5. Tahap Identitas vs Kebingungan Peran (12--18 tahun)
Masa remaja adalah periode pencarian identitas diri. Remaja mencoba memahami siapa mereka, apa yang mereka yakini, dan bagaimana mereka ingin menjalani hidup. Jika mereka berhasil menemukan identitas yang jelas, mereka akan mengembangkan rasa diri yang kuat. Sebaliknya, kebingungan peran dapat muncul jika mereka gagal menemukan arah atau merasa terombang-ambing.
6. Tahap Intimasi vs Isolasi (18--40 tahun)
Pada tahap dewasa awal, fokus utama adalah membangun hubungan intim yang bermakna, seperti persahabatan mendalam atau pernikahan. Orang yang berhasil menjalin hubungan yang sehat akan merasakan keintiman dan koneksi emosional. Sebaliknya, isolasi dapat terjadi jika mereka merasa kesepian atau sulit mempercayai orang lain.
7. Tahap Generativitas vs Stagnasi (40--65 tahun)
Tahap ini ditandai dengan keinginan untuk memberikan kontribusi kepada generasi berikutnya, misalnya melalui pekerjaan, keluarga, atau kegiatan sosial. Jika individu merasa mampu memberikan dampak positif, mereka akan merasakan generativitas. Namun, stagnasi dapat muncul jika mereka merasa hidup tidak bermakna atau tidak produktif.
8. Tahap Integritas vs Keputusasaan (65 tahun ke atas)
Pada tahap akhir kehidupan, individu merefleksikan perjalanan hidup mereka. Jika mereka merasa puas dengan pencapaian dan menerima kekurangan dengan lapang dada, mereka akan merasakan integritas dan kedamaian batin. Sebaliknya, keputusasaan dapat muncul jika mereka merasa hidup penuh penyesalan atau tidak memiliki arti.
*Relevansi Teori Erikson*
Teori Erikson memiliki implikasi luas dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, psikologi klinis, dan konseling. Setiap tahap memberikan wawasan tentang bagaimana pengalaman masa lalu dapat memengaruhi perkembangan individu. Pentingnya pengasuhan, lingkungan sosial, dan dukungan emosional dalam setiap tahap menjadi sorotan utama dalam teori ini.
Secara keseluruhan, Erikson mengajarkan bahwa perkembangan manusia bersifat dinamis dan berlangsung sepanjang hayat. Setiap konflik psikososial yang berhasil diselesaikan akan memperkuat kepribadian dan memungkinkan individu menghadapi tantangan berikutnya dengan lebih baik.