Kepandaian logam seringkali berperan dalam pembentukan negara dan menjadi kunci Kekuasaan di Asia tenggara. Cukup banyak pengerjaan logam yang dapat diolah kembali menjadi peralatan yang berguna, dan bahan mentah yang diperlukan untuk dicari orang. Lalu, besi dibutuhkan untuk membuat barang-barang kebutuhan pertanian atau perang-besi bajak, ani-ani, cangkul, ujung pancing, parang, pedang, ujung tombak, dan keris. Penambangan dan peleburan bijih besi Asia Tenggara, semakin lama semakin bergerak ke pedalaman begitu membaik.
Sesungguhnya, perunggu Asia Tenggara lebih banyak mengandung timah putih, Sumber-sumber tembaga paling kaya di Asia Tenggara mungkin terdapat di perbukitan utara Vietnam Utara, sebagai salah satu ihwal pertambangan mekanis modern dalam skala besar. Lalu, perunggu berkiprah di setiap kerajaan dan  pusat lainnya banyak memperoleh bahan mentahnya dari impor yang lebih murah.
PENGATURAN MASYARAKAT
Di seluruh Asia Tenggara terdapat paduan hierarki yang berjenjang dengan kelonggaran Struktur politik yang mengejutkan para pengunjung dari Eropa, Pembangun imperium, dan para ahli etnografi selama berabad-abad. Raja-raja memiliki kekuasaan besar tumbuh juga dalam kerangka ini. Negeri di Bawah Angin, Kaum tani dan prajuritnya menderita jika negeri ikut hancur.
Akibatnya, penduduk negeri ini melancarkan perang, Peperangan yang dilakukan terbatas pada siasat serta tipu muslihat. Mereka Tidak bemaksud untuk saling membunuh atau melakukan pembantaian besar-besaran, Senjata terpenting dalam peperangan orang Asia Tenggara, yakni pedang, keris, dan tombak, dimiliki oleh setiap orang.
Bagi para pedagang awal Eropa yang berusaha menyewa buruh di pelabuhan Asia Tenggara, upah terasa tinggi. Terdapat ketentuan hukum Asia Tenggara dapat membuat orang menjadi budak yaitu Mewarisi status budak orangtua, Dijual menjadi budak oleh orangtua, suami, atau diri sendiri, Tertawan dalam perang, Hukuman pengadilan (atau ketidakmampuan untuk membayar denda) dan Gagal membayar utang.
Dalam kota-kota maritim sebagian besar tenaga budak berasal dari perdagangan atau penaklukan. Keadilan dan Hukum dalam Asia Tenggara memiliki ciri khas dilaksanakan secara cepat dan langsung. Asia Tenggara memutuskan bersalah atau tidak hanya menganggap, nanti Tuhan sendiri yang menghukum si tertuduh jika dia ingkar. Banyak, ketentuan Islam yang berbeda dengan pola Asia Tenggara khususnya hukuman siksaan dan cambukan pada tubuh, konsep ujian berat (concept of ordeal), serta hukuman kerendahan moral seperti berjudi, mabuk, dan kejahatan seksual.
Lalu, Hubungan Seksual antara pria dan wanita merupakan salah satu aspek hubungan sosial Asia Tenggara yang menyangkut otonomi dan kedudukan di Asia Tenggara, Gambaran yang paling nyata yang dimiliki kaum wanita dalam soal seksual ialah pembedahan menyakitkan pada alat kelamin yang harus ditanggungkan pada kaum pria untuk meningkatkan kenikmatan erotis pada kaum wanita, ini merupakan suatu gejala yang penyebarannya di Asia Tenggara sangat mencolok. Perkawinan sangat umum di kalangan orang biasa, pola monogami mengukuhkan mudahnya perceraian, untuk mengakhiri perkawinan yang tidak memuaskan, kecuali kalangan raja.
Pola kegiatan seksual sebelum kawin mudahnya perceraian, memungkinkan perkawinan atau perseliran  bersifat sementara, bukan pelacuran, dan menjadi sarana dominan untuk mengatasi besamya arus pedagang asing setiap tahun di pelabuhan Asia Tenggara. Pengantin Muda atau perkawinan sebelum akil-balig sulit dirujukkan dengan pola otonomi wanita serta kebebasan seksual relatif sebelum perkawinan. Pernikahan pada masa akil-balig biasanya di kalangan bangsawan kaya dengan pesta pernikahan yang spektakuler.
Rendahnya Kelahiran dan Kesuburan tingkat kelahiran menandai Asia Tenggara pada abad-17 disebabkan oleh ketidakamanan dan tersebarnya peperangan dalam skala-skala kecil. Peran wanita, pada kurun waktu sanggup memperluas bidang kegiatan ke dalam hal yang berturut-turut menelaah bidang perdagangan, diplomasi, peperangan, hiburan, kesusastraan, dan usaha bina-negara. Wanita Asia Tenggara memainkan peran yang sangat berpengaruh dibandingkan masa lalu. Di beberapa bagian dunia kepulauan, tampaknya orang secara positif suka menggunakan wanita sebagai utusan, khususnya dalam usaha menciptakan perdamaian. Peran sebagai pencipta perdamaian ini sulit dirujukkan dengan tradisi kewiraan kaum wanita.