Mohon tunggu...
nurulavifah
nurulavifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Perkenalkan nama saya Nurul Avifah mahasiswa dari Universitas Prima Nusantara Buikittinggi jurusan Psikologi ,hobi saya ,bernyanyi dan menari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesadaran Tentang Kesehatan Mental Mulai Tumbuh

30 Januari 2025   00:26 Diperbarui: 30 Januari 2025   00:26 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

       Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kesehatan mental semakin meningkat Ini menjadi modal baik untuk menyongsong masyarakat Indonesia yang sehat mental.Kehidupan yang tiba-tiba berubah akibat pandemi Covid-19 membuat warga dunia terguncang. Tidak hanya pada sektor ekonomi dan sosial, tetapi juga pada diri individu, baik itu kondisi fisik tubuh maupun jiwa atau mental. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun pertama pandemi (2020), prevalensi kecemasan dan depresi masyarakat dunia meningkat hingga 25 persen Meskipun cukup mengkhawatirkan, ada sisi positif dari kejadian itu, yakni meningkatnya kesadaran dan perhatian terhadap kesehatan mental: Sebanyak 36 persen responden survei itu menyatakan, kesehatan mental termasuk masalah kesehatan terpenting di negaranya. Hal ini menempatkan kesehatan mental di peringkat kedua dari lebih dari 14 pilihan masalah kesehatan. Penilaian pentingnya kesehatan mental berada di bawah Covid-19 dan di atas penyakit kanker.Jika dilihat dari trennya, tampak semakin banyak publik yang merasa kesehatan mental menjadi masalah kesehatan terbesar di negaranya. Pada 2018, hanya 27 persen responden yang menilai hal itu. Pada 2020, persentasenya menjadi 26 persen. Hingga pada 2022, proporsi responden yang memiliki penilaian tersebut meningkat menjadi 36 persen.
 Perhatian warga dunia terhadap kesehatan mental juga terlihat dari perubahan penilaian responden tentang prioritas problem kesehatan di negaranya. Berdasarkan proporsi responden yang menjawab, pada 2018, kesehatan mental berada di urutan ketiga setelah penyakit kanker dan obesitas. Pada 2022, gangguan kesehatan mental ada di urutan kedua.


    Dari hasil survei itu, terlihat bahwa masalah kesehatan mental sudah menjadi bagian penting dalam urusan kesehatan masyarakat. Kepedulian terhadap kondisi mental diri sendiri pun semakin meningkat. Lebih dari separuh responden menyebutkan bahwa mereka sering memikirkan kondisi kesehatan mental masing-masing. Bahkan, banyak pula yang menempatkan kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik (badan). Penilaian itu diungkapkan oleh tujuh dari sepuluh responden.
Di Indonesia, tren kepedulian pada kesehatan mental juga mulai menjadi bagian hidup sehari-hari masyarakat. Sebanyak 64 persen responden di Indonesia mengaku sering mencari tahu kondisi kesehatan mentalnya. Sementara delapan dari sepuluh responden menilai kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan badan (fisik).
    Hasil survei tersebut menjadi gambaran bahwa sebenarnya masyarakat di dunia dan di Indonesia sudah lebih peduli terhadap kesehatan mental. Hal ini menjadi modal yang baik untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental masyarakat setelah pandemi Covid-19 cukup mengentak warga dunia. Apalagi tren penderita gangguan kesehatan mental secara umum cenderung stagnan.

Kesehatan Mental

    Kesadaran tentang Kesehatan Mental Mulai Tumbuh
Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kesehatan mental semakin meningkat. Ini menjadi modal baik untuk menyongsong masyarakat Indonesia yang sehat mental.Ratusan simpatisan mengajak warga tersenyum sambil melepaskan balon dalam kampanye Gerakan Mari Tersenyum yang digelar Himpunan Psikologi Indonesia Gerakan tersenyum merupakan salah satu cara mencegah depresi yang diadakan untuk memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia.


    Kehidupan yang tiba-tiba berubah akibat pandemi Covid-19 membuat warga dunia terguncang. Tidak hanya pada sektor ekonomi dan sosial, tetapi juga pada diri individu, baik itu kondisi fisik tubuh maupun jiwa atau mental. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun pertama pandemi (2020), prevalensi kecemasan dan depresi masyarakat dunia meningkat hingga 25 persen.Meskipun cukup mengkhawatirkan, ada sisi positif dari kejadian itu, yakni meningkatnya kesadaran dan perhatian terhadap kesehatan mental. Hal itu tecermin dari hasil survei lembaga riset pasar dunia Ipsos di 34 negara pada 2022 terhadap 23.507 responden.Sebanyak 36 persen responden survei itu menyatakan, kesehatan mental termasuk masalah kesehatan terpenting di negaranya. Hal ini menempatkan kesehatan mental di peringkat kedua dari lebih dari 14 pilihan masalah kesehatan. Penilaian pentingnya kesehatan mental berada di bawah Covid-19 dan di atas penyakit kanker.


   Jika dilihat dari trennya, tampak semakin banyak publik yang merasa kesehatan mental menjadi masalah kesehatan terbesar di negaranya. Pada 2018, hanya 27 persen responden yang menilai hal itu. Pada 2020, persentasenya menjadi 26 persen. Hingga pada 2022, proporsi responden yang memiliki penilaian tersebut meningkat menjadi 36 persen.Perhatian warga dunia terhadap kesehatan mental juga terlihat dari perubahan penilaian responden tentang prioritas problem kesehatan di negaranya. Berdasarkan proporsi responden yang menjawab, pada 2018, kesehatan mental berada di urutan ketiga setelah penyakit kanker dan obesitas. Pada 2022, gangguan kesehatan mental ada di urutan kedua.Dari hasil survei itu, terlihat bahwa masalah kesehatan mental sudah menjadi bagian penting dalam urusan kesehatan masyarakat. Kepedulian terhadap kondisi mental diri sendiri pun semakin meningkat. Lebih dari separuh responden menyebutkan bahwa mereka sering memikirkan kondisi kesehatan mental masing-masing. Bahkan, banyak pula yang menempatkan kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik (badan). Penilaian itu diungkapkan oleh tujuh dari sepuluh responden.

     Di Indonesia, tren kepedulian pada kesehatan mental juga mulai menjadi bagian hidup sehari-hari masyarakat. Sebanyak 64 persen responden di Indonesia mengaku sering mencari tahu kondisi kesehatan mentalnya. Sementara delapan dari sepuluh responden menilai kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan badan (fisik).Hasil survei tersebut menjadi gambaran bahwa sebenarnya masyarakat di dunia dan di Indonesia sudah lebih peduli terhadap kesehatan mental. Hal ini menjadi modal yang baik untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental masyarakat setelah pandemi Covid-19 cukup mengentak warga dunia. Apalagi tren penderita gangguan kesehatan mental secara umum cenderung stagnan.


  Secara umum, kondisi tersebut tidak banyak mengubah situasi kesehatan mental di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan mencatat ada peningkatan pasien pada sejumlah jenis gangguan kesehatan mental, seperti skizofrenia dan gangguan mental emosional.Data Riskesdas itu setidaknya menyiratkan situasi masalah kesehatan mental di Indonesia yang tidak baik-baik saja. Hal itu semakin menjadi masalah melihat penderita gangguan kesehatan mental berada di setiap kelompok usia masyarakat yang mengindikasikan siapa pun rentan mengalami masalah kesehatan itu.
Menariknya, usia remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) memiliki angka prevalensi depresi yang hampir setara dengan kelompok usia lain, yakni 6,2 persen. Temuan itu menandakan usia tidak menutup kemungkinan seseorang terkena gangguan kesehatan mental. Malahan, usia muda ini menjadi usia yang rentan akan paparan problem kesehatan itu.seseorang mengalami gangguan kesehatan mental. Transisi masa remaja ke dewasa dengan segala tantangannya menjadi pemicu munculnya masalah kesehatan mental apabila seseorang tidak dapat mengelola kondisi jiwanya.Tidak heran jika jumlah remaja Indonesia yang mengalami masalah kesehatan mental cukup tinggi.

