Mohon tunggu...
Nurul Ainun Fitriyah
Nurul Ainun Fitriyah Mohon Tunggu... Sejarawan - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Universitas Airlangga yang ingin menulis dan membutuhkan semangat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Historiografi Politik: Kejayaan Kerajaan Majapahit di Tangan Mahapatih Gajah Mada

2 Januari 2021   11:45 Diperbarui: 3 Januari 2021   11:47 3290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: tangkap layar dari ecommerce

Historiografi merupakan penulisan maupun pemaparan laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan, sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian sejak awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya (penarikan kesimpulan) (Abdurrahman, 1999 : 79). Jika diperhatikan, Indonesia memiliki perkembangan dalam historiografi yang terdiri dari Historiografi Tradisional, Historiografi Kolonial, dan Historiografi Modern. Historiografi memiliki berbagai fokus kajian aspek kehidupan yaitu segi ekonomi, politik, sosial, kebudayaan, dan lainnya yang digunakan sebagai sarana informasi sejarah. Salah satu Historiografi yang meninggalkan kearifan lokal di Indonesia yaitu Historiografi Tradisional.

Historiografi Tradisional merupakan sumber hasil penelitian yang ada pada zaman Hindu sampai perkembangan Islam di Indonesia. Penulisan sejarah pada zaman ini biasanya mengenai pemerintahan raja, kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan cerita bersifat istanasentris. Dalam penulisan historiografi tradisional selalu erat dengan unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif dan mitologi, sebagai pandangan hidup yang dikisahkan, sebagai uraian peristiwa masa lampau, seperti cerita dalam babad ataupun hikayat. Hal ini tidak terlepas dari sejarah kerajaan Hindu di Indonesia salah satunya yaitu Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu tersohor yang mengalami kemajuan pada pemerintahan Hayam Wuruk dan kendali Patih Gajah Mada.

Gajah Mada merupakan tokoh paling menarik dalam sejarah Indonesia. Namanya terus hidup sebagai negarawan besar yang dikatakan mempersatukan seluruh Indonesia dibawah satu raja. Gajah Mada sering digambarkan sebagai “patih Majapahit, berani, bijaksana nasihatnya, dapat diandalkan, setia dengan jujur kepada raja, mahir berdebat, jujur, sederhana, bersiaga, dan bertekad bulat ketika menjalankan perintah Yang Mulia” (Vlekke, Bernard. 2008 : 87). Perjuangan dan kepatuhan Gajah Mada menjadikan Kerajaan Majapahit mencapai puncak, sehingga hal ini sangat menarik untuk dibahas karena mengandung kajian historiografi bertema politik yang dilakukan oleh Gajah Mada.

Awal Mula Karir Gajah Mada

source: tangkap layar dari ecommerce
source: tangkap layar dari ecommerce
 

Pada Buku “Gajah Mada: Makar Dharmaputra” Karya Langit Kresna Hariadi merupakan seri pertama Gajah Mada yang terdiri dari 51 bagian berisi mengenai perjalanan awal Gajah Mada. Buku ini menjelaskan terjadinya pemberontakan besar pada pemerintahan Jayanegara pada kerajaan Majapahit saat itu. Pemberontakan ini membuat Gajah Mada diperintahkan dan dipercaya menjadi pemimpin pasukan khusus untuk menyelesaikan masalah ini. Gajah Mada dijelaskan sebagai sosok pemuda bertubuh kekar, badan dan pikirannya sehat, prajurit muda yang memiliki kelebihan khusus dibanding prajurit lain, menguasai kemampuan bela diri, juga memiliki kecerdasan dalam menghadapi keadaan rumit. Semangat Gajah Mada dan Pasukannya dapat mengalahkan lawan dan menyelamatkan Jayanegara di salah satu desa terpencil di Bojonegoro. Memenangkan pemberontakan yang telah berjalan 9 tahun merupakan awal keberhasilan Gajah Mada.

Historiografi Politik Kejayaan Gajah Mada pada buku ini membahas mengenai perjalanan awal karir seorang Gajah Mada sebagai pemimpin pasukan perang Ra Kuti. Gajah Mada juga digambarkan sebagai sosok pemuda yang kuat, cerdas, dan tangguh. Gajah Mada juga diceritakan sebagai sosok yang berhasil membereskan pemberontakan yang berlangsung selama 9 tahun tersebut.

Perjalanan Hingga Berhentinya Karir Gajah Mada

source: tangkap layar dari ecommerce
source: tangkap layar dari ecommerce
Lalu, perjalanan Gajah Mada dilanjutkan buku karya Langit Kresna Hariadi seri selanjutnya. Dalam seri ketiganya yang berjudul “Gajah Mada: Sumpah Di Manguntur” dengan 47 bagian ini menceritakan kesibukan Gajah Mada saat menyiapkan penyambutan Raja Aditiawarman dengan menunjukkan kekuatan militer dan tidak mengetahui benda pusaka Kerajaan Majapahit hilang. Keberhasilan menampilkan kekuatan militer membuat Aditiawarman bersedia menerima kerja sama dengan Gajah Mada. Lalu, saat Gajah Mada mengetahui benda pusaka Kerajaan Majapahit hilang, ia membagi pasukannya melawan kawasan Keta dan Sadeng. Atas kekuatan dan bantuan Aditiawarman, Gajah Mada berhasil menjadi pemimpin pertempuran yang membawa kemenangan dan benda pusaka kembali. Dalam buku ini juga dijelaskan Arya Tadah menurunkan kekuasaanya kepada Gajah Mada, sehingga muncullah Sumpah Hamukti Palapa yang berisi keinginan Gajah Mada untuk memperluas wilayah Majapahit. Selain itu, Gajah Mada juga memutuskan tidak beristri dan ingin mengabdikan diri sepenuhnya kepada negara untuk mewujudkan Majapahit yang besar, jaya, dan gemilang.

Historiografi Politik Kejayaan Gajah Mada pada buku ini membahas usaha Gajah Mada dalam memperluas kerajaan Majapahit bahkan mengajak kerjasama kerajaan lainnya. Hingga Gajah Mada berhasil memenangkan pertempuran dan mengembalikan benda pusaka Kerajaan Majapahit. Pada Historiografi ini Gajah Mada dipercaya Arya Tadah untuk menjadi penerus Mahapatih Kerajaan Majapahit sehingga ia mengeluarkan Sumpah Hamukti Palapa sebagai bentuk perwujudan pengabdiannya pada Kerajaan Majapahit.

source: tangkap layar dari ecommerce
source: tangkap layar dari ecommerce
Namun, pada buku “Gajah Mada: Hamukti Moksa” Karya Langit Kresna Hariadi seri kelima ini dijelaskan pada 58 bagiannya bahwa semua orang termasuk Hayam Wuruk menyalahkan Gajah Mada sebagai penyebab Perang Bubat karena dianggap salah menyampaikan informasi pada Kerajaan Sunda yang memicu pertempuran. Melihat Maharaja hancur, masyarakat dan beberapa pejabat yang tidak suka dengan Gajah Mada menyerbunya di Istana Kepatihan. Sebelum Gajah Mada memberikan penjelasan, ia diputuskan oleh Maharaja untuk dicopot jabatannya sebagai Mahapatih yang merupakan hasil dari surat perintah dari sidang Pahom Narendra. Menceritakan mengenai karir dan perasaan Gajah Mada yang hancur. Buku ini menjelaskan juga mengenai arti Gajah Mada moksa yaitu menghilang dari istana kepatihan dan melakukan perjalanan pengasingan diri ke Madakaripura. Setelah mengasingkan diri, ia kembali memegang jabatan Mahapatih. Namun, keutuhan Majapahit tidak lagi seperti dulu karena kecanggungan Mahapatih dan Maharaja menjadi tanda awal kemunduran Majapahit.

Historiografi Politik Kejayaan Gajah Mada pada buku ini membahas mengenai kehancuran perjalanan karir Gajah Mada sebagai Mahapatih dan menjalani pengasingan diri di Madakaripura. Selain itu dijelaskan Gajah Mada kembali diangkat menjadi Mahapatih oleh Maharaja namun keduanya sudah tidak memiliki rasa akrab seperti dahulu. Sehingga membuat Gajah Mada tidak bekerja secara maksimal dan menandai awal kemunduran Kerajaan Majapahit.

Ciri Keseluruhan Historiografi Politik Gajah Mada

Historiografi Tematik Politik Gajah Mada ini membahas mengenai perjalanan karir Gajah Mada dari awal hingga akhir. Penulisan historiografi ini ditulis secara sistematis dan runtut agar tulisan ini dapat mudah dipahami khususnya dalam memberikan pemahaman kondisi politik masa lampau. Pada penulisan historiografi tematik ini dibatasi temporal agar dapat terfokus pada kejadian yang terjadi pada waktu itu. Kisah awal mula karir Gajah Mada menjadi pengantar penjelasan mengenai kejayaan perjalanan karir Gajah Mada.

Selanjutnya dijelaskan mengenai hal-hal politik Gajah Mada dari ia menjabat sebagai Pasukan kerajaan hingga menjadi Mahapatih kerajaan. Historiografi tematik politik Gajah Mada ini membahas mengenai kondisi kerajaan Majapahit dibawah kendali Mahapatih Gajah Mada yang membantu Raja untuk menjadikan Kerajaan Majapahit sebagai Kerajaan tersohor di Jawa. Lalu diceritakan dengan alur cerita yang runtut dan menarik agar mudah dipahami mengenai perjuangan Gajah Mada hingga masa jabatannya selesai.

Perbedaan Ketiga Sumber Historiografi Politik Gajah Mada

Perbedaan yang terlihat dalam buku Historiografi diatas adalah perbedaan temporal yang disampaikan. Meskipun begitu, buku yang digunakan ini merupakan 3 buku series dengan penulis yang sama, dengan gaya bahasa yang mudah untuk dipahami. Sehingga dapat dibaca secara acak tanpa memerlukan urutan serinya. Ketiga karya ini juga disajikan dengan percakapan agar dapat tersampaikan dengan baik pada pembacanya.

Buku pertama yang dianalisa yaitu Buku Gajah Mada: Makar Dharmaputra seri pertama atas Karya Langit Kresna Hariadi yang berkisah mengenai perjuangan Gajah Mada pada kerajaan Majapahit khususnya saat kepemimpinan Raja Jayanegara. Buku ini membahas tentang awal mula dan perkembangan kiprah sosok Gajah Mada dengan usaha-usaha politik yang dilakukannya dalam mempertahankan kerajaan Majapahit.

Buku kedua yang dibahas yaitu Buku Gajah Mada: Sumpah Di Manguntur sebagai karya seri ketiga dari Langit Kresna Hariadi, yang membahas tentang usaha Gajah Mada dalam memperluas kerajaan Majapahit bahkan mengajak kerjasama kerajaan lain untuk tujuan politik Kerajaan. Buku ini terdapat teks-teks kutipan kitab lama yaitu teks Sumpah Palapa. Dengan menunjukkan usaha politik yang dilakukan Gajah Mada, buku ini memberikan pandangan kondisi pejabat pada masa itu dalam menerapkan kekuasaan.

Buku terakhir yang digunakan adalah Buku Gajah Mada: Hamukti Moksa Karya Langit Kresna Hariadi sebagai karya buku seri kelima. Buku ini membahas kehancuran perjalanan karir Gajah Mada sebagai Mahapatih dan menjalani pengasingan di Madakaripura. Buku ini berisi unsur politik  saat kembalinya jabatan Gajah Mada yang sebelumnya telah dilepaskan hingga hubungan canggung terhadap Hayam Wuruk. Berdasarkan dua buku historiografi sebelumnya, buku ini merupakan bagian akhir cerita usainya jabatan Gajah Mada di Kerajaan Majapahit.

Kesimpulan 

Historiografi di Indonesia merupakan salah satu sebuah data dan fakta yang disajikan dalam sebuah karya penulisan sejarah. Historiografi Indonesia yang cukup berkembang salah satunya adalah Historiogarafi Tradisional yang berisi mengenai sejarah dari zaman Hindu sampai perkembangan Islam di Indonesia. Penulisan sejarah Indonesia biasanya mengenai pemerintahan raja yang berkuasa, persoalan kerajaan-kerajaan di Indonesia yang bersifat istanasentris. Salah satu Kerajaan Hindu tersohor di Indonesia saat itu yaitu Kerajaan Majapahit yang mencapai masa keemasannya saat pemerintahan Hayam Wuruk dan kendali patih Gajah Mada. Gajah Mada adalah tokoh paling menarik dalam sejarah Indonesia. Namanya terus hidup sebagai negarawan besar yang telah mempersatukan Indonesia di bawah satu raja.

 Hal ini memperlihatkan Gajah Mada merupakan sosok penting dalam perkembangan kerajaan Majapahit. Pada ketiga buku diatas yang dijadikan perbandingan, terlihat membahas tentang Historiografi tematik politik Gajah Mada dari awal mula hingga kemunduran karir Gajah Mada di Kerajaan Majapahit. Lalu diceritakan dengan alur cerita yang runtut, sesuai dengan batas temporal dan diceritakan dengan jalan cerita yang menarik mengenai perjuangan Gajah Mada terhadap Kerajaan Majapahit hingga jabatannya selesai. Buku Gajah Mada: Makar Dharmaputra, Gajah Mada: Sumpah Di Manguntur, Gajah Mada: Hamukti Moksa merupakan Buku Trilogi yang terdiri dari 5 seri karya Langit Kresna Hariadi. Namun, dengan membaca ketiga buku diatas sudah cukup memberikan gambaran jelas mengenai perjalanan karir Gajah Mada.

Daftar Pustaka :

Nurhayati. 2016. Penulisan Sejarah (Historiografi) : Mewujudkan Nilai-Nilai Kearifan Budaya Lokal Menuju Abad 21. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Vol. 1 No. 1 : hlm. 255-266.

Vlekke, Bernard H.M. 2008. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Hariadi, Langit Kresna. 2006. Gajah Mada : Makar Dharmaputra. Solo : Tiga Serangkai

__________________ . 2006. Gajah Mada: Sumpah Di Manguntur. Solo: Tiga Serangkai.

__________________ . 2007. Gajah Mada: Hamukti Moksa. Solo: Tiga Serangkai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun