Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ibu dua anak, PhD Student at Monash University Australia

Menyimpan jejak petualangan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Strategi Mencari Supervisor untuk Kuliah di Australia

8 September 2022   00:01 Diperbarui: 9 September 2022   20:00 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuliah di luar negeri. (sumber: Dok. wolipop via kompas.com)

Sebagaimana umumnya universitas-universitas di dunia, kebanyakan universitas di Australia mensyaratkan agar calon pendaftar memiliki supervisor sebelum proses pendaftaran S3 dengan riset (PhD). 

Bagi calon mahasiswa yang merupakan alumni Universitas di Australia mungkin bisa menghubungi kembali dosen pembimbing saat master dulu. 

Tentu saja jika minat penelitiannya masih sebidang dengan yang dulu. Akan tetapi, bagaimana halnya dengan calon mahasiswa yang bukan alumni? Dua strategi berikut bisa menjadi alternative untuk mendapatkan supervisor.

Strategi Pertama Berdasarkan Kota

Sebelum memutuskan Australia, sebenarnya saya mencoba juga melihat-lihat negara lainnya. Hanya melihat lewat berita tentunya. 

Kemudian membuat daftar kota-kota yang disebut sebagai "The Most Liveable Cities in The World". Karena beberapa alasan akhirnya memantapkan hati untuk memilih Australia.

Bagi sebagian orang, pemilihan kota bisa didasarkan pada adanya kerabat atau kenalan di kota yang dituju. Selain itu, ada pertimbangan-pertimbangan lain yang layak juga dipikirkan. 

Bagaimana keadaan cuaca di kota tujuan? Meskipun Australia memiliki iklim sub-tropis, suhu rata-rata tiap kota bisa berbeda-beda. Biaya hidup dan peluang pekerjaan bagi pasangan (jika berniat membawa keluarga) juga patut dipikirkan. 

Bagaimana penduduk kota menerima perbedaan budaya juga menjadi perhatian saya. Saya tidak cukup tangguh untuk menerima diskriminasi sebagai ras kulit berwarna maupun Muslimah berhijab. 

Katanya di beberapa negara nuansa diskriminasi masih ada meski HAM digaungkan. Informasi-informasi tersebut bisa dengan mudah kita googling. 

Dulu, hampir setiap hari saya mencari-cari informasi tentang kehidupan di berbagai kota di Australia. Bukan hanya soal akademik karena kita akan tinggal cukup lama dan kehidupan kita tak melulu urusan kampus saja.

Setelah menentukan beberapa alternatif kota, perlu dibuat daftar universitas di kota tersebut. Jangan lupa pula mencari apakah program studi yang kita inginkan tersedia. 

Kemudian mulailah mengubek website masing-masing kampus. Biasanya akan didapati daftar dosen sekaligus kepakarannya. Bisa kita tandai tuh yang sesuai dengan minat kita.

Strategi Berdasarkan Kepakaran Supervisor

Jika tidak terlalu concern dengan urusan kota tempat tinggal, kita bisa langsung mencari supervisor berdasarkan kepakarannya. 

Bisa ditelusuri langsung melaui mesin pencari misalnya menggunakan kata kunci "Professor + Science Education + Australia". Lalu ditilik satu-satu.

Pendekatan lain bisa dilakukan pula melalui jurnal yang kita baca. Pada bidang yang ingin kita geluti, biasanya ada beberapa nama yang sering muncul di jurnal. Kita bisa telusuri afiliasi pakar tersebut ke Universitas mana.

Strategi berdasarkan kota dan kepakaran supervisor sebenarnya bisa digabungkan. Keduanya bisa saling melengkapi.

Ilustrasi. (sumber: pexel.com, Andrea Piacquadio) 
Ilustrasi. (sumber: pexel.com, Andrea Piacquadio) 

Membuat Daftar Perguruan Tinggi Incaran

Ketika melakukan pencarian melalui kedua strategi tadi, penting sekali bagi kita untuk menuliskan hasil pencarian. Dahulu saya membuat tabel yang berisi kota, Universitas dan nama calon supervisor plus email. 

Saya juga menambahkan kolom IELTS requirement buat persiapan. Maklum, Bahasa Inggris saya belepotan. Paling tidak bisa ada gambaran berapa skor IELTS yang saya butuhkan. 

Bila kita berniat mencari beasiswa, penting juga diselidiki apakah universitas yang kita tuju masuk ke dalam daftar sponsor atau tidak.

Shooting in the Dark

Setelah kita memiliki daftar email calon supervisor, mulailah menghubungi mereka. Jangan terpaku dengan satu orang saja. Kita bisa membuat satu email master kemudian mengirimkannya kepada beberapa orang. 

Shooting in the Dark istilahnya, karena kita belum tahu benar siapa mereka sebenarnya. Patut diperhatikan, hati-hati dengan nama dosen yang kita tuju. Jangan sampai gara-gara salin tempel, kita salah memanggil nama dosen yang kita tuju.

Pelihara Motivasi

Motivasi mencari supervisor ini kadang turun naik. Seorang teman menyarankan setidaknya kirim ke lima orang setiap hari. Saya kok enggan. "Bagaimana kalau semua menjawab? bisa pusing sendiri" pikir saya. 

Nyatanya, tak semua email yang kita kirim berbalas. Pernah saya dan teman saya mengirim email kepada orang yang sama meski waktunya berbeda. 

Dia mendapat balasan, saya tidak. Kalau sudah begitu, ya sudah gak usah baper. Mungkin email masuk spam, mungkin belum jodoh. Cari lagi yang lain!.

Setelah mendapat balasan jangan lupa follow up!. Setelah pernah putus asa beberapa email tak dibalas, saya menuliskan sebuah nama dan menempelnya di meja kerja. 

Maju mundur saat mau klik "send". Tapi nama itu saya lihat hampir setiap hari di meja kerja. Seorang editor jurnal Q1. Dengan diiringi do'a-do'a akhirnya saya beranikan diri untuk menghubunginya. 

Tak disangka, selang lima menit, email saya dibalas "You are on the right ball track". Uhuy, senang sekaligus kaget. Kaget, karena saya baru mengutarakan rencana topik penenelitan saja. 

Beliau meminta proposal. Saya sampaikan bahwa proposal akan segera saya kirimkan dalam beberapa hari ke depan. Keringat dingin, dua hari saya mengedit proposal penelitian yang sebenarnya pernah saya tulis. 

Dari proposal yang ada, kemudian beliau memberi masukan plus beberapa puluh artikel jurnal yang ia rekomendasikan untuk dimasukkan ke dalam proposal. Nah lho, pening lagi merombak proposal. Hampir menyerah, namun akhirnya bisa dilalui juga.

Godaan untuk menunda mencari supervisor seringkali hadir. Kesadaran bahwa hal tersebut merupakan salah satu proses yang harus dilalui plus dorongan dari teman satu frekuensi akhirnya mengembalikan motivasi. 

Ups, mencari supervisor bukanlah akhir. Itu baru awalnya. Perjuangan masih panjang. Ada yang mau ambil PhD di Australia? Yuk cari supervisor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun