Mohon tunggu...
Nurul Fatonah
Nurul Fatonah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NURUL FATHONAH, lahir di Sukoharjo, 24 Agustus 2002. Mahasiswa Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Seorang yang belajar untuk menuangkan isi kepala dalam tulisan dan sosok yang terus mencoba menemukan jati diri. WA: 085643294842, IG: @nurulalfath, Surel: nurulfatonah42@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Childfree, Tuai Pro dan Kontra dalam Masyarakat

25 Oktober 2021   07:00 Diperbarui: 25 Oktober 2021   07:08 7247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seseorang ketika menikah memiliki pemikiran untuk melanjutkan keturunan agar pernikahan lebih bermakna. 

Hadirnya buah hati merupakan momen yang didambakan oleh pasangan suami-istri dan sebuah anugerah yang paling indah dalam kehidupan rumah tangga. Apalagi budaya di Indonesia yang memiliki pandangan bahwa “banyak anak banyak rejeki”.

Akhir-akhir ini fenomena pemikiran-pemikiran yang berkembang di sekitar masyarakat, salah satunya yaitu tentang childfree. Pemikiran ini menjadi topik yang hangat dibicarakan lantaran ada seorang influencer dan artis tanah air yang mendeklarasikan untuk tidak memiliki anak. Hal ini lantaran membuat pro dan kontra dalam masyarakat.

Childfree adalah keputusan seseorang atau pasangan yang memilih tidak memiliki anak setelah menikah. Keputusan tersebut masih menjadi hal yang heboh, padahal istilah childfree sudah ada sejak tahun 1970-an dan mulai meningkat sekitar tahun 2000-an. 

Para peneliti seperti Tomas Frejka (peneliti dan penulis dari Childlenes In United States) dan Tomas Sabotka (peneliti dari Vienna Institute of Demography) menjelaskan bahwa orang yang tidak berkeinginan memiliki anak semakin bertambah setiap tahunnya. Apalagi negara-negara maju pemikiran childfree ini semakin banyak yang menganut. Pada penelitian ini banyak hal yang mendasari seseorang untuk memilih childfree.

Keputusan seseorang untuk memilih childfree tentunya memunculkan beberapa stigma negatif oleh masyarakat di sekitar. Dan ini bisa menimbulkan tekanan sosial bagi pasangan, karena harus menerima tanggapan dan kritikan dari masyarakat. Hal ini pun juga melibatkan keluarga besar dari pasangan tersebut yang bisa jadi tidak menerima keputusan untuk childfree, karena orang tua dari pasangan suami-istri tentu saja menginginkan hadirnya keturunan dari anaknya atau seorang cucu.

Pro dan Kontra Dalam Masyarakat

Pemikiran childfree tentu saja menuai pro dan kontra dalam masyarakat, berikut ini alasan mereka yang pro dan tanggapan mengenai masyarakat yang kontra terhadap childfree:

1. Menekan Overpopulasi Manusia

Populasi manusia di bumi yang semakin meningkat menjadi alasan pasangan suami-istri menganut pemikiran childfree, dimana ada ulasan mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi akibat populasi manusia yang semakin padat. Salah satunya timbul global warming, mereka berpikir untuk mengurangi kerusakan yang ada di bumi agar tidak timbul kerusakan lingkungan yang lain. Hal ini menjadi beberapa pasangan untuk memilih childfree.

Dan seseorang yang kontra terhadap childfree seperti dilansir oleh BBC pada Oktober 2019 silam bahwa negara-negara yang berada di Eropa seperti Filandia, Perancis, dan Estonia sedang memikirkan cara bagaimana angka kelahiran di negara tersebut meningkat dan memberikan tunjangan kepada warganya agar bersedia memiliki anak. 

Hal ini membuktikan bahwa di beberapa negara justru angka kelahiran menurun. Dan untuk masalah kerusakan lingkungan bukan disebabkan oleh jumlah manusia yang semakin meningkat tetapi jumlah konsumen dan skala sifat konsumsi manusia tersebut.

2. Faktor Ekonomi dan Sosial

Masalah ekonomi dan sosial menjadi hal yang dipertimbangkan oleh seseorang yang memilih childfree, memiliki kekhawatiran tumbuh kembang seorang anak tanpa perekonomian yang cukup. 

Dan mereka belum selesai dengan permasalahan yang ada pada diri sendiri, mempunyai trauma masa kecil yang membuat mental tidak siap untuk menghadapi hal tersebut. Merawat anak membutuhkan persiapan keuangan dan mental agar bisa memaksimalkan peran orang tua dalam mendidik anaknya kelak.

Menanggapi gambaran tersebut membuktikan bahwa pasangan childfree belum mempunyai pemahaman parenting yang benar. Jika sudah mengenal parenting dengan baik maka membimbing seorang anak menjadi hal yang bisa dilakukan oleh orang tua. Dan permasalahan perekonomian dan parenting membutuhkan peran negara.

3. Nilai Kehidupan

Membentuk keluarga yang bahagia dan harmonis tidak harus memiliki seorang anak, dimana pasangan childfree bisa saling melengkapi satu sama lain dengan membentuk keluarga yang ideal. 

Dan beberapa wanita menganut bahwa melahirkan bukan hal yang harus dilakukan untuk membentuk rumah tangga yang baik, keputusan seorang wanita yang tidak ingin melahirkan menjadi sebuah pertimbangan dan keputusan seorang wanita untuk memilih childfree.

Hal tersebut menuai tanggapan bahwa seorang manusia mempunyai fitrah (sifat alamiah) untuk menikah dan melanjutkan keturunan, maka tidak akan muncul sifat keayahan dan keibuan dari pasangan childfree

Padahal perempuan mempunyai sifat kasih sayang, rasa empati, dan kelembutan yang harus disalurkan dan laki-laki yang mempunyai tanggung jawab untuk mencari nafkah bagi keluarga, sehingga membuat sang suami berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga sebagai bentuk tanggung jawabnya. Namun fenomena childfree membuktikan tidak berkembangnya fitrah seseorang dengan baik.

Pada akhirnya, semua mempunyai pilihan masing-masing dalam sebuah pernikahan itu sendiri. 

Memilih childfree atau tidak hendaknya mempertimbangkan keputusan dengan matang tidak hanya sedang mengikuti tren yang ada, namun harus saling mengetahui keinginan masing-masing pasangan agar keputusan yang diambil sama-sama menguntungkan dan tidak membuat hubungan pernikahan menjadi tidak baik. 

Jika memilih childfree harus bersedia menerima konsekuensi yang akan terjadi di lingkungan sekitar. Pasangan yang menginginkan hadirnya seorang anak mempunyai kebahagiaan tersendiri dan akan berusaha keras mendidik anaknya kelak sebaik mungkin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun