Mohon tunggu...
Nurul Amalia
Nurul Amalia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

GB II, Farmasi UNHAS 2014

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Si Malang Ikan Batu, Buruk Rupanya, Racun Durinya

18 Oktober 2016   21:00 Diperbarui: 18 Oktober 2016   21:31 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ikan Batu (Synanceia verrucosa) juga disebut sebagai batu karang atau dornorn) diklasifikasikan kedalam keluarga Synanceiidae, biasanya ditemukan di perairan dangkal kawasan Indo-Pasifik. Ikan ini memiliki rupa yang buruk dan kulit seperti batu karang. Kulitnya yang seperti batu ini memudahkan Ia bersembunyi dan hidup dibalik karang. Cukup dengan terdiam tanpa kata diantara batu karang sudah mampu melenyapkan mangsa yang melintasinya.

Anehnya tidak sedikit kalangan yang menganggap ikan ini berharga, unik dan patut dipelihara. Namun siapa sangka, keelokan dari duri yang terdapat pada kedua sirip ikan ini membawa racun berbisa. Sengatan duri ikan batu ini dapat menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan yang dapat menyebar ke seluruh lengan atau kaki dalam beberapa menit. Tidak hanya itu, duri ikan ini juga dapat menyebabkan gangguan pernapasa, detak jantung tidak beraturan, tekanan darah rendah, kolaps (shock) hingga kematian. Tak heran ikan ini dijuluki ikan paling beracun di dunia.

Sebuah studi yang dilakukan Hopkins BJ pada tahun 1994 menyebutkan racun Stonefish dapat menyebabkan pelepasan asetilkolin, substansi P, dan produk siklooksigenase, dan gangguan pada substrat penyerapan neuronal yang memiliki aksi langsung di alpha 1-adrenoseptor. Pelepasan substansi kimia inilah yang menyebabkan timbulnya gangguan pada sistem peredaran darah, hormonal maupun neural pada tubuh.

Stonustoxin, racun yang terdapat pada ikan batu ini merupakan sebuah protein dalam golongan thiol (5,5'-dithiobis(asam 2-nitrobenzoic)) yang dapat menghancurkan sel dan jaringan,  menyebabkan hipotensi dan kematian sel setelah kontak dengan jaringan. D Chen tahun 1997 telah menyebutkan bahwa Stunotoxin dapat menghasilkan residu kationik yang memainkan peran penting dalam sitolitiknya dan menginduksi aktivitas hemolitik melalui pembentukan pori-pori di membran sel. Dimana sifat hemolitik ini menyebabkan sel-sel darah merah mati lebih cepat daripada kecepatan sumsum tulang menghasilkan sel darah merah.

Data yang menunjukkan sengatan stonefish secara retrospektif yang diambil dari database Singapore General Hospital Oktober 2004 hingga September 2006 menyebutkan dari 30 kasus yang teridentifikasi, pasien menunjukkan gejala sakit, nyeri, pembengkakan dan kemerahan yang ekstrim pada anggota badan yang terkena. Pasien menerima pengobatan rendam air panas dan petidin intramuskular atau diklofenak untuk analgesia. 33 % diantaranya memerlukan analgesik tambahan setelah periode pengamatan dan dirujuk kebagian sepesialis. Salah satu kasus mengeluhkan sakit terus-menerus dan hiperalgesia selama lima bulan pasca-sengatan. Satu pasien memerlukan intervensi bedah. Tidak ada kematian dan gejala sistemik yang dilaporkan.

Meskipun jarang membunuh, namun efek yang ditimbulkan sangatlah parah dan menyiksa. Bagi para penyelam laut dangkal sebaiknya mengenal dan memahami mahluk hidup yang berhabitasi di daerah tersebut agar dapat dilakukan penyelamatan segera setelah terjadi sengatan hewan beracun, seperti ikan Batu.

Referensi :

D Chen, R M Kini, R Yuen, and H E Khoo. Haemolytic activity of stonustoxin from stonefish (Synanceja horrida) venom: pore formation and the role of cationic amino acid residues. Biochem J. 1997 Aug 1; 325(Pt 3): 685–69

Hopkins BJ, Hodgson WC, Sutherland SK. Pharmacological studies of stonefish (Synanceja trachynis) venom. 1994 Oct;32(10):1197-210 Department of Pharmacology, Monash University, Clayton, Victoria, Australia.

Ngo SY, Ong SH, Ponampalam R. Stonefish envenomation presenting to a Singapore hospital. Singapore Med J. 2009. 50(5):506-9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun