Dipaparkan dia, tidak semua BPR terdata di Bank Indonesia. Hanya BPR-BPR dengan modal di atas Rp200 milyar yang terdata dan memiliki akses untuk mendata nama-nama debitur yang bermasalah di Bank Indonesia. "Jadi BPR yang modalnya dibawah Rp20 milyar, biasanya tidak mengakses data debitur di Bank Indonesia, sehingga bisa saja mereka tidak mengetahui rekam jejak debitur yang bersangkutan," katanya.
Kasus serupa
Sebelumnya di Kota Jambi, kejadian serupa pernah terjadi di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja. Oknum bendahara atas nama Endriyati yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan sedang dalam proses Pengadilan Negri Jambi dalam kasus kredit macet di sejumlah BPR di kota itu.
Dalam kasus pinjaman senilai Rp 2 milyar atas 25 orang debitur Anggoat Pol PP Kota Jambi itu telah  mengakibatkan kerugian Rp 558 juta. Endriyati merupakan bendahara yang menjadi koordinator pembayaran tagihan.
Pembayaran tagihan dalam kerjasama pinjaman kredit secara kolektif antara BPR dengan kantor Satpol PP, dilakukan lewat pemotongan gaji secara langsung. Dalam MoU atau nota kesepahaman, telah disepakati bahwa pembayaran dengan cara pemotongan gaji, yang dikumpulkan dan atas tanggung jawab bendahara Endriyati.
Namun, dalam persidangan ditemukan pemalsuan dokumen. Beberapa orang pegawai Satpol PP dipalsukan tanda tangannya. Mereka tidak mengajukan pinjaman ke BPR, namun ada di pengajuan. Ini diketahui ketika melakukan penagihan yang ternyata tagihan tidak tidak sesuai pencairan. Dalam data, ditemukan juga debitur yang ternyata pegawai tidak tetap (PTT), bukan pegawai negeri sipil (PNS).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H