Misykat Nubuwat
"Konstantinopel akan ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah di sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara." (HR. Ahmad)
Sebuah perkataan dari Nabi Muhammad SAW yang dipercayai kebenarannya dan keterwujudannya, meskipun berjarak ratusan tahun sejak beliau mengucapkannya. Pada tahun 1453 M, Sultan Mehmed II, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sultan Muhammad Al-Fatih, berhasil menaklukkan kota Konstantinopel.
Penaklukan ini memberikan dampak besar, tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga menciptakan kegemparan di dunia Eropa. Orang-orang Nasrani di Barat, yang mendengar berita bahwa Konstantinopel telah jatuh ke tangan kaum Muslimin, dilanda ketakutan luar biasa.
Persiapan dan Strategi Penaklukan
Penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih tidak dilakukan secara tiba-tiba. Upaya ini adalah puncak dari usaha panjang yang dirintis oleh para pendahulunya selama berabad-abad. Namun, Al-Fatih tidak hanya melanjutkan perjuangan tersebut; ia menambahkannya dengan strategi matang, teknologi militer yang canggih, dan kepemimpinan yang luar biasa.
Pemahaman Al-Fatih tentang jihad sangat dipengaruhi oleh ayat dalam Al-Qur'an, QS Al-Anfal ayat 60:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang."
Ayat ini menjadi landasan pemikiran Al-Fatih bahwa kemenangan membutuhkan persiapan yang menyeluruh dan maksimal. Ia menerjemahkan ayat ini ke dalam aksi nyata dengan menyiapkan ruh pasukan, meriam besar, kapal perang, serta taktik perang yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Kepemimpinan Berbasis Keilmuan dan Keimanan
Muhammad Al-Fatih dikenal sebagai pemimpin yang tidak hanya unggul secara militer, tetapi juga berkepribadian luhur dan berilmu tinggi. Ia fasih dalam banyak bahasa, termasuk Arab, Turki, Persia, Yunani, dan Latin. Selain itu, ia memiliki pemahaman agama yang mendalam, yang menjadi dasar kepemimpinannya. Sedari kecil Al-Fatih sangat diperhatikan pendidikannya oleh orang tuanya, yaitu dengan dimotori oleh ulama-ulama terkenal di zamannya.
Karena itu juga Al-fatih tumbuh dengan keimanan terlihat jelas dalam setiap langkah perjuangannya. Ia memastikan pasukannya tidak hanya terlatih secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Seluruh pasukan diingatkan untuk menjaga shalat, membaca Al-Qur'an, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebelum pengepungan dimulai, Al-Fatih memimpin do'a dan munajat bersama pasukannya, memohon pertolongan Allah dalam perjuangan mereka.
Inovasi dalam Teknologi dan Taktik Perang