Selain didaftarkan dengan status HGU, tanah ulayat nagari juga dapat didaftarkan dengan status Hak Pengelolaan dan Hak Pakai. Hak pengelolaan dalam hukum tanah nasional tidak disebut dalam UUPA, tetapi tersirat dalam pernyataan Penjelasan Umum angka II.2. Dalam kenyataannya pengaturan tentang Hak Pengelolaan hanya diatur oleh setingkat Peraturan Menteri bukan dengan Undang-undang.
Kewenangan yang diberikan kepada pemegang hak pengelolaan itu adalah terbatas untuk merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Hak Pengelolaan berkedudukan sebagai suatu bentuk pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan dari hak menguasai negara atas tanah yang diberikan kepada Departemen, Lembaga-lembaga Pemerintahan Negara, Daerah Otonom, serta Badan Hukum-badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah. Hak Pengelolaan tidak dapat dialihkan dan tidak dapat dijaminkan.
Sehingga tanah ulayat yang didaftarkan menjadi Hak Pengelolaan lebih mirip dengan pemberian hak kepada kesatuan masyarakat hukum adat atau daerah swatantra yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) UUPA karena bersifat tetap dan diberikan untuk keperluan tertentu.
Sedangkan pendaftaran tanah ulayat nagari dengan status Hak Pakai juga memiliki problem subjek pemegang hak yang serupa dengan HGU. Di dalam PP No. 40/1996 disebutkan bahwa subjek Hak Pakai adalah: a) Warga Negara Indonesia; b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; c) Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; d) Badan-badan keagamaan dan sosial; e) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; f) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; g) Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Intemasional. Masyarakat adat dalam bentuk pemerintahan nagari juga tidak secara tegas disebutkan sebagai pemegang hak pakai.
Hak Pakai dapat diberikan pada tanah negara, tanah hak pengelolaan dan tanah atas hak milik. Bila tanah ulayat nagari dianggap sebagai tanah negara, maka hak pakai diberikan oleh Menteri atau petugas yang ditunjuk dan kemudian didaftarkan ke Kantor Pertanahan.
Sifat dari hak pakai dari tanah negara adalah hak yang diberikan (given), bukan sebagai hak asal yang berasal dari masyarakat. Hak Pakai pada tanah hak pengelolaan juga diputuskan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk setelah adanya usulan dari pemegang hak pengelolaan.
Sedangkan Hak Pakai pada tanah milik lebih dekat dengan konsepsi yang dimaksud terhadap tanah ulayat nagari sebab tanah ulayat nagari dianggap sebagai hak asal usul yang berasal dari keberadaan nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Hak Pakai yang bersumber dari tanah milik terjadi melalui pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Tanah ulayat nagari yang didaftarkan sebagai Hak Pakai menimbulkan beberapa konsekuensi yang akan diterima oleh masyarakat nagari, antara lain:
- Bila Hak Pakai atas tanah ulayat dianggap sebagai hak pemberian (given) dari Pemerintah, maka Hak Pakai tersebut memiliki jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Tetapi juga ada ketentuan yang menyatakan bahwa Hak Pakai tersebut dapat diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Untuk keperluan tertentu yang dimaksud adalah untuk kepentingan: a) Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; b) Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional; c) Badan keagamaan dan badan sosial. Apakah bagi tanah ulayat nagari dianggap sebagai untuk keperluan tertentu juga? Belum ada penjelasan relevan menjawabnya.
- Hak Pakai yang bersumber dari Hak Milik memilik jangka waktu paling lama 25 tahun dan setelah itu tidak dapat diperpanjang. Hal ini kemudian menghilangkan keberadaan tanah ulayat nagari. Namun bila ada kesepakatan antara pemegang hak milik, maka Hak Pakai tersebut dapat diperbarui dengan menggunakan hak pakai baru Hak Pakau baru itu dilakukan dengan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan didaftarkan kembali kepada Kantor Pertanahan.
- Pemegang hak pakai membayar sejumlah uang kepada pemberi Hak Pakai baik kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau kepada pemegang hak milik atas tanah. Hal ini menjadi aneh bila tanah ulayat nagari dianggap sebagai hak asal usul dari keberadaan nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat. Tidak relevan apabila suatu kelompok membayar sejumlah uang kepada pihak lain agar dia dapat menikmati hak atas tanah yang pada mulanya adalah hak mereka.
- Hak Pakai dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.Menjadikan Hak Pakai sebagai jaminan utang memiliki koneskuensi bahwa hak tersebut dapat disengketakan di dalam persidangan. Apabila pemengan hak kalah dipersidangan maka Hak Pakai tersebut dapat beralih kepada pihak lain.
- Sama dengan HGU, Hak Pakai juga dapat dialihakan dengan cara jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah,dan pewarisan. Hal ini mempermudah pengalihan tanah ulayat yang didaftarkan menjadi Hak Pakai untuk dipindahtangankan yang pada akhirnya akan menghilangkan keberadaan tanah ulayat nagari.
- Tanah Ulayat Suku
Tanah ulayat suku didaftarkan dengan status hak milik yang pemegang haknya adalah penghulu-penghulu suku.
- Tanah Ulayat Kaum
Tanah ulayat suku didaftarkan dengan status hak milik yang pemegang haknya adalah anggota kaum dan mamak kepala waris.
- Tanah Ulayat Rajo