Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Indonesia masih menganggap kondisi dimana ancaman kebebasan pers masih belum terjamin. Kasus mengenai ancaman kebebasan pers masih terus meningkat setiap tahunnya. Ancaman pers akan terus ada, meskipun kasus tersebut sudah sering terjadi dan sering pula mendapatkan penanganan. Ketua AJI Indonesia Abdul Manan mengatakan bahwa masih banyak kasus mengenai kekerasan terhadap jurnalis. Selain itu, Abdul Manan juga menduga masih banyak kasus lain yang mengancam jurnalis.
"Sepanjang Mei 2017 sampai Mei 2018, AJI mencatat masih ada 75 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi, ini tentu jadi catatan buruk," kata Manan saat menggelar konferensi pers World Press Freedom Day di Kedai Tjikini, Jakarta, pada Kamis (3/5/2018).
Dalam forum diskusi publik yang diadakan oleh Departement Ilmu Komunikasi UI pada Jum`at (23/03/2018) yang bertema “Ancaman terhadap Kebebasan Pers” yang dihadiri oleh Dr. Eriyanto, M.Si (Dosen Tetap Ilmu Komunikasi UI dan Peneliti Media), Yosep Adi Prasetyo (Ketua Dewan pers), dan Masmimar Mangiang (Pengajar Jurnalistik). Dr. Eriyanto, M.Si (Dosen Tetap Ilmu Komunikasi UI dan Peneliti Media) mengatakan bahwa kebebasan pers di Indonesia ini masih mengecewakan. Ia juga menyebutkan bahwa salah satu persoalan yang harus serius dalam penanganannya adalah kasus kekerasan terhadap jurnalis.
“Kalau ancaman terhadap jurnalis saja tidak bisa kita tangani dengan baik, akan menjadi masalah. Kekerasan terhadap jurnalis dan media. Ini juga yang menyebabkan kenapa skor atau ranking kebebasan pers kita di dunia ini selalu rendah”, terang Eriyanto. “Dan pelaku kekerasan tidak hanya aparat pemerintah, tetapi juga warga”, imbuhnya.
Salah satu contoh kasus kekerasan terhadap jurnalis adalah Polisi Pukul Wartawan Saat Liput Demo Rumah Deret di Bandung. Dalam kasus tersebut dijelaskan bahwa Aparat Kepolisian menganiaya seorang wartawan yang sedang meliput aksi unjuk rasa penolakan Rumah Deret Tamansari di Kantor Walikota Bandung, Jalan Wastukencana Kota Bandung, Kamis (12/4/2018). Akibat dari kekerasan tersebut korban mengalami cedera memar dan juga dipaksa menghapus foto – foto hasil dari liputan tersebut. Wartawan yang dianiaya itu berasal dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Muhammad Iqbal. Saat sedang serius dalam meliput tiba – tiba terdapat aparat polisi yang menghampiri iqbal dan menarik paksa Iqbal. Saat ditarik Iqbal diminta menunjukkan kartu identitas pers, namun ketika mmperlihatkan kartu identitas persnya Iqbal ditarik paksa menuju truk kepolisian dan di intimidasi. Selain diminta menghapus paksa foto hasil liputan, saat tiba di pos kepolisian Iqbal malah mendapat tonjokan dua kali dari oknum kepolisian saat mencoba menyelamatkan rekannya yang ditendang oknum kepolisian bahkan ada juga yang sudah terkapar.
Perbuatan tersebut melanggar Pasal 8 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sebab, wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya. Selain itu, dalam Pasal 18 UU Pers menyebutkan pihak yang menghalang-halangi tugas jurnalis melanggar hukum pidana. Hingga akhirnya Tim Advokasi Jurnalis Independen (TAJI) menuntut polisi tersebut untuk mengusut tuntas kasus tersebut, meminta untuk menghormati dan melindungi jurnalis saat melakukan tugasnya, juga menghormati dan melindungi hak publik untuk menyampaikan pendapat agar kasus kekerasan terhadap jurnalis dapat ditekan.
Kebebasan pers itu sangat dibutuhkan oleh para jurnalis. Kenapa? Karena kebebasan pers adalah suatu hal yang bernuansa hak, yang dimana hak tersebut bersangkutan dengan Hak Asasi Manusia. Dalam UU Pers (UU No 40 Tahun1999), didapati ketentuan-ketentuan:
- Kemerdekaan pers adalah sesuatu wujud kedaulatan rakyat yangberasaskan prinsip-prinsipdemokrasi, keadilan dan supremasihukum (Pasal 2).
- Kemerdekaan Pers dijamin sebagai Hak Asasi Manusia (Pasal Pembukaan (Preambul)).
Dalam Kode Etik Jurnalistik (Peraturan Dewan Pers No. 6/PeraturanDP/V/2008) didapati pernyataan: “Kemerdekaan berpendapat berekspresi dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, UUD 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ......”
Demikian pula Amandemen ke-1 UUD Amerika Serikat (1791) menyebutkan: ”Congress shall make no law respecting ......; or abridging the freedom of speech, or of the press”
Kebebasan pers merupakan kebutuhan untuk mewujudkan kepentingan pers dan juga kepentingan publik. Sebagai kebutuhan, kebebasan pers memiliki hubungan fungsional dengan fungsi media. Media Massa memiliki beberapa fungsi :
- As a Window on Events and Experience : Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan publik melihat hal yang terjadi di luar sana secara luas. Media juga sebagai tempat belajar banyak hal.
- As a Mirror (Of events un society and the world) : Sebagai cermin yang memantulkan peristiwa yang ada secara apa adanya.
- As a Filter or Gatekeeper : Media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standart para pengelolanya. Menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak
- As a Guide or Interpreter : Media itu penerjemah, petunjuk arah. Menerjemahkan arah atas berbagai ketidakpastian atau alternatif yang beragam.
- As a Forum or platform : Media tempat diskusi masyarakat dan menjadi penyalur kebutuhan masyarakat.
- As a Interlocutor or informed Partner : Tidak sekedar tempat lalu lalangnya informasi, tetapi juga merupakan partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif; Media tidak hanya sebagai sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial dan politik; The pictures in ours head (tentang realitas yang terjadi di dunia ini).
Dari sekian fungsi media kita dapat mengetahui bahwa pers sangat penting dalam menunjang kebutuhan informasi kita sehari – hari. Tetapi apabila kasus ancaman kebebasan pers terus meningkat yang mengakibatkan para jurnalis terluka/cedera, maka tidak menutup kemungkinan informasi yang kita peroleh di masa depan tidak sebanyak sekarang karena banyak jurnalis yang enggan meliput karena dihantui oleh ancaman kebebasan pers. Maka dari itu mari kita saling melindungi dan menghormati kebebasan pers agar kita dapat memperoleh informasi yang aktual dan juga para jurnalis yang meliput bisa merasa aman dan terlindungi. Walaupun sudah ada Kode Etik Jurnalistik dan Hukum Pers yang mengatur tentang Pers, tetapi apabila masyarakat atau para penjabat publik masih seakan – akan menghantui Pers maka percuma saja. Maka dari itu baik masyarakat maupun penjabat publik marilah sama – sama melindungi pers agar terciptanya kebebasan pers yang adil dan juga agar kasus ancaman kebebasan pers di Indonesia bisa turun setiap tahunnya.
Nurul Atiqa Hanis
201910040311173
Ilmu Komunikasi 2019
Universitas Muhammadiyah Malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H