   Penanganan


     Rentannya masyarakat Indonesia sejak usia dini terhadap masalah kesehatan mental menandakan perlu penanganan sesegera mungkin. Kesadaran masyarakat terhadap masalah kesehatan mental menjadi modal yang perlu dioptimalkan sebagai langkah awal perbaikan situasi kesehatan mental di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan, antara lain, dengan meningkatkan sosialisasi untuk meluruskan masalah kesehatan mental yang selama ini masih menjadi stigma serta cara penanganan masalah kesehatan mental itu sendiri.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental nyatanya masih menyisakan salah kaprah tentang problem itu. Stigma pada penderita gangguan kesehatan mental masih sering disematkan oleh masyarakat karena kurangnya informasi yang benar. Stigma itu dapat berbentuk tindakan diskriminatif atau penghakiman pada penderita masalah kesehatan mental.


     Stigma tidak hanya berasal dari orang-orang di sekitar penderita gangguan kesehatan mental, tetapi juga dari dirinya sendiri.menyebutkan bahwa stigma dari diri sendiri muncul dari keyakinan terhadap pandangan orang-orang terhadap pasien gangguan kesehatan mental. Berawal dari kesadaran akan stigma dari lingkungan hingga persetujuan akan stigma tersebut, efikasi dan harga diri pasien gangguan kesehatan mental akan menurun.
Akibatnya, proses penanganan masalah kesehatan mental jadi terganggu. Penderita gangguan kesehatan mental menjadi enggan untuk bercerita atau memeriksakan dirinya karena takut dengan tanggapan orang-orang di sekitarnya.Selain masalah itu, kesadaran masyarakat juga perlu dioptimalkan dengan memberikan informasi tentang penanganan masalah kesehatan mental. Hal ini penting melihat belum banyak penderita gangguan kesehatan mental yang mengakses layanan kesehatan mental dan cenderung menyelesaikan permasalahannya sendiri.

   Pada remaja yang mengalami masalah kesehatan mental, mereka lebih memilih untuk mengatasi sendiri masalahnya dengan dukungan keluarga atau teman.Oleh karena itu, perlu kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam menangani masalah kesehatan mental. Kesadaran masyarakat perlu didukung dengan sosialisasi informasi yang benar tentang kesehatan mental. Agar optimal, upaya itu juga perlu didorong dengan penyediaan fasilitas dan layanan kesehatan mental yang memadai oleh negara.

 DAFTAR PUSTAKA

Buku
1. Friedberg, R. P., & McClure, J. M. (2015). Kesehatan mental: Pengantar dan aplikasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
2. Kaplan, H. I., & Sadock, B. J. (2017). Sinopsis psikiatri: Ilmu pengetahuan dan praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jurnal
1. Santrock, J. W. (2018). Perkembangan kesehatan mental pada remaja. Jurnal Psikologi, 15(1), 1-10.
2. World Health Organization. (2019). Kesehatan mental: Hak asasi manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2), 1-8.
Artikel Online
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Kesehatan mental: Pentingnya kesadaran dan pencegahan. Diakses dari (link unavailable)
2. American Psychological Association. (2020). Kesehatan mental: Apa yang perlu Anda ketahui. Diakses dari (link unavailable)
Sumber Lain
1. Badan Pusat Statistik. (2020). Survei kesehatan mental di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
2. Organisasi Kesehatan Dunia. (2019). Laporan kesehatan mental dunia. Geneva: Organisasi Kesehatan Dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun