Diketahui, Joko Saripudin tidak saja meminjam uang kepada satu bank, tapi empat bank. Bahkan ada beberapa orang guru yang langsung ke empat bank. Sehingga angsuran pinjaman tersebut melebihi gaji mereka perbulan. BPR yang menjadi sasaran Joko Saripudin itu adalah, BPR Kencana Mandiri, BPR Artha Prima, BPR Mitra dan BPR Pirma serta sebuah koperasi.
Anggota DPRD Kota Jambi, Jefri Bintara Pardede, mengatakan, persoalan ini memang harus diselesaikan, baik oleh internal Diknas maupun oleh pihak yang berkaitan langsung dengan BPR.
"Sebenarnya ini ada indikasi penipuan. Apalagi, jumlah guru yang dimanfaatkan bukan satu dua orang, tapi puluhan. Artinya, yang bersangkutan (Joko) memang memerlukan uang dalam jumlah besar yang akan digunakan entah untuk apa, namun dia menggunakan berkas dan nama sejumlah guru untuk memijam uang tersebut. Namun setelah itu dia dilaporkan menghilang dan tidak membayar kredit ke bank yang dipinjam," katanya.
Dipaparkan oleh Jefri, berdasarkan penuturan para guru, dari awal para guru itu curiga dengan pinjaman Joko Saripudin tersebut, namun para guru mengaku tidak enak dan segan karena yang bersangktan adalah atasan mereka. Bahkan ada indikasi pemaksaan saat proses peminjaman berkas. "Guru merasa tidak enak dengan Joko yang bendahara itu, mereka takut jika akan menjadi masalah, namun sebagian guru mengaku merasa tertekan dengan cara Joko meminjam SK mereka," katanya.
Kecurigaan para guru bermula dari sebagian berkas-berkas yang dipinjam oleh Joko Saripudin. Awalnya, tutur Jefri menjelaskan perkataan para guru, Joko Saripudin meminjam SK PNS, namun karena ada sebagian guru yang SK PNS-nya sudah dijaminkan di bank umum lainnya, maka Joko hanya meminjam salinan SK berkala, dan bahkan ada yang hanya memijamkan BPKB kendaraan bermotor.
"Guru itu bertanya, mengapa BPR bisa meminjamkan uang atas nama mereka, padahal SK PNS hanya foto kopi, dan bahkan ada yang hanya bermodalkan SK berkala dan BPKB. Padahal bank seharusnya punya prosedur baku dalam meminjamkan uang kepada debitur, yakni SK PNS asli atau jaminan lainnya yang berharga. Namun kenyataannya, jaminan seadanya dan dengan proses yang tidak lebih dari dua jam, pinjaman atas nama mereka langsung cair di BPR," katanya.
Menurut Jefri, seharusnya pihak BPR lebih selektif dalam mencairkan pinjaman secara kolektif seperti itu. "Jangan mentang-mentang calon debiturnya adalah PNS, lantas BPR dengan mudah menggelontorkan dana untuk pinjaman, seharusnya mereka teliti dulu kegunaan dan kesanggupan debitur untuk membayar cicilannya. Harusnya, mereka mempunyai data tentang calon debitur terkait dengan pijaman-pinjaman di bank lain," lanjut dia.
Jefri hanya mengingatkan kepada para guru agar berhati-hati terhadap pijaman bank, walaupun yang akan meminjam itu adalah atasan mereka. "Sebaiknya para guru harus berhati-hati dengan pinjaman, meskipun yang meminjam adalah atasan. Kasus penipuan atau pinjaman kolektif seperti ini sudah pernah terjadi di Satpol PP Kota Jambi dan kasusnya bahkan sudah naik ke persidangan," sebut dia.
Pembantu Bendahara UPTD Disdik Kecamatan Kota Baru, Joko Saripudin yang sedianya dikonfirmasi tidak mengangkat panggilan telepon. Namun, salah seorang guru mengatakan, dia berkomunikasi dengan Joko via SMS satu hari lalu, meskipun yang bersangkutan sering mengganti-ganti nomor telepon.
Belum ada keterangan dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi, Rifai, terkait masalah ini. Namun para guru mengatakan, Rifai berjanji akan menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan dengan Joko Saripudin dan para guru. "Yang penting bagi kami tidak harus membayar tagihan itu, dan nama kami bersih dari catatan bank (BI cheking), dan kami tidak terganggu dalam bekerja dengan persoalan itu. Ini sangat berat, apalagi sebentar lagi anak-anak sekolah akan ujian," kata Syukur.
Ini Kata BPR