Mohon tunggu...
Nurul Aini
Nurul Aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi editor, sya lebih tertarik membahas ttng hal² yg trend maka itu lah yg akan sya jadikan konten

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kondisi Pendidikan di Indonesia

13 Maret 2024   11:32 Diperbarui: 14 Maret 2024   12:43 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Nurul Aini

Kelas  : 2C

Jurusan : Manajemen pendidikan

Universitas Negeri Gorontalo

Dosen pengampu Dr. Arifin suking S.pd, M.pd

Belakangan ini upaya pengembangan pendidikan dalam roda kehidupan merupakan suatu keharusan dan kewajaran. Dikatakan sebagai suatu keharusan, karena pendidikan sangat berperan sebagai bentuk untuk mengembangkan sumber daya manusia. Disebut sebagai suatu kewajaran, karena kehadiran pendidikan yang merupakan suatu produk budaya masyarakat dan bangsa, yang terus berkembang untuk mencari karakternya yang paling cocok, sesuai dengan perubahan dinamis yang terjadi di dalam masyarakat setiap bangsa (fleksibel). 

Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan baik ditingkat makro (negara) maupun di tingkat mikro (lembaga) yang dianggap penting adalah masalah tentang pembiayaan, pembiayaan merupakan unsur yang multak harus tersedia. Sebagai contoh pemerintah Republik Indonesia sesuai amanat Undang-Undang setiap tahunnya telah mencanangkan alokasi anggaran pendidikan sebesar minima 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), demikian pula pemerintah daerah setiap tahun menetapkan anggaran untuk pendidikan seperti untuk gaji guru dan gaji tenaga kependidikan lainnya di daerah. Dalam konteks lembaga atau organisasi, sekolah setiap tahun menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang menunjukkan bagaimana perencanaan pendapatan dan penggunaan biaya untuk keperluan operasional sekolah.

Penggunaan biaya tersebut menggambarkan pola pembiayaan dalam pendidikan. Dengan demikian pada semua tingkatan penyelenggaraan pendidikan pembiayaan merupakan hal yang sangat penting untuk turut menjamin terlaksananya pendidikan. Pendidikan tidak akan berjalan tanpa adanya biaya. Pendidikan yang berkualitas merupakan suatu investasi yang mahal. Kesadaran masyarakat untuk menanggung biaya pendidikan pada hakekatnya akan memberikan suatu kekuatan pada masyarakat untuk bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Pendidikan dipandang sebagai sektor publik yang dapat melayani masyarakat dengan berbagai pengajaran, bimbingan dan latihan yang dibutuhkan oleh peserta didik. Pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2005 membawa implikasi terhadap perlunya disusun standar pembiayaan yang meliputi standarisasi komponen biaya pendidikan yang meliputi biaya operasional, biaya investasi dan biaya personal. Selanjutnya dinyatakan bahwa standar biaya-biaya satuan pendidikan ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar pembiayaan pendidikan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di setiap Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertaman (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh Indonesia. Sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen, Negara Indonesia memberikan amanat  kepada pemerintah untuk menetapkan anggaran pendidikan 20 persen dari anggaran belanja negara seperti tertuang pada pasal 31 Ayat 4. 

Pendidikan diibaratkan sebagai suatu kereta yang ditarik kuda, artinya keberhasilan proses pendidikan merupakan kontribusi dari lintas sektoral yaitu tenaga kerja, industri ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Dalam hal pembiayaan pendidikan ini, Fattah (2001) menjelaskan bahwa biaya yang rendah berpenggaruh terhadap kualitas pendidikan di Sekolah Dasar dan proses pembelajaran serta kualitas outcomes yang dihasilkan. Artinya ada korelasi yang positif antara besarnya biaya pendidikan terhadap peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar. Oleh karena itu perencana pendidikan harus menggunakan sebaik mungkin sumber daya yang tersedia, mengawasi penggunaan sumber daya yang ada terhadap permintaan atas sumber daya tersebut, dan mensupport setiap argumen dengan analisa kuantitatif dengan menggunakan bantuan cost analysis ini.

 Fakta bahwa biaya pendidikan terus melambung tinggi menjadi cerminan dari tantangan sosial dan ekonomi yang kompleks. Di balik kecemerlangan institusi pendidikan yang mewakili titik fokus peradaban dan pengetahuan, terdapat tekanan yang tak terhindarkan terhadap keluarga-keluarga dari segmen sosial yang kurang beruntung secara finansial. Biaya kuliah, bahan ajar, peralatan belajar, dan biaya hidup semakin menciptakan batasan yang kuat antara kelas menengah bawah dengan pendidikan berkualitas.

Penting untuk mengakui bahwa pendidikan bukanlah sekadar investasi pada individu, melainkan investasi dalam masa depan masyarakat dan bangsa.Namun, ketika biaya pendidikan mencapai level yang hanya terjangkau oleh segelintir, kapasitas peningkatan kapital manusia untuk seluruh lapisan masyarakat menjadi terbatas. Hal ini tidak hanya melanggengkan kesenjangan sosial dan ekonomi, tetapi juga merusak potensi pembangunan nasional yang berkelanjutan Pada tahun ajaran pendidikan 2022/2023 meningkat kembali dari tahun ajaran sebelumnya, kecuali pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). 

Sepanjang tahun ajaran 2022/2023, jumlah siswa putus sekolah di tingkat SD mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang.Padahal di tahun ajaran 2021/2022 angka putus sekolah sudah berhasil turun 9,3 persen jika dibandingkan dengan tahun ajaran 2020/2021. Jumlah siswa yang putus sekolah pada tahun ajaran 2021/2022 sebanyak 75.876 orang. Pada tingkat SD berjumlah 38.716 orang, tingkat SMP 15.042 orang, tingkat SMA 10.055 orang, dan tingkat SMK 12.063 orang.Sedangkan pada tahun ajaran 2020/2021 angka putus sekolah menunjukkan nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun ajaran setelahnya. Jumlah sisswa yang putus sekolah pada tahun ajaran tersebut mencapai 83.724 orang.

 Perekonomian merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi nasib dan masa depan keluarga. Ketika perekonomian suatu keluarga terganggu, maka kehidupan keluarga tersebut juga akan terganggu, mulai dari kebutuhan pokok seperti makan hingga pendidikan.Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa mayoritas (76%) keluarga menyatakan penyebab utamanak mereka putus sekolah adalah karena alasan ekonomi. Sebagian besar (67,0%) di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya (8,7%) harus mencari nafkah.Sebenarnya ada faktor lain yang dapat menyebabkan anak putus sekolah selain masalah perekonomian, seperti faktor lingkungan, faktor sosial, faktor kesehatan, rasa malas, latar belakang pendidikan orang tua yang memengaruhi pola pikir orang tua terhadap anaknya, serta ketidakharmoniasan hubungan orang tua yang berdampak pada pendidikan anak.

Berdasarkan konstitusi, pemerintah bertanggung jawab mutlak membiayai anak-anak usia sekolah untuk menempuh jenjang pendidikan dasar. Dalam UUD 1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu melihat ketidaktaatan Pemerintah terhadap konstitusi. Jika mengacu pada UUD 1945 Pasal 31 (2), anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa biaya. 

Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali menarik pungutan-pungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No 20/2003 Pasal 34 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan agar pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya. Biaya pendidikan memegang peran penting dalam keberlangsungan hidup di dunia pendidikan (Harsono, 2007: 91). Pentingnya biaya dalam suatu penganggaran yaitu biaya memiliki pengaruh untuk tingkat efisiensi dan efektifitas kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Fattah (2000: 23) mengatakan bahwa anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang saling berkaitan yaitu sisi anggaran penerimaan dan sisi anggran pengeluaran. Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh dari setiap tahun oleh sekolah, baik rutin msupun insidental yang diterima dari berbagai sumber resmi. Sedangkan anggaran pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. 

Kurangnya Minat Anak Untuk Bersekolah Beberapa ahli pendidikan berpendapat, bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minatminat yang telah ada. Hal tersebut, dikemukakan oleh Tanner dan Tanner (dalam Purwanto,0T 0T2006: 138), bahwa agar para orangtua juga berusaha membentuk minatminat baru pada siswa, ini dapat dicapai dengan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara satu pelajaran yang akan diberikan dengan bahan pelajaran yang lalu, menguraikan kegunaan bagi siswa yang akan datang. Hal senada dikemukakan oleh Djamarah (2004), bahwa dapat pula dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah diketahui kebanyakan siswa. 

Dukungan dari orang tua untuk memberikan semangat kepada anaknya akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Anak yang masih duduk di sekolah dasar tentunya sangat membutuhkan perhatian yang sangat besar dari orang tuanya, apalagi mengenai pendidikan. Anak akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik apabila orang tua mengajarkan sesuatu yang baik pula kepada anak-anak mereka. 

Kurangnya minat anak untuk bersekolah juga sebenarnya bukan saja datang dari orang tua melainkan juga dari anak itu sendiri. Adanya siswa yang putus sekolah karena terkadang adanya perbedaan keinginan antara anak dan orang tua, dimana orang tua menginginkan anaknya untuk bersekolah di sekitar tempat tinggalnya, sedangkan anaknya menginginkan untuk bersekolah ke daerah lain.

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, pendidikan memiliki tujuan sebagai sarana dalam membentuk insan manusia yang pandai serta ahli dalam suatu hal tertentu. Fenomena putus sekolah saat ini menjadi sorotan karena angka anak putus sekolah di Indonesia naik. Kemudian, Sekolah Dasar menjadi tingkat pendidikan yang paling tinggi angka putus sekolahnya dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya.Putus sekolah adalah kondisi yang dihadapi oleh seseorang dalam salah-satu jenjang pendidikan baik dasar maupun jenjang pendidikan tinggi yang mengharuskan untuk berhenti pada proses jalannya pembelajaran.

Adapun ditemukan faktor penyebab dari putus sekolah adalah faktor ekonomi keluarga; faktor lingkungan; dan faktor minat belajar. Permasalahan mengenai putus sekolah di Indonesia tidak pernah teratasi dengan baik dan masih menjadi problematika yang sulit untuk diselesaikan. Adapun salah satu upaya meminimalisir angka putus sekolah adalah penerapan inovasi perbaikan prosedur pencegahan anak putus sekolah selain itu orang tua juga harus berperan penting dalam memberikan dukungan kepada anaknya bahwa begitu pentingnya pendidikan.

Referensi

https://m.kumparan.com/amp/ahmad-muhajir-1685020387019315623/mahalnya-biaya-pendidikan-2115kx6Mxr3

https://goodstats.id/article/anggaran-pendidikan-tinggi-namun-angka-putus-sekolah-justru-meningkat-sUV9E

Madaniah,Mutakin,Nurjanah,Darpin,Suryandari.Februari 2023.Sebab Akibat Banyak Anak di Indonesia Putus Sekolah.Student Research Journal.P-ISSN:2964-3260,Vol 1 No 1.Hal 418-424

https://knia.stialanbandung.ac.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun