Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ibu dua anak, PhD Student at Monash University Australia

Menyimpan jejak petualangan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Terlunta-lunta untuk yang Kedua Kali di Australia

28 Juli 2022   07:50 Diperbarui: 28 Juli 2022   09:46 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat menginap sementara. (Dokumen Pribadi)

Pagi itu kami sudah berkemas, seluruh barang sudah masuk koper dan tas. Satu buah koper 30 kilogram, dua buah koper 20 kg, satu buah tas leptop, tiga buah tas ransel plus tiga buah tote bag. Wah, banyak juga ternyata. Usai sarapan, sekitar pukul 9 pagi aku bergegas menuju kantor sebuah agen properti untuk mengambil kunci. Hari ini kami akan memulai hidup baru di sebuah unit yang kami sewa untuk satu tahun ke depan.

Berjarak 850 meter dari hotel apartemen tempat kami menginap, kantor tersebut dapat kutemui setelah sebelas menit berjalan kaki (menurut google). Ku putuskan untuk berjalan kaki. Jalanan relatif datar namun jembatan penyebarangan yang harus kulalui cukup membuat napas ngos-ngosan. Ya, di sini pejalan kaki tak boleh menyebrang sembarangan harus menggunakan jembatan penyebrangan atau jalur khusus dengan pengatur lampu lalu lintas. 

Ah, terkadang aku rindu kampung halaman di mana tanganku bisa menunjukkan kesaktian. Kita bisa menyeberang di mana saja, asal tengok kiri kanan. Selama jalanan sepi, kita bisa langsung menyeberang. Atau kalau di tempat pusat keramaian semisal depan pasar, kita tinggal menyebrang dan melambaikan tangan sebagai isyarat agar kendaraan melaju dengan pelan. Tangan yang sakti bukan?

Butuh waktu sekitar dua puluh menit ternyata untuk tiba di tempat tujuan. Kuhampiri meja resepsionis dan kusampaikan bahwa aku datang untuk mengambil kunci unit yang kusewa. 

Dia menanyakan soal pembayaran, kusampaikan bahwa aku sudah membayar seusuai aturan yaitu uang sewa untuk bulan pertama sejumlah 1.391 AUD dan uang jaminan dengan nominal sama. Uang jaminan akan dikembalikan full saat sewa selesai dan tidak ada potongan karena kerusakan atau hal lainnya. Wanita bermata sipit dengan aksen kental Austaria itu mempersilakan aku duduk dan menunggu manajer propertiku yang masih dalam perjalanan. 

Seorang perempuan muda kaukasoid menghampiriku, ia memintaku menunggu selagi ia menyiapkan kunci dan beberapa administrasi. Beberapa lama kemudian, ia menyampaikan bahwa kunci belum bisa diberikan karena ada masalah dalam pembayaran. Lho, bukankah aku sudah membayar sejumlah 2.782 AUD? screenshoot buktinya bahkan sudah kuemailkan. Memang benar aku sudah membayar melalui B-pay namun nomor referensinya salah sehingga tidak masuk ke akunku sebagai mitra mereka. 

Nomor referensinya padahal sudah sesuai dengan nomor referensi yang diberikan manajer propertiku. Katanya pihak bank yang salah memberikan nomor referensi kepadanya yang kemudian dia teruskan kepadaku. "I am sorry Nurul, I can't give you the key, unless you recall the money from the bank and then repay to us with right reference number. It may takes about two or three days" ucap perempuan berambut pirang itu. Ya ampun, harus menunggu dua atau tiga hari? Dua minggu tinggal di hotel apartemen saja sudah cukup menguras kantong hampir 30 juta rupiah. Kalau ditambah dua atau tiga hari lagi, pengeluaran akan semakin membengkak.

Notifikasi WA di layar HP muncul, suamiku mengirim foto bersama anak-anak dan setumpuk barang. "Bun, kita sudah check out ya. Sekarang tinggal nunggu Bunda". Ah, kalau memperpanjang masa tinggal di sana berarti harus keluar dana lebih banyak lagi, belum tentu juga ada kamar yang tersedia. Kalau tidak ada, berarti harus mencari tempat lainnya, belum tentu juga ada. Memindahkan barang yang tak sedikit juga butuh kendaraan yang besar, belum lagi nanti akan bongkar muat lagi. Manajer propertiku pamit karena ada urusan lain katanya. Ia memintaku berurusan dengan bagian administrasi untuk selanjutnya. Kunci pun sudah dititipkan di bagian administrasi. 

"Bun, kok lama. Bukannya kantornya dekat?" tanya anakku melalui whattsapp. "Iya, ada beberapa hal yang harus diselesaikan dulu" jawabku singkat. Dadaku bergermuruh, sementara butiran bening hampir meluap dari ujung mata, "Ya Rabb, berikan hambamu kekuatan". Merantau semakin menyadarkanku betapa banyak hal yang terjadi di luar prediksi. Namun Allah Sang Maha Khalik pasti takkan membiarkan hambanya dalam masalah tanpa solusi.

Aku bangkit menuju resepsionis untuk menanyakan bisakah aku mengambil kunci hari ini toh kesalahan nomor referensi bukan karena kesalahanku. Jawabannya tetap saja, aku harus membayar melalui Bpay dengan nomor referensi yang benar atau membayar cash. Aha, kenapa tidak bayar cash saja dulu? Urusan recall uang yang salah nomor referensi bisa diurus kemudian. Sesaat kemudian aku tersadar bahwa uang diperlukan adalah sekitar 2800 AUD. Di dompetku hanya ada 800 AUD. 

Sementara itu dalam rekening bank Australia hanya ada sekitar 1000 itu pun sudah dialokasikan untuk belanja kebutuhan awal seperti kasur, selimut, alat makan dan perlengkapan dasar lainnya. Di rekening bank Indonesiaku ada sekitar 10 juta rupiah. Dana tersebut dialokasikan untuk kebutuhan makan beberapa hari atau minggu ke depan sambil menunggu beasiswa cair. Kalaupun uangnya diambil dalam bentuk cash, mungkin takkan sampai seribu AUD.

"Dee, Teteh butuh bantuan" kutelpon seorang teman yang banyak membantuku sejak sebelum keberangkatan hingga tiba di Australia. Tak hanya ilmu dan pengalaman, ia bahkan tak segan meminjamiku uang. Kusampaikan duduk perkaranya dan meminta dipinjami uang sekitar 2800 AUD. Ia bisa meminjami tapi mungkin butuh waktu beberapa jam karena jarak yang lumayan. Paling mungkin sore hari. Terbayang kembali bayi sepuluh bulanku yang tengah bermain di lobby hotel. Ah, sudah hampir waktunya makan siang. Tak tega rasanya aku membiarkan keluarga terlunta-lunta beberapa lama lagi.

Tetiba aku teringat seorang teman yang sama-sama berasal dari Bandung. Ia tiba tiga pekan lebih awal sehingga sudah lebih dahulu settle. Katanya beasiswa pun sudah cair, sekiranya perlu bantuan jangan sungkan. "Mas, saya boleh telpon?" tanyaku melalui whatsapp. Kujelaskan persoalan yang sedang kuhadapi dan dia bersedia ringan tangan membantu. Alhamdulillah. "Oke Teh, butuh berapa? Biar saya transfer. Eh, tapi paling sampainya besok karena bank di sini kalau transfer ke rekening baru harus menunggu verifikas 24 jam". Satu hari? tak bisa rasanya aku menunggu lebih lama lagi. "Kalau cash aja gimana?" tanyaku. "Oke Teh, kita ketemu di ATM Clayton ya. Tapi maksimal penarikan 2000 Teh". Alhamdulillah, 800 dolarnya kan ada di dompet. Allah itu memberikan pertolongan di saat yang tepat dan cara yang tepat.

Turun dari bis usai menerima uang pinjaman dari teman, aku bergegas menuju petugas administrasi agen properti. Kuserahkan sejumlah 2800 AUD, 18 dolar sisanya disimpan dalam akunku. Ia menyerahkan kunci sambil mengingatkan untuk segera menghubungi pihak bank "Please recall your money and let us know". Recall uang? baru kudengar istilah itu di sini. Proses recall uang ternyata butuh waktu hingga 20 hari kerja sejak kita menghubungi pihak bank. Alhamdulillah, saat itu aku memutuskan untuk membayar cash terlebih dahulu sambil melakukan proses recall.

Melbourne, 28 July 2022

Mengenang dagdigdug awal Maret 2022

Terimakasih untuk Dee (my friend, my sister) beserta suami. Terima kasih juga Mas Gin (My friend, my colleage). Hanya Allah yang bisa membalas segala kebaikan kalian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun