Mohon tunggu...
Nurul Aisyah
Nurul Aisyah Mohon Tunggu... -

Menjadi diri sendiri adalah menjalani peran yang diberi tuhan dengan sebaik-baiknya. maksimalkan potensi! ~Nurul Aisyah~

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa yang Indonesia Belum Punya?: "Catch the Big Idea!"

30 Oktober 2011   02:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:18 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Apa yang terlintas di ingatan kita saat kita mengingat guru sains?

Menyeramkan?

Membingungkan?

Atau menakutkan?

Ternyata citra guru di mata saya berubah seratus delapan puluh derajat ketika saya terjun langsung dan mempelajari ilmu pendidikan yang didalamnya terdapat banyak hal yang benar-benar baru bagi saya.

Suatu hari dosen filsafat saya bertanya tentang hal yang simpel, “Siapa itu guru?”

sontak saya menjawab, “orang yang memberi ilmu”

Dosen hanya menjawab dengan senyum lalu menyuruh kami untuk banyak membaca agar kami bisa menemukan jawaban yang lebih tepat. Akhirnya saya dan teman saya teringat dengan percakapan Santiago di novel the alchemist karya Paulo Coelho

"What is a teacher? I’ll tell you: it isn’t someone who teaches something, but someone who inspires the student to give of her best in order to discover what she already knows."

Kamipun kembali pada dosen dan menyampaikan bahwa guru adalah orang yang bisa menginspirasi muridnya untuk terus belajar. Ternyata jawaban kami tidak mengecewakan, beliau bilang, jika tugas guru adalah 'memberi ilmu' maka jika kita diberi waktu satu semester untuk membagi ilmu pada murid, waktu tersebut terlalu singkat karena kita memiliki banyak sekali ilmu yang harus disampaikan, jadi apa yang harus dilakukan guru adalah membuat anak-anak penasaran sehingga mereka memiliki keinginan kuat untuk terus belajar.

"Tugas guru bukan hanya mengajarkan bahan ajar, namun mengajarkan bagaimana cara belajar"

Pernyataan bahwa tugas guru adalah ''membuat orang senantiasa belajar’ terdengar lebih mulia. Apalagi saat ‘visi mulia’ itu disimulasikan oleh dosen-dosen kami.

Barbara Shop mengajari kami ‘membuat orang senantiasa belajar’ dengan cara menghidupkan inkuiri kami. Beliau masuk ke lab struktur tanamanlalu menuliskan sebuah pertanyaan di papan tulis, Where does the weight of the big tree come from?, (Dari mana datangnya  berat pada tanaman?) tentu saja hal itu membuat kami sangat penasaran. Kamipun ramai-ramai tunjuk tangan untuk mencoba menjawab.

Ternyata saat itu beliau sedang mengajari kami cara mengajar, dan hal tersebut adalah tahap pertama saat masuk kelas: Make the learners are engaged by scientifically oriented questions.

Setelah anak-anak adam ini terpancing dengan masalah, lalu Ms. Shop menginstruksikan sebuah eksperimen sederhana tentang fotosintesis. kamipun akhirnya asyik sendiri dengan eksperimen, namun tak lama setelah itu beliau menyuruh kami untuk mengganti variabel dalam eksperimen sesuai dengan keinginan kami, (maksudnya bereksprimen dengan kehendak sendiri). ini adalah tahapan kedua agar anak-anak ‘menikah’ dengan kesibukannya (Make Learners Giver priority to evidence, which allows them to develop and evaluate explanations that address scientifically oriented question).

Apa yang kami lakukan setelah itu? (ingat, saat itu kami sedang berakting menjadi anak berusia 13-17 tahun), tentu saja kami mengolah data. Sama seperti apa yang dijelaskan oleh Prof. Tytler tentang pentingnya sebuah representasi dalam pedagogi , Kami mengolah data-data yang kami dapat dengan menggunakan diagram, tabel atau bahkan gambar. Nah, ini adalah tahapan ketiga saat kita ingin membuat anak-anak keranjingan belajar (Make Learners formulate explanation from evidence to address scientifically oriented questions).

Setelah data diperoleh, kami disibukan dengan banyak pertanyaan, “kok bisa beda hasilnya?”, “kok hasilnya gini ya?,”, “kenapa tanaman ini sulit banget buat fotosintesis?”, “kenapa daun ini sulit banget ngeluarin gelembung?”. Nah, dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu keinginan menganalisis akan hadir dengan sendirinya. Pada akhirnya anak-anak akan belajar dengan sendiri, mengeksplorasi ilmu-ilmu agar bisa memecahkan masalahnya, tentu saja atas kemauan mereka sendiri, tanpa paksaan atau bahkan tekanan. Ini adalah tahapan agar mereka bisa tergila-gila dengan membaca dan mengeksplorasi. (Make learners evaluate their explanations in light of alternative explanation, particularly those reflecting understanding)

Setelah ‘asyik’ menganalisis semua problematika, kami melakukan presentasi untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan kami. Hal yang paling saya suka dari dosen yang cantik dan enerjik itu adalah caranya mengapresiasi orang lain. Beliau memperhatikan kami dengan seksama dan antusias saat kami memberi presentasi, beliau tetap memberi perhatian penuh walaupun aksen kami masih sangat belepotan. Sesekali memberi apresiasi bahwa yang kami lakukan adalah sesuatu yang hebat. Lalu, apa yang terjadi saat kami melakukan hal yang keliru? Itu sama sekali ditolelir karena kesalahan seringkali menjadi akar dari lahirnya gagasan baru (Oia, inget asal-usul yang orang membuat sticky note atau Oreo, kan? Kalau saat itu mereka berhasil menciptakan kue dan perekat mungkin ciptaan fenomenal itu tidak akan lahir sampai sekarang.) , ‘belajar dari kesalahan’ begitu katanya.

Begitulah cara agar siswa berani dan percaya diri saat menuangkan ide dan gagasannya, apresiasi yang tetap mengarahkan anak-anak pada jawaban yang benar. (Make learners communicate and justify their proposed explanations).

Kelas Biologi selesai, setelah itu kami sharing sedikit dengan Caroline Kiehl dari Center of Inquiry Science (Seattle, USA), bahwa di Amerika Serikat tidak ada kurikulum nasional, jadi kurikulum dari satu daerah ke daerah lain atau bahkan dari satu sekolah ke sekolah lain bisa benar-benar berbeda.

Walaupun kurikulum di Amerika Serikat itu berbeda-beda namun ada yang hampir sama dari mereka, yaitu tujuan belajar itu sendiri, “CATCH THE BIG IDEA”,

“Apa ide besar yang kita dapat setelah kita belajar?”


Ternyata inti dari belajar itu bukan menghapal tanpa mengerti, atau mengerjakan 1000 soal tapi ketika ditanya pertanyaan yang mendasar langsung limbung. Inti dari belajar adalah ‘catch the big idea’ dapatkan konsep inti dari apa yang kita pelajari.

Menghapal tanpa memahami hanya akan membuat kita menjadi kambing, siswa hanya mengikuti apa yang ditulis dan dikatakan. Tidak hanya itu, siswa juga hanya akan memiliki kemampuan kognitif di tingkat paling rendah. Namun, jika siswa menemukan konsep? menemukan Ide besar dari apa yang mereka pelajari? ide kreatif akan bermunculan dari benak mereka. Bukan hanya itu, mereka akan menjadi ingat karena mereka memahami apa yang telah mereka pelajari.

Sedikit-sedikit saya semakin mengerti pada perkataan dosen kami juga perkataan Paulo Coelho bahwa guru memiliki arti yang sangat luas, guru adalah orang yang menginspirasi orang lain agar terus belajar. Semoga kita bisa menjadi guru yang baik, pemberi inspirasi yang baik. Semoga kita juga bisa melakukan yang terbaik agar menjadi 'guru' yang baik.

Catatan: Where does the weight of a big tree come from?-- (Dari mana datangnya berat pada tumbuhan?)

Answer: The weight of a big tree comes from carbondioxide.-- (Berat tumbuhan berasal dari gas karbon dioksida)


-Nurulaaisyah-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun