Indonesia dan Mesir telah mengukir sejarah baru sebagai dua sahabat yang sama-sama berdaulat. Ketika suhu keamanan Mesir bergolak soal nasionalisasi Terusen Suez diributkan oleh Amerika dan sekutunya, Indonesia angkat suara. Soekarno dalam pidato politiknya saat peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 11 tahun 1956 mengatakan, "Mesir adalah satu negara yang merdeka dan berdaulat. Ia mempunjai hak-hak kedaulatan, tak kurang dan tak lebih daripada negara-negara lain yang merdeka dan berdaulat.
Hentikan persiapan militer! Hentikan semua ancaman senjata! Meski diadakan suatu Konperensi Internasional sekalipun untuk memecahkan masalah persengketaan ini, tak akan sehat hasil konperensi itu bila diadakan di bawah bayangan Dewa Mars, yaitu bayangan kapal-kapal perang, derunya bomber-bomber, gemerincingnya pedang-pedang, dentamnya tank-tank, sorak-gertaknya serdadu yang mengancam!
Politik kita yang bebas aktif, aktif menuju kepada perdamaian. Kita tidak duduk ongkang-ongkang di atas pagar. Kita tidak afdzijdig dari segala kejadian dunia sambil duduk tenguk-tenguk. We are not sitting on the fence, demikianlah kataku tempo hari di luar negeri. Kita berichtiar, kita berusaha ke kanan dan ke kiri, kita ke luar juga "rame hing gawe", kita aktif. Politik kita bukan politik bebas saja, politik kita adalah politik yang bebas dan aktif.
Jika masih ada yang ragu dengan kemampuan Mesir, maka dengan menyesal saya berkata bahwa disamping adanya zoogenaamde "under-developed countries" masih ada apa yang harus disebut "under developed minds".
Soekarno tidak cuma menyampaikan dukungannya kepada Mesir dari dalam negeri saja, tapi juga berpidato di forum-forum resmi di luar negeri, seperti yang diakuinya, "Demikianlah, di luar negeri telah saya tandaskan berpuluh-puluh kali. Fahamilah nasionalismenya Asia-Afrika sekarang ini. jikalau ingin mengerti jalannya sejarah, dan jikalau ingin keselamatan dunia, janganlah bermain-main dengan pedang, janganlan bermain-main dengan nasib, jangan bemain-main dengan "fate"! Sebab apa yang diperbuat Mesir itutak lain dan tak bukan adalah jalannya sejarah, tak lain tak bukan adalah "the corse of history".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H