Mohon tunggu...
Nurul Annisa
Nurul Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Israel Hingga Saat Ini Masih Menyerang Palestina di Rafah, Bagaimana Fungsi PBB Sebagai Dewan Keamanan?

29 Mei 2024   22:33 Diperbarui: 29 Mei 2024   22:34 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: REUTERS/Andrew Kelly

Pada tanggal 26 Mei 2024, hanya beberapa hari setelah Mahkamah Internasional (International Court of Justice /ICJ) mengeluarkan perintah sementara yang menginstruksikan Israel untuk segera menghentikan serangan militernya di Rafah dan menjaga perbatasan Rafah tetap terbuka, Israel secara sengaja menyerang para pengungsi internal (internally displaced person /IDP) yang berlindung di tenda-tenda di Tal Al-Sultan, Rafah barat. 

Lembaga Al Mezan, Al-Haq, dan Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (Palestinian Centre for Human Rights/PCHR) kembali menegaskan pentingnya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera mengambil tindakan yang diperlukan guna memastikan gencatan senjata tanpa syarat di Jalur Gaza. Hampir delapan bulan sejak dimulainya kampanye militer Israel yang mengakibatkan pembantaian mengerikan, Dewan Keamanan PBB harus bertindak segera.

Informasi dari lapangan menunjukkan bahwa pada pukul 20:47 tanggal 26 Mei 2024, pesawat tempur Israel meluncurkan beberapa misil ke area yang telah ditetapkan sebagai zona aman oleh Israel untuk pengungsi internal di dekat gudang UNRWA di Rafah barat laut. 

Misil-misil tersebut menghancurkan tenda-tenda yang terbuat dari kain atau seng, membakar tenda-tenda tersebut beserta kendaraan yang berada di sekitarnya. 

Serangan ini menewaskan 23 pengungsi Palestina, termasuk lima wanita dan sembilan anak-anak, dengan beberapa di antaranya belum teridentifikasi. Puluhan orang lainnya mengalami luka-luka dan luka bakar.

Korban tewas dan terluka dipindahkan ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, dua rumah sakit lapangan, dan dua pos medis di Rafah karena Rumah Sakit Abu Youssef Al-Najjar, fasilitas kesehatan utama di Rafah, telah berhenti memberikan layanan medis karena terletak di dalam zona evakuasi yang ditetapkan oleh Israel. Kesaksian dari warga pengungsi menunjukkan betapa mengerikannya serangan ini dan penderitaan yang harus dialami para korban.

Serangan ini bukan insiden terisolasi, melainkan bagian dari kebijakan sistematis Israel. Dalam waktu 24 jam pada tanggal 26 Mei, pesawat tempur Israel melancarkan 10 serangan udara dan artileri di tempat-tempat penampungan di seluruh Jalur Gaza, mengakibatkan puluhan korban jiwa dan luka-luka. 

Serangan ini menargetkan rumah-rumah tanpa peringatan sebelumnya, menyebabkan kematian dan cedera pada banyak warga sipil. Hingga Mei ini, 210 warga Palestina tewas di Rafah, termasuk 65 anak-anak dan 36 wanita, dengan 165 di antaranya tewas sejak dimulainya invasi darat Israel pada tanggal 6 Mei 2024.

Sejak dimulainya genosida yang sedang berlangsung, hingga siang hari tanggal 27 Mei 2024, 36.050 warga Palestina telah tewas di Gaza, sementara 81.026 lainnya terluka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. 

Saat surat terbuka dari Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (Palestinian Centre for Human Rights/PCHR) ini ditujukan kepada Anggota Dewan Keamanan PBB, militer Israel terus melakukan pemboman udara, artileri, dan laut di seluruh Jalur Gaza, menyebabkan lebih banyak korban jiwa, cedera, dan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur. 

Lebih dari dua juta warga Palestina terus menderita, dihantui ketakutan akan ketidakpastian tidak tahu apakah mereka akan selamat dari pemboman Israel dan tidak yakin kapan mereka akan memiliki akses ke air, makanan, dan bantuan medis yang memadai.

Tuntutan untuk Penghentian Konflik
Juru bicara utama PBB, Stphane Dujarric, menyatakan pada hari Selasa 28 Mei 2024, bahwa mereka ingin agar kekerasan ini segera dihentikan. Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa upaya tersebut menghadapi hambatan besar. 

PBB menyelenggarakan pertemuan darurat tertutup pada Senin sore dan dijadwalkan mengadakan pertemuan darurat terbuka pada Rabu pagi untuk membahas situasi di Rafah. Nicolas de Rivire, duta besar Prancis untuk PBB, menyatakan bahwa "tidak ada zona aman bagi warga sipil Palestina di Rafah". Dia mendesak Dewan Keamanan untuk mengadopsi resolusi baru yang menyerukan gencatan senjata segera dan juga meminta pembebasan segera para sandera.

Kegagalan Resolusi Gencatan Senjata
Sejak perang dimulai pada Oktober lalu, Amerika Serikat telah mengagalkan Dewan Keamanan untuk menuntut gencatan senjata dengan menggunakan hak veto sebanyak tiga kali. 

Pada bulan Desember, Washington abstain dari resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan untuk Ramadan. Resolusi tersebut akhirnya disahkan, tetapi gencatan senjata tidak pernah terwujud. 

Negosiasi antara Israel dan Hamas untuk gencatan senjata sebagai imbalan pembebasan sandera, yang dimediasi oleh AS, Mesir, dan Qatar, mengalami kebuntuan. Bahkan jika AS mengizinkan resolusi gencatan senjata untuk disahkan, tidak jelas apakah Israel atau Hamas akan mematuhinya.

Reaksi Internasional
Israel tampaknya mengabaikan kecaman internasional yang meluas, termasuk dari beberapa sekutunya, atas tindakannya di Gaza. Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris, tidak mematuhi hukum internasional tentang konflik. Sekretaris Jenderal PBB, Antnio Guterres, mengecam serangan Israel di Rafah dan memperingatkan bahwa bencana kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. 

Dalam pernyataannya pada hari Selasa, dia mengatakan bahwa satu-satunya solusi adalah penghentian segera konflik dan pembebasan sandera serta menyatakan bahwa "Bencana kemanusiaan di Gaza kini diperparah dengan ancaman kelaparan yang semakin meningkat."

Negara-negara ketiga, terutama Anggota Dewan Keamanan PBB, harus memastikan Israel mematuhi perintah sementara ICJ yang mengikat secara hukum dengan mengambil tindakan yang lebih kuat dan efektif untuk menegakkan gencatan senjata segera dan tanpa syarat di Gaza. 

Untuk itu, negara-negara ketiga, termasuk Anggota Dewan Keamanan PBB, harus menggunakan semua mekanisme yang tersedia termasuk menerapkan sanksi, embargo senjata dua arah, dan tindakan balasan terhadap Israel sesuai dengan hukum internasional. 

Pertumpahan darah ini harus dihentikan; perlakuan istimewa terhadap Israel dan penutupannya oleh sekutunya di Dewan Keamanan PBB harus berakhir. Perintah ICJ bersifat mengikat secara hukum dan harus dilaksanakan sepenuhnya dan efektif.

Konflik antara Israel dan Palestina di Rafah terus berlanjut, merugikan penduduk sipil dan menyulitkan upaya PBB untuk mempertahankan operasinya di Jalur Gaza. Serangan Israel yang intensif, termasuk pada kamp pengungsi Palestina, memperparah situasi. 

Meskipun PBB telah mengecam serangan ini dan menyatakan frustrasi atas ketidakmampuannya menghentikan perang, kekerasan masih berlanjut. Tantangan besar dihadapi PBB dalam menjalankan fungsinya sebagai Dewan Keamanan dunia, dan upaya untuk mengatasi veto politik serta bekerja sama lebih efektif diperlukan agar gencatan senjata dapat dicapai dan perdamaian internasional terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun