penentuan besarnya zakat dalam ritual ini menjadi media religius sekaligus sosial pertanggung jawaban individu pada kepentingan publik dan kesejahteraan bersama.
4. Diskusi
Perbedaan menonjol pengelolaan hutan oleh negara dengan masyarakat adat malalo tigo jurai dimulai dari perbedaan pendekatan pengelolaan hutan. Â Pengelolaan hutan oleh Negara memakai pendekatan berbasis komoditi atau lebih spesifik lagi berbasis tegakan hutan (sustained yield principle).Â
Karakter utama pendekatan ini adalah pengelolaan terpadu yang bersifat parsial dari pengelolaan ekosistem hutan, yang bertujuan untuk optimalisasi aspek ekonomi, sosial dan ekologi (sustainable forest management) .Â
Pendekatan tersebut mengutamakan pendekatan penguasaan landscape ekosistem hutan yang dinilai dari nilai sumber daya hutan sebagai sumber produksi kayu, non kayu dan jasa-jasa lingkungan. Pendekatan pengelolaan hutan negara ini kemudian dilegitimasi berdasarkan keputusan hukum formil melalui penentuan kawasan hutan dengan skala yang luas